Senin, 26 Januari 2009

Pembelajaran Sains Dengan Animasi

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Abad 21 dikenal sebagai abad globalisasi dan teknologi informasi. Informasi menjadi salah satu "sumber daya" yang penting dan merupakan faktor penentu dari kompetensi global. Keterbukaan mendorong mengalirnya teknologi baru dari Negara-negara maju. Di dalam proses ini peranan pendidikan sangat menentukan karena pendidikan mendorong terjadinya alih teknologi, adaptasi teknologi maupun penyebarannya.
Dalam menghadapi era globalisasi dirasakan adanya kebutuhan mendesak mengenai perbaikan kualitas sumber daya manusia (SDM) melalui pendidikan dan akses yang lebih baik terhadap ilmu pengetahuan. Dengan pengaruh teknologi dalam pendidikan dan pembelajaran, sejumlah besar sumber belajar telah tersedia bagi pebelajar. Akibatnya guru, instruktur, atau dosen bukan lagi satu-satunya sumber informasi.
Terkait dengan hal itu pemerintah telah mempercepat pencanangan Millenium Devolopment Goals, yang semula dicanangkan tahun 2020 dipercepat menjadi tahun 2015. Millenium Devolopment Goals adalah era pasar bebas atau era globalisasi, sebagai era persaingan mutu dan kualitas, siapa yang berkualitas akan maju dan mempertahankan eksistensinya. Oleh karena itu pembangunan sumber daya manusia (SDM) berkualitas merupakan suatu keniscayaan yang tidak dapat ditawar-tawar lagi. Hal tersebut mutlak diperlukan, karena akan menjadi penopang utama pembangunan nasional yang mandiri dan berkeadilan, good governance and clean governance; serta menjadi jalan keluar bagi bangsa Indonesia dari multidimensi krisis, kemiskinan, dan kesenjangan ekonomi.
Percepatan arus informasi dalam era globalisasi dewasa ini menuntut semua bidang kehidupan untuk menyesuaikan visi, misi, tujuan, dan strateginya agar sesuai dengan kebutuhan, dan tidak ketinggalan zaman. Penyesuaian tersebut secara tidak langsung mengubah tatanan dalam sistem makro dan mikro, demikian halnya dengan sistem pendidikan. Sistem pendidikan nasional senantiasa harus dikembangkan sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan yang terjadi baik lokal, nasional, maupun global.
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan mengamanatkan bahwa Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) jenjang pendidikan dasar dan menengah disusun oleh satuan pendidikan dengan mengacu pada Standar Isi (SI) dan Standar Kompetensi Lulusan (SKL), serta berpedoman pada panduan yang disusun oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BNSP).
Madrasah Ibtidaiyah sebagai satuan pendidikan dasar di lingkungan Departemen Agama perlu menyusun KTSP Madrasah Ibtidaiyah yang mengacu pada Standar Nasional Pendidikan, acuan yang digunakan menyusun KTSP MI ini meliputi; standar isi, dan standar kompetensi lulusan, serta berpedoman pada badan standar nasional pendidikan.
Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) IPA di SD/MI merupakan standar minimum yang secara nasional harus dicapai oleh peserta didik dan menjadi acuan dalam pengembangan kurikulum di setiap satuan pendidikan. Pencapaian SK dan KD didasarkan pada pemberdayaan peserta didik untuk membangun kemampuan, bekerja ilmiah, dan pengetahuan sendiri yang difasilitasi oleh guru.
Kurikulum Madrasah Ibtidaiyah untuk mata pelajaran IPA bertujuan membekali peserta didik memiliki kemampuan mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif, dan kesadaran tentang adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi dan masyarakat, mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah dan membuat putusan. (Khaerudin; 2007: 182). Ruang lingkup bahan kajian IPA di MI meliputi aspek-aspek berikut:
1) Makhluk hidup dan proses kehidupannya, yaitu manusia, hewan, tumbuhan, dan interaksinya.
2) Materi, sifat-sifat, dan kegunaannya meliputi: air, udara, tanah, dan batuan
3) Listrik, magnet, energi dan panas, gaya dan pesawat sederhana, cahaya dan bunyi, tata surya, dan benda-benda langit lainnya.
4) Kesehatan, makanan, penyakit, dan pencegahannya.
5) Sumber daya alam, kegunaan, pemeliharaan, dan pelestariannya. (Khaerudin; 2007: 182).

IPA berupaya membangkitkan minat manusia agar mau meningkatkan kecerdasan dan pemahamannya tentang alam seisinya yang penuh dengan rahasia, yang tak habis-habisnya. Dengan tersingkapnya tabir rahasia alam itu satu persatu, serta mengalirnya informasi yang dihasilkannya, jangkauan IPA semakin luas dan lahirlah sifat terapannya, yaitu teknologi adalah lebar. Namun dari waktu jarak tersebut semakin lama semakin sempit, sehingga semboyan “IPA hari ini adalah teknologi hari esok” merupakan semboyan yang berkali-kali dibuktikan oleh sejarah. Bahkan kini IPA dan teknologi manunggal menjadi budaya ilmu pengetahuan dan teknologi yang saling mengisi (komplementer), ibarat mata uang, yaitu satu sisinya mengandung hakikat IPA (the nature of Science) dan sisi yang lainnya mengandung makna teknologi (the meaning of technology) (Sumaji, 1998: 31-32).
Capaian kemajuan suatu bangsa biasanya diukur dengan tingkat kemajuan dan keberhasilan di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi yang dicapai oleh bangsa itu. Apalagi di masa yang akan datang (abad ke 22), kemajuan suatu bangsa sangat ditentukan oleh kemampuan sumber daya manusia yang dimiliki suatu bangsa dalam menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi.
Khusus untuk IPA di SD/MI hendaknya membuka kesempatan untuk memupuk rasa ingin tahu anak didik secara alamiah. Hal ini akan membantu mereka mengembangkan kemampuan bertanya dan mencari jawaban atas fenomena alam berdasarkan bukti serta mengembangkan cara berpikir sainstifik (ilmiah). Fokus program pembelajaran IPA di SD/MI hendaknya ditujukan untuk memupuk minat dan pengembangan anak didik terhadap dunia mereka di mana mereka hidup.
Ciri yang menonjol pada pendidikan IPA di Indonesia dan berbeda dengan Amerika ialah adanya nilai-nilai agama yang termasuk dalam kurikulum. Melalui pendidikan IPA anak didik didorong untuk dapat meningkatkan Iman dan Takwanya kepada Tuhan YME, pencipta alam semesta (Usman Samatowa, 2004: 2)
Secara umum, pembelajaran IPA di Indonesia saat ini belum berorientasi pada proses belajar, namun lebih mementingkan pada produk belajar, yakni pengetahuan. Interaksi guru dan siswa sekedar transfer pengetahuan dari seorang guru kepada siswa. Pendekatan yang digunakan dalam belajar masih menggunakan pendekatan konvensional, yaitu tekstual yang bersifat instant. Pendekatan konseptual dan kontekstual; yang menggunakan objek dan persoalan nyata dalam belajar, yang memerlukan kajian lebih dalam tetapi realistik, belum tersentuh.
Pembelajaran IPA dengan cara primordial seperti yang diilustrasikan di atas, menghasilkan peserta didik yang sekedar memperoleh hafalan pengetahuan yang tidak lengkap dan mudah dilupakan sehingga tidak bermanfaat bagi kehidupannya. Dengan demikian, pendidikan yang tekstual justru akan menjauhkan peserta didik dari realita, asing terhadap fakta, asing terhadap konteks pembelajaran dunia nyata, asing terhadap proses konseptualisasi, tidak mampu membuat konsep kehidupan, tidak mandiri dan lebih senang hidup tergantung dalam segala hal. Pendekatan tekstual dapat mengakibatkan keterpurukan dalam bidang sains dan tertinggal dengan bangsa barat dalam bidang ilmu dasar IPA dan teknologi.
Beberapa kelemahan pembelajaran IPA selama ini antara lain pembelajaran IPA yang diterapkan saat ini merupakan pembelajaran yang berorientasi pada disiplin ilmu. Materi yang diajarkan kepada peserta didik lebih bersifat abstrak dan jauh dari pengalaman peserta didik. Materi yang diajarkan kepada peserta didik pada dasarnya merupakan materi yang dipersiapkan untuk mengikuti pelajaran pada tahap berikutnya, konsekuensi dari hal ini adalah timbulnya kerugian bagi para peserta didik yang tidak mengikuti salah satu tahap tersebut (dalam arti tidak meneruskan ke jenjang yang lebih tinggi lagi); metode pembelajaran yang digunakan sekarang masih mengandalkan ceramah yang terkadang juga disertai dengan percobaan verifikasi laboratorium yang sudah jadi. Akibatnya peserta didik hanya pasif dan sulit untuk berkembang apalagi sampai pada tingkat mental dan emosionalnya.
Sampai saat ini pembelajaran IPA di sekolah/madrasah kurang dikaitkan dengan permasalahan yang dihadapi siswa dalam kehidupan sehari-hari. Pembelajaran IPA diharapkan dapat mempersiapkan peserta didik untuk mampu memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari. Banyak siswa yang masih beranggapan pelajaran IPA sulit dan kurang menarik. Hal tersebut disebabkan oleh pembelajaran IPA yang masih konvensional yaitu texbook oriented dan teacher centered. Dalam KTSP, kurikulum dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan multistrategi dan multimedia, sumber belajar dan teknologi yang memadai, dan memanfaatkan lingkungan sekitar sebagai sumber belajar (E. Mulyasa, 2006:248).
Menurut Direktorat TK dan SD (dalam Ibrahim Bafadal, 2006: 20) ada lima komponen yang menentukan mutu pendidikan, yaitu;
(1) Kegiatan belajar mengajar;
(2) Manajemen pendidikan yang efektif dan efisien;
(3) Buku dan sarana belajar yang memadai dan selalu dalam kondisi siap pakai;
(4) Fisik dan penampilan sekolah yang baik;
(5) Partisipasi aktif masyarakat.
Nana Sudjana (2006: 57) mengatakan bahwa penilaian terhadap proses pembelajaran bertujuan agak berbeda dengan tujuan penilaian hasil belajar. Apabila penilaian hasil belajar lebih ditekankan pada derajat penguasaan tujuan pengajaran (instruksional) oleh para siswa, maka tujuan penilaian proses pembelajaran lebih ditekankan pada perbaikan dan pengoptimalan kegiatan pembelajaran itu sendiri, terutama efisiensi-keefektifan-produktivitasnya.
Pata Bundu (2006: 3) mengatakan bahwa kelemahan pendidikan IPA diakibatkan oleh (1) masih banyak guru yang menekankan pembelajaran pada faktor ingatan, (2) sangat kurang pelaksanaan praktikum, dan (3) fokus penyajian dengan ceramah yang mengakibatkan penyajian sangat terbatas, tidak lebih dari mendengarkan dan menyalin. Sekaitan dengan hal tersebut, tujuan pembelajaran IPA yang diharapkan belum sepenuhnya tercapai, hal ini dapat dilihat dari perolehan hasil belajar siswa untuk mata pelajaran IPA masih rendah.
Dalam penerapan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, pembelajaran IPA diharapkan dapat berorientasi pada penguasaan konsep, proses dan sikap ilmiah IPA, maka siswa harus dilatih, dibimbing tentang prosedur untuk menemukan konsep IPA secara benar dengan ilmiah yang dilandasi dengan sikap ilmiah. Penggunan sumber pembelajaran khususnya media animasi berbantuan komputer dalam pembelajaran IPA menjadi salah satu media yang dapat digunakan dalam kegiatan pembelajara IPA di Madrasah Ibtidaiyah.
Sumber pembelajaran adalah segala sesuatu atau daya yang dapat dimanfaatkan oleh guru, baik secara terpisah maupun dalam bentuk gabungan untuk kepentingan pembelajaran dengan tujuan meningkatkan efektifitas dan efisiensi tujuan pembelajaran. Sedangkan media pendidikan adalah alat, metode dan teknik yang digunakan dalam rangka lebih mengefektifkan komunikasi dan interaksi antara guru dan siswa dalam proses pembelajaran. Oemar Hamalik, (1985:23). Gagne (1970) dalam bukunya Arief Sadiman, (1996:6), menyatakan bahwa media pendidikan berbagai jenis komponen dalam lingkungan siswa yang dapat merangsangnya untuk belajar. Media pendidikan juga diartikan sebagai media komunikasi yang dipakai dalam kegiatan belajar mengajar. Pendidikan mendewasakan manusia melalui upaya pembelajaran.
Secara implisit media pendidikan meliputi alat yang secara fisik digunakan untuk menyampaikan isi materi pengajaran, yang terdiri antara lain buku, tape recorder, kaset, video kamera, video recorder, film, slide, foto, gambar, grafik, televisi dan komputer. Gagne dan Briggs (1975) dalam Oemar Hamalik (2001:4).
Sebagai sumber pembelajaran IPA, media pendidikan diperlukan untuk membantu guru dalam menumbuhkan pemahaman siswa terhadap materi IPA. Sementara itu, seiring dengan pesatnya perkembangan media informasi dan komunikasi, baik perangkat keras (Hardware) maupun perangkat lunak (Software), akan membawa perubahan bergesernya peranan guru, termasuk guru IPA sebagai penyampai pesan/informasi. Guru tidak bisa lagi berperan sebagai satu-satunya sumber informasi bagi kegiatan pembelajaran para siswanya. Akan tetapi siswa dapat memperoleh informasi dari berbagai sumber, salah satunya adalah dari media animasi berbantuan komputer.
Animasi pembelajaran berbantuan komputer sebagai media pendidikan dan sumber pembelajaran IPA mengkondisikan siswa untuk belajar berpikir aktif serta mampu meningkatkan minat dan motivasi belajar siswa. Meskipun penggunaan media pembelajaran berbantuan animasi komputer tidak dapat menggantikan posisi guru dalam proses pembelajaran di kelas, akan tetapi dengan menggunakan media berbantuan animasi komputer dalam pembelajaran IPA penyampaian materi pelajaran akan lebih mudah, pembelajaran akan lebih menarik, dapat mengefektifkan waktu, kualitas hasil belajar dapat ditingkatkan, dapat membangkitkan sikap positif siswa terhadap apa yang mereka pelajari.
Berdasarkan observasi di lapangan khususnya pada pembelajaran IPA di MIN Kota Gorontalo, fenomena yang terjadi, guru kurang optimal dalam memanfaatkan sumber belajar, proses pembelajaran dengan menggunakan media animasi berbantuan komputer sudah digunakan tetapi kenyataannya hasil belajar IPA masih rendah. Hal ini dapat dilihat dari data Suplemen Buku Induk Siswa yang berisi daftar nilai atau prestasi siswa dengan nilai rata-rata kelas V MIN Kota Gorontalo, tahun pelajaran 2007-2008 sebanyak 43 siswa yakni 5,83 nilai rata-rata kelas untuk mata pelajaran IPA masih rendah.(Buku Suplemen MIN Kota Gorontalo)
Kendala lain yang ditemukan di lapangan antara lain: proses pembelajaran IPA di MIN Kota Gorontalo khususnya dalam pembelajaran IPA, masih lebih menitikberatkan pada ketuntasan materi ajar dan belum pada penguasaan belajar siswa. Pembelajaran IPA yang berorientasi pada proses IPA, produk IPA dan sikap ilmiah IPA belum sepenuhnya terlaksana, hal ini disebabkan oleh tuntutan akan terselesaikannya materi ajar sehingga guru mencari jalan keluar dengan memanfaatkan berbagai sumber belajar dan salah satunya dengan menggunakan media animasi berbantuan komputer.
Media animasi berbantuan komputer yang digunakan di MIN Kota Gorontalo adalah media animasi yang menggunakan program powerpoint, dalam penyampain materi pembelajaran guru telah merancang materi pembelajarannya dalam bentuk yang siap pakai, disamping itu media animasi dalam pembelajaran komputer juga dikolaborasi dengan materi-materi yang sudah tersedia dari CD pembelajaran yang yang beredar dipasaran.
Pertanyaan kemudian adalah hal yang salah dalam pendidikan IPA di MIN Kota Gorontalo? Apabila kita melihat fakta di lapangan tadi; guru lebih mementingkan ketercapaian ketuntasan materi, dan para siswa diajak untuk dapat menghafal materi yang diberikan. Hal ini mungkin terkait dengan kecenderungan menggunakan hafalan sebagai wahana untuk menguasai ilmu pengetahuan, bukan kemampuan berpikir. Tampaknya pendidikan IPA di MIN Kota Gorontalo lebih menekankan pada abstract conceptualization dan kurang mengembangkan active experimentation, padahal seharusnya keduanya seimbang secara proporsional.
Berdarkan pemaparan di atas peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian mengenai implementasi proses pembelajaran IPA di MIN Kota Gorontalo yang menggunakan media berbantuan animasi komputer sebagi salah satu sumber belajar. Ketertarikan ini berangkat dari keprihatinan akan kualitas pembelajaran IPA di MIN Kota Gorontalo yang cendrung nilainya kurang dari standar minimum ketuntasan belajar dan kemampuan siswa dalam ketrampilan berpikir.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian di atas, maka berbagai permasalahan yang ada di Madrasah Ibtidaiyah Negeri dapat diidentifikasikan sebagai berikut :
Guru belum secara profesional mencurahkan kemampuannya dalam melakukan proses pembelajaran menguasai seluruh komponen dan perangkat pembelajaran, media pembelajaran, analisis hasil pembelajaran untuk menumbuh kembangkan proses pembelajaran di kelas.
Guru belum secara proaktif terlibat dalam pengambilan kebijakan proses pembelajaran untuk mengembangkan bakat, kreatifitas kognitif, afektif dan psikomotor anak didik?
Guru kurang optimal dalam memanfaatkan sumber belajar, masih terfokus pada ketercapain dan ketuntasan materi ajar.
Pembelajaran IPA belum berorientasi pada ketrampilan proses, dan sikap ilmiah dan cendrung pada produk IPA.
Penilaian proses pembelajaran sering terabaikan dan kurang mendapat perhatian.
Hasil belajar IPA rendah sebagai akibat dari tujuan pembelajaran yang lebih menekankan pada ketuntasan materi ajar.
Proses pembelajaran dengan menggunaan media animasi berbantuan komputer masih berorientasi pada ketuntasan materi ajar, belum memperhatikan ketuntasan minimal capaian hasil belajar siswa.
Proses pembelajaran IPA masih lebih menekankan pada abstract conceptualization dan kurang mengembangkan active experimentation.

C. Pembatasan Masalah dan Fokus Penelitian
Yang menjadi fokus penelitian adalah impelementasi proses pembelajaran IPA dengan menggunakan media animasi berbantuan komputer di MIN Kota Gorontalo dengan melakukan beberapa pembatasan, yaitu :
1. Proses pembelajaran IPA dengan menggunakan media animasi berbantuan komputer di kelas V MIN Kota Gorontalo.
2. Pelaksanaan pembelajaran IPA yang akan diteliti adalah kegiatan pembelajaran cahaya dan sifat-sifatnya yang kegiatan pembelajarannya sudah menggunakan media animasi berbantuan komputer, dengan pertimbangan kegiatan pembelajaran tersebut akan dibelajarkan pada saat peneliti mengadaan penelitian di madrasah ibtidaiyah tersebut.

D. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah, identifikasi masalah dan pembatasan masalah, maka pokok masalah yang akan diangkat dalam penelitian ini adalah “bagaimana implementasi proses pembelajaran IPA menggunakan media animasi berbantuan komputer di MIN Kota Gorontalo”. Selanjutnya pokok masalah ini akan dijabarkan ke dalam sub-sub masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana proses pembelajaran IPA menggunakan media animasi berbantuan komputer di MIN Kota Gorontalo?.
2. Apakah proses pembelajaran IPA dengan menggunakan media animasi berbantuan komputer di MIN Kota Gorontalo dapat meningkatkan ketrampilan berpikir siswa?.
3. Apa faktor penghambat dan pendukung dalam proses pembelajaran IPA menggunakan media animasi berbantuan komputer di MIN Kota Gorontalo?.

E. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui lebih mendalam impelementasi proses pembelajaran IPA dengan menggunakan media animasi berbantuan komputer di MIN Kota Gorontalo.
2. Untuk mengetahui ketrampilan berpikir siswa dalam proses pembelajaran IPA dengan menggunakan media animasi berbantuan komputer di MIN Kota Gorontalo.
3. Untuk mengetahui faktor menghambat proses pembelajaran IPA dengan menggunakan media animasi berbantuan komputer di MIN Kota Gorontalo
4. Untuk mengetahui faktor pendukung proses pembelajaran IPA dengan menggunakan media animasi berbantuan komputer di MIN Kota Gorontalo


F. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan mempunyai manfaat bagi pemgembangan dan peningkatan kualitas pembelajaran dalam proses pembelajaran IPA di Madrasah Ibtidaiyah baik secara teoritis maupun praktis.
1. Secara Teoritis
Apabila terbukti bahwa implementasi media animasi berbantuan komputer dalam pembelajaran IPA dapat meningkatkan ketrampilan berpikir siswa, maka dapat dinyatakan bahwa:
Hasil penelitian ini dapat memberikan kejelasan teoritis dan pemahaman lebih mendalam tentang implementasi proses pembelajaran IPA dengan mengguna-kan media animasi berbantuan komputer, sehingga dapat memperkaya pengetahuan tentang proses pembelajaran IPA dan penggunaan media animasi berbantuan komputer.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menyempurnakan sekaligus mengkons-truksikan teori-teori yang berkaitan dengan pembelajaran IPA.
2. Secara Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi:
Siswa, hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai upaya mening-katkan minat dan motivasi belajar siswa khususnya pada mata pelajaran IPA.
Guru, hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu mengatasi permasalahan dalam pembelajaran IPA, memberikan wawasan, ketrampilan, dan pemahaman metodologis pembelajaran sehingga dapat meningkatkan pengetahuan guru.
Kepala Sekolah, sebagai masukan dalam memberbaiki dan meningkatkan kualitas pembelajaran secara intens, efektif, dan efisien, agar kualitas pembelajaran lebih dapat ditingkatkan.

















BAB II
LANDASAN TEORI

A. Kajian Teori
1. Pembelajaran IPA di SD/MI
1.1 Pengertian IPA
Hakikat Pendidikan IPA merupakan salah satu aspek pendidikan dengan menggunakan IPA sebagai alatnya untuk mencapai tujuan pendidikan IPA khususnya. Salah satu sasaran yang dapat dicapai melalui pendidikan IPA adalah pengertian IPA itu sendiri. Problemnya ialah bagaimana kita dapat mendidik siswa untuk mencapai sasaran dan tujuan pendidikan dengan menggunakan pengertian IPA.
IPA mempunyai objek yaitu benda-benda alam dan peristiwa-peristiwanya yang bersifat: 1) ada saling hubungan antara benda alam satu dengan yang lain, 2) ada saling hubungan antara benda dan peristiwa alam, dan 3) ada saling hubungan antara peristiwa satu dengan peristiwa yang lain, sehingga benda dan peristiwa alam itu bersifat integral. Perkembangan IPA sebagai ilmu pengetahuan mengalami tingkat tingkat sebagai berikut: 1) tingkat coba-coba dan kebetulan, dan sifatnya deskriptif, 2) tingkat perenungan, penggunaan logika, dan sifatnya otoriter dan teoritik, dan 3) tingkat pengamatan, pembuktian dan percobaan (eksperimental), dan sifatnya terbuka dan objektif.
Dengan dilandasi pengertian bahwa IPA adalah merupakan bangunan ilmu dan proses (“science is both a body of knowledge and a process”), siswa yang belajar IPA akan mengalami perkembangan dalam hal: 1) pengetahuannya, 2) sikapnya, 3) ketrampilannya, dan 4) cara berpikirnya. IPA selalu bertumpu pada metode ilmiah. Ini berarti bahwa kelebihan dan keterbatasan IPA sebagai suatu ilmu pengetahuan tetap berada dalam garis batas metode ilmiah (Sudjoko, 1983).
Beberapa definisi IPA adalah sehagai berikut:
1. IPA merupakan suatu cabang pengetahuan yang menyangkut fakta-fakta yang tersusun secara sistematis dan menunjukkan berlakunya hukum-hukum umum.
2. IPA merupakan pengetahuan yang didapatkan dengan jalan studi dan praktek.
3. Sains merupakan suatu cabang studi yang bersangkut paut dengan observasi dan klasifikasi fakta-fakta, terutama dengan disusunnya hukum-hukum umum.
Sementara itu, The Harper Encyclopedia of Science menyebutkan bahwa Sains Atau Ilmu Pengetahuan Alam itu adalah suatu pengetahuan dan pendapat yang tersusun dan ditunjang secara sistematis oleh bukti-bukti yang formal atau oleh hal-hal yang dapat diamati. (Subiyanto, 1988 :3).

1.2 Pembelajaran IPA di SD/MI
Pembelajaran IPA di sekolah dasar/madrasah ibtidaiyah dimulai dengan memahami karakteristik siswa termasuk di dalamnya perilaku sosial, karakteristik biologis, kesehatan fisik dan emosi, dan aspek-aspek lain yang mempengaruhi pola kehidupan siswa. Karakteristik-karakteristik ini harus mengakar dalam kegiatan pembelajaran IPA modern. Oleh karena itu, guru SD/MI harus dididik seprofesional mungkin untuk dapat menjadi guru yang professional. Guru sekolah dasar/madrasah ibtidaiyah harus diberi bekal pengetahuan bahwa siswa di SD/MI memiliki karakteristik yang berbeda dengan siswa di sekolah menengah. Hurd juga menyinggung tentang pentingnya melakukan science literacy dalam kegiatan pembelajaran IPA.
a. Karakteristik anak usia SD/MI
Pembelajaran IPA di SD/MI akan berhasil dengan baik apabila guru memahami perkembangan intelektual anak usia SD/MI. Usia anak SD/MI berkisar antara 7 tahun sampai dengan 12 tahun. Menurut Piaget perkembangan anak usia SD/MI tersebut termasuk dalam katagori operasional konkret. Pada usia operasional konkrit dicirikan dengan sistem pemikiran yang didasarkan pada aturan tertentu yang logis, hal tersebut dapat diterapkan dalam memecahkan persoalan-persoalan konkret yang dihadapi anak. Anak pada usia operasional konkrit sangat membutuhkan benda-benda konkret untuk menolong pengembangan intelektualnya. Anak SD/MI sudah mampu memahami tentang penggabungan (penambahan atau pengurangan), mampu mengurutkan, misalnya mengurutkan dari yang kecil sampai yang besar, yang pendek sampai yang panjang, Anak SD/MI juga sudah mampu menggolongkan dengan mengklasifikasikan berdasarkan bentuk luarnya saja, misalkan menggolongkan berdasarkan warna, bentuk persegi atau bulat, dan sebagainya. Pada akhir opera-sional konkret mereka dapat memahami tentang pembagian, mampu menganalisis dan melakukan sintesis sederhana.
Anak yang sedang belajar IPA, pada hakikatnya merupakan “ilmuan kecil”, sehingga semua kegiatan-kegiatan seperti (observasi, menggolong-golongkan, meng-hitung jumlah, mengukur, menghubung-hubungkan, merumuskan hipotesis, dan lain-lain yang termasuk dalam proses belajar IPA) dapat dilakukan atau dilatihkan pada diri anak. Namun perlu juga pertimbangan apakah kegiatan-kegiatan tadi mampu dilakukan oleh anak pada tingkat usia tertentu.
Woolfolk dan Nicolich (1984: 53) menjelaskan bahwa selama pertumbuhan dan perkembangan untuk mencapai kedewasaan pada diri anak, anak mengalami perkembangan mental yang menurut Piaget dibagi dalam empat tahap dengan ciri-ciri sebagai berikut;
Tahap pertama, sensory-motor (0-2 tahun). kemampuan anak masih terbatas pada “reflex bahavior” yang sederhana dan mengasimilasikan semua rangsangan (stimuli) yang datang dari luar otaknya.
Tahap kedua, pre-operational (2-7 tahun), perkembangan yang paling menonjol adalah perkembangan bahasa (berbicara). Egosentris behavior juga berkembang, sehingga anak tidak dapat melihat dan menerima pandangan orang lain.
Tahap ketiga, concrete operational (7-11 tahun), anak mulai mampu membuat keputusan-keputusan logik apabila menghadapi gagasan-gagasan yang tidak sesuai dengan gagasannya. Melalui interaksi sosial dengan teman-temannya, anak mulai mampu mengatasi egosentriknya dan dapat memahami pandangan-pandangan yang bertentangan dengan pandangannya sendiri. Pada tahapan ini anak akan dihadapkan pada pemahaman dan dunia nyata.
Tahap keempat, formal operational (11-15 tahun), pada tahap ini anak telah mampu melibatkan dirinya pada semua macam problem yang timbul pada waktu lampau, sekarang, dan yang akan datang, karena pada tahap ini anak telah dapat berpikir hipotesis-deduktif, berpikir rasional, berpikir abstrak, berpikir proporsional dan mampu mengevaluasi informasi. Pada tahap inilah usia perkembangan anak SD yang belajar IPA.
Dengan demikian, memperhatikan strukturisasi perkembangan mental anak menurut Piaget, makin tinggi usia anak makin lengkap pula macam kegiatan belajar IPA yang dapat dilakukannya. Namun pada kenyataannya perkembangan anak SD/MI masih banyak berada pada tahapan transisi antara concrete operational dengan formal operational.

b. Karakteristik Pengajaran IPA
Carin, (1980:2) mengungkapkan pengertian IPA mencakup tiga (3) komponen utama yaitu sikap, proses atau metode, dan hasil. Sikap meliputi keyakinan, nilai, pendapat, misalnya keputusan sampai cukup data terkumpul yang berhubungan dengan masalah, berusaha terus-menerus secara objektif. Proses atau metode meliputi beberapa cara dalam menyelesaikan masalah, misalnya membuat hipotesis, merancang dan mencatat hasil eksperimen, mengevaluasi data, mengukur dan lain-lain. Hasil/produk meliputi fakta, prinsip, hukum-hukum, teori-teori, misalnya prinsip ilmiah seperti logam ketika dipanaskan akan mengembang.
IPA yang dipelajari di SD/MI mempunyai berbagai pengertian sebagai berikut; (a) IPA sebagai suatu cabang pengetahuan yang menyangkut fakta-fakta yang tersusun secara sistematis dan menunjukkan berlakunya hukum-hukum umum; (b) IPA merupakan pengetahuan yang didapatkan dengan jalan studi dan praktik; (c) IPA merupakan suatu cabang studi yang bersangkut paut dengan observasi dan klasifikasi fakta-fakta, terutama dengan disusunnya hukum-hukum umum dengan induksi dan hipotesis. Sementara itu, The Harper Encyclopedia of Science menyebutkan bahwa ilmu pengetahuan itu adalah suatu pengetahuan dan pendapat yang tersusun dan ditunjang secara sistematis oleh bukti-bukti yang formal atau oleh hal-hal yang dapat diamati (Subiyanto, 1988:3).
Dibandingkan dengan mata pelajaran lainnya, mata pelajaran IPA adalah cukup praktis. Lebih khusus lagi, mata pelajaran ini memerlukan interaksi langsung dengan alam. Hal ini disebabkan karena siswa terlibat dalam mata pelajaran ini. Berbagai aktifitas (misalnya observasi, pengukuran, komunikasi, diskusi, percobaan baru untuk tes dan eksperimen, penelitian, pengolahan data, dan monitoring, pencatatan hasil, dan sebagainya) yang dilakukan antara di ruang kelas dan laboratorium.
Mata pelajaran IPA juga bersifat teori. Unsur-unsur yang termasuk dalam mata pelajaran IPA adalah tetap berpikir, argumentasi, penyampaian ide dan intuisi yang baik, mengolah hipotesis, rumusan teori, tes sampel, kreasi model, dan sebagainya. Berpikir dan tes penalaran hal yang penting, sepenting tes yang sebenarnya atau percobaan di laboratorium.
Menurut Mills (1979: 11) lazimnya setiap ilmu pengetahuan alam mempunyai objek dan permasalahan jelas, yakni benda-benda alam sebagai objek dan mengungkapkan materi benda tersebut sebagai permasalahannya. Dibandingkan dengan ilmu pengetauan yang lain, objek ilmu pengetahuan alam menampakkan gejala-gejala (struktural dan fungsional) yang dapat diindera, sehingga pada hampir sebagian besar gejala-gejala yang dipelajari oleh ilmu pengetahun alam memungkinkan untuk dilakukan observasi dan atau eksperimen.
Weisz (1969:6) mengungkapkan bahwa IPA selalu bertumpu pada metode ilmiah. Ini berarti bahwa kelebihan dan keterbatasan IPA sebagai suatu ilmu pengetauan berada dalam garis batas metode ilmiah. Jika metode ilmiah tidak dapat diterapkan untuk memecahkan masalah-masalah yang dihadapi, maka masalah itu tentu bukan termasuk dalam wilayah sains.

1.3 Fungsi Mata Pelajaran IPA di SD/MI
IPA sebagai alat pendidikan, karakteristik yang harus dimilliki oleh suatu mata pelajaran adalah kejelasan mengenai: objeknya, persoalannya, cara mempela-jarinya, konsep-konsepnya (pengertian-pengertiannya) dan perkembangannya (Wuryadi, 2007). Ilmu pengetahuan alam sebagai alat untuk mengem-bangkan pengetahuan, keterampilan, nilai-nilai dan sikap.
Sains sebagai alat untuk mengembangkan pengetahuan dari jenjang yang paling rendah ke jenjang yang paling tinggi yaitu pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis dan evaluasi. Ilmu pengetahuan sebagai alat untuk mengembangkan keterampilan yaitu keterampilan pemecahan masalah, mengevaluasi, berkomunikasi, membuat (gambar, skema, diagram), melakukan proses belajar (mengadakan riset, merencanakan, menggunakan sumher-sumber asli, merekam data, menyeleksi ide, membuat intisari bahan bacaan, menyusun laporan baik lisan maupun tulisan dan membaca bagan dan diagram dan sebagainya), IPA sebagai alat untuk mengembangkan nilai-nilai dan sikap, yaitu nilai soaial, nilai politik, ailai spritual dan nilai agama, nilai ekonomi, nilai estetika, nilai teoretik. (Sudjoko, 1983).
Pemberian mata pelajaran sains atau pendidikan sains bertujuan agar siswa memahami dan menguasai konsep-konsep IPA dan saling keterkaitannya, serta mampu menggunakan metode ilmiah untuk memecahkan masalah-masalah yang dihadapinya, sehingga lebih menyadari kebesaran dan kekuasaan Penciptanya. Sedangkan fungsi mata pelajaran IPA menurut Sumaji, dkk (1998 :35) antara lain ialah:
1. Memberi bekal pengetahuan dasar, baik untuk dapat melanjutkan kejenjang pendidikan lebih tinggi maupun untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-hari;
2. Mengembangkan keterampilan-keterampilan dalam memperoleh, mengem-bangkan, dan menerapkan konsep-konsep IPA;
3. Menanamkan sikap ilmiah dan melatih siswa dalam menggunakan metode ilmiah untuk memecahkan masalah yang dihadapinya;
4. Menyadarkan siswa akan keteraturan alam dan segala keindahannya, sehingga siswa terdorong untuk mencintai dan mengagungkan Penciptanya.
5. Memupuk daya kreatif dan inovatif siswa;
6. Membantu siswa memahami gagasan dan informasi baru dalam bidang IPTEK;
7. Memupuk serta mengembangkan minat siswa terhadap IPA.
Hakikat IPA secara filosofi mengandung aspek yaitu: produk, proses, dan sikap. Produk yang dimaksud adalah bahwa ilmu tersusun secara sistematis berupa: konsep, prinsip, dan teori. Proses mengandung pengertian sebagai cara menemukan ilmu dan mengembangkannya. Sedangkan sikap adalah bagaimana cara seseorang bertindak dalam memahami ilmu tersebut serta mengamalkannya. Subiyanto (1988: 3) mendefinisikan IPA adalah: (1) suatu cabang pengetahuan yang menyangkut fakta-fakta yang tersusun secara sistematis dan menunjuk berlakunya hukum-hukum; (2) pengetahuan yang didapat dengan jalan studi dan praktik; dan (3) suatu cabang ilmu yang bersangkut paut dengan observasi dan klasifikasi fakta-fakta, terutama dengan disusunnya hukum-hukum umum dengan induksi dan hipotesis. Menurut Depdiknas, IPA berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan proses pencarian. Mata pelajaran IPA merupakan ilmu yang lahir dan dikembangkan melalui langkah-langkah: observasi, perumusan masalah, pengujian hipotesis lewat eksperimen, pengujian kesimpulan, dan pengujian teori atau konsep. Menurut Sund and Leslie (1973: 458)
Science deals with phenomena of nature. The study of phenomena cannot be conducted effectively through abstract of theoretical discussion alone, although this may be necessary at lime. For most science students, a presence factual objects, models, or living specimens makes a phenomenon sufficiently concrete to be understood Science materials apparatus demonstration equipment as well as materials for experimentation are designed to fulfill this function.

Maksudnya adalah IPA berkaitan dengan fenomena alam. Studi tentang fenomena ini tidak dapat diadakan secara efektif melalui diskusi abstrak atau teori saja, meskipun hal ini mungkin perlu disetiap waktu. Bagi sebagian besar siswa sains kehadiran objek yang nyata, model, atau bahan percobaan yang hidup menjadi sebuah fenomena yang cukup konkrit untuk mudah dipahami. Materi IPA dan perlengkapan-perlengkapan demonstrasi seperti juga materi eksperimen didesain untuk memenuhi fungsi ini.
Sehingga dapat dinyatakan bahwa IPA merupakan suatu sains yang dalam mendapatkan dan mengembangkannya memerlukan suatu proses yang mana proses tersebut didapat dengan kegiatan praktikum atau observasi untuk selanjutnya dapat disusun secara sistematis. Mata pelajaran fisika, biologi, dan kimia merupakan mata pelajaran yang berdasarkan pada IPA. Seperti dikemukakan oleh Beiser (1962: v) “Science like physics, biology, and chemistry, involves the active of pursuit of knowledge, and it contains many elementy besides its basics consepts”. Depdikbud (1994: 5) mendefinisikan mata pelajaran IPA adalah program untuk menanamkan dan mengembangkan pengetahuan, keterampilan, sikap, dan nilai ilmiah pada siswa serta rasa mencintai dan menghargai kebesaran Tuhan Yang Maha Esa.
Berdasarkan pengertian IPA tersebut di atas, maka dapat disimpulkan bahwa hakikat IPA meliputi empat unsur utama yang utuh dan tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Keempat unsur utama tersebut adalah:
1. Sikap; rasa ingin tahu tentang benda, fenomena alam, makhluk hidup, serta hubungan sebab akibat yang menimbulkan masalah baru yang dapat dipecahkan melalui prosedur yang benar; sains bersifat open ended.
2. Proses; prosedur pemecahan masalah melalui metode ilmiah yang meliputi penyusunan hipotesis, perancangan eksperimen atau percobaan, evaluasi, pengukuran dan penarikan kesimpulan.
3. Produk; berupa fakta, prinsip, teori dan hukum.
4. Aplikasi; penerapan metode ilmiah dan konsep IPA dalam kehidupan sehari-hari.
Dalam pembelajaran IPA ke empat unsur itu diharapkan dapat muncul, sehingga peserta didik dapat mengalami proses pembelajaran secara utuh, memahami fenomena alam melalui kegiatan pemecahan masalah, metode ilmiah dan meniru ilmuwan bekerja dalam menemukan fakta baru.
Melalui kegiatan pembelajaran IPA dengan menggunakan media animasi berbantuan komputer diharapkan siswa dapat memperoleh pandangan yang luas tentang IPA untuk memecahkan masalah yang timbul dari penerapan ilmu pengetahuan, dan diterapkan dalam kehidupan sehari-harinya.


1.4 Prinsip Pembelajaran IPA di SD/MI
Prinsip pembelajaran IPA di SD/MI merupakan hal yang sangat penting dalam proses pembelajaran, yang dilakukan oleh guru dalam menerapkan mata pelajaran IPA yang diajarkan untuk meningkatkan pembelajaran di sekolah dasar/madrasah ibtidaiyah. Adapun beberapa prinsip pembelajaran IPA di SD/MI, seperti prinsip motivasi, prinsip latar, prinsip menemukan, prinsip belajar sambil melakukan (learning by doing), prinsip belajar sambil bermain, prinsip hubungan sosial.
Prinsip Motivasi: motivasi adalah daya dorong seseorang untuk melakukan sesuatu kegiatan. Motivasi ada yang berasal dari dalam atau intrinsik dan ada yang timbul akibat rangsangan dari luar atau ekstrinsik. Motivasi intrinsik akan mendorong rasa ingin tahu, keinginan mencoba, mandiri dan ingin maju.
2. Prinsip Latar: pada hakekatnya siswa telah memiliki pengetahuan awal. Oleh karena itu dalam pembelajaran guru perlu mengetahui pengetahuan, ketrampilan dan pengalaman apa yang telah dimiliki siswa sehingga kegiatan belajar mengajar tidak berawal dari suatu kekosongan.
3. Prinsip Menemukan: pada dasarnya siswa memiliki rasa ingin tahu yang besar sehingga potensial untuk mencari guna menemukan sesuatu. Oleh karena itu bila diberi kesempatan untuk mengembangkan potensi tersebut siswa akan merasa senang atau tidak bosan.
4. Prinsip belajar sambil melakukan (learning by doing): Pengalaman yang diperoleh melalui bekerja merupakan hasil belajar yang tidak mudah terlupakan. Oleh karena itu dalam proses belajar mengajar sebaiknya siswa diarahkan untuk melakukan kegiatan atau ”Learning by doing”
5. Prinsip belajar sambil bermain: bermain merupakan kegiatan yang dapat menimbulkan suasana gembira dan menyenangkan, sehingga akan dapat mendorong siswa untuk melibatkan diri dalam proses pembelajaran. Oleh karena itu dalam setiap pembelajaran perlu diciptakan suasana yang menyenangkan lewat kegiatan bermain yang kreatif.
6. Prinsip hubungan sosial: dalam beberapa hal kegiatan belajar akan lebih berhasil jika dikerjakan secara berkelompok. Dari kegiatan kelompok siswa tahu kekurangan dan kelebihannya sehingga tumbuh kesadaran perlunya interaksi dan kerja sama dengan orang lain.
Dari prinsip-prinsip tersebut di atas nampak bahwa semuanya dalam rangka menciptakan suasana pembelajaran yang membuat siswa senang sehingga mereka akan terlibat aktif dalam pembelajaran. Untuk menunjang penerapan prinsip-prinsip tersebut di atas guru dalam mengelola kegiatan pembelajaran perlu :
1. Menyajikan kegiatan yang beragam sehingga tidak membuat siswa jenuh.
2. Menggunakan sumber belajar yang bervariasi, disamping buku acuan.
3. Melakukan kerjasama dengan masyarakat, kantor-kantor, bank, dll, sebagai sumber informasi yang terkait dengan praktek kehidupan sehari-hari.
4. Memanfaatkan lingkungan sekitar sebagai sumber belajar, karena belajar akan bermakna apabila berhubungan langsung pada permasalahan lingkungan sekitar siswa.
5. Kreatif menghadirkan media pembelajaran dan alat bantu pembelajaran. Proses ini dapat memudahkan siswa untuk memahami kegiatan pembelajaran atau dapat menolong proses berpikir siswa dalam membangun konsep dan pengetahuannya.
6. Menciptakan suasana kelas yang menarik, misalnya pajangan hasil karya siswa dan benda-benda lain, peraga yang mendukung proses pembelajaran.

1.5 Ruang Lingkup Mata Pelajaran IPA di SD/MI
Ruang lingkup mata pelajaran IPA di madrasah ibtidaiyah sama kegiatan pembelajarannya dengan pelaksanaan pembelajaran yang ada di sekolah dasar yakni;
1) Makhluk hidup dan proses kehidupannya, yaitu manusia, hewan, tumbuhan, dan interaksinya.
2) Materi, sifat-sifat, dan kegunaannya meliputi: air, udara, tanah, dan batuan
3) Listrik, magnet, energi dan panas, gaya dan pesawat sederhana, cahaya dan bunyi, tata surya, dan benda-benda langit lainnya.
4) Kesehatan, makanan, penyakit, dan pencegahannya.
5) Sumber daya alam, kegunaan, pemeliharaan, dan pelestariannya.
Dalam silabus IPA/sains di Madrasah Ibtidaiyah kegiatan pembelajaran kelas V (lima), yakni;
1. Mengidentifikasi fungsi organ tubuh manusia dan hewan.
2. Memahami cara tumbuhan hijau membuat makanan.
3. Mengidentifikasi cara makhluk hidup menyesuaikan diri dengan lingkungan.
4. Memahami hubungan antara sifat bahan dengan penyusunannya dan perubah-an sifat benda.
5. Memahami hubungan antara gaya, gerak dan energi serta fungsinya.
6. Menerapkan sifat-sifat cahaya melalui kegiatan membuat suatu karya/model.
7. Memahami perubahan yang terjadi di alam dan hubungan dengan penggunaan sumber daya alam
Untuk memfokuskan penelitian ini, maka yang akan menjadi inti dari penelitian ini adalah kegiatan pembelajaran dengan menggunakan media animasi berbantuan komputer melalui kegiatan pembelajaran yang dibelajarkanpada semester genap kelas V MIN Kota Gorontalo. Hal ini dilakukan oleh karena kegiatan pembelajaran tersebut dilaksanakan pada saat penelitian berlangsung, dan juga mengingat efektifitas dan efisiensi baik dari segi dana dan waktu.

2. Proses Pembelajaran IPA Sebagai Objek Penilaian
Penilaian terhadap proses pembelajaran IPA kurang mendapat perhatian dibandingkan dengan penilaian hasil belajar IPA. Dalam hal ini pendidikan tidak berorientasi kepada hasil semata-mata, tetapi juga kepada proses. Oleh karenanya, penilaian terhadap hasil dan proses belajar harus dilaksanakan secara berkesinambungan. Penilaian terhadap hasil belajar semata-mata, tanpa menilai proses, cenderung melihat faktor siswa sebagai kambing hitam kegagalan pendidikan. Padahal tidak mustahil kegagalan siswa itu disebabkan oleh lemahnya proses pembelajaran di mana guru merupakan penanggung jawabnya. Di lain pihak, pendidikan dan pengajaran dikatakan berhasil apabila perubahan-perubahan yang tampak pada siswa harus merupakan akibat dari proses pembelajaran yang dialaminya. Setidak-tidaknya, apa yang dicapai oleh siswa merupakan akibat dari proses yang ditempuhnya melalui program dan kegiatan yang dirancang dan dilaksanakan oleh guru dalam proses kegiatan pembelajarn.
Menurut Nana Sudjana (2007: 56) Hasil belajar yang dicapai siswa melalui proses kegiatan pembelajaran yang optimal cenderung menunjukkan hasil yang berciri sebagai berikut:
a) Kepuasan dan kebanggaan yang dapat menumbuhkan motivasi belajar intrinsik pada diri siswa. Motivasi intrinsik adalah semangat juang untuk belajar yang tumbuh dari dalam diri siswa itu sendiri. Siswa tidak akan mengeluh dengan prestasi yang rendah, dan ia akan berjuang lebih keras untuk memperbaikinya. Sebaliknya, hasil belajar yang baik akan mendorong pula untuk meningkatkan, setidak-tidaknya mempertahankan, apa yang telah dicapainya.
b) Menambah keyakinan akan kemampuan dirinya. Artinya, ia tahu kemampuan dirinya dan percaya bahwa ia punya potensi yang tidak kalah dari orang lain apabila ia berusaha sebagaimana harusnya. Ia juga yakin tidak ada sesuatu yang tak dapat dicapai apabila ia berusaha sesuai dengan kesanggupannya.
c) Hasil belajar yang dicapainya bermakna bagi dirinya seperti akan tahan lama diingatnya, membentuk perilakunya, bermanfaat untuk mempelajari aspek lain, dapat digunakan sebagai alat untuk memmperoleh informasi dan pengetahuan lainnya, kemauan dan kemampuan untuk belajar sendiri, dan mengembangkan kreativitasnya.
d) Hasil belajar diperoleh siswa secara menyeluruh (komprehensif), yakni mencakup ranah kognitif, pengetahuan, atau wawasan; ranah afektif atau sikap dan apresiasi; serta ranah psikomotoris, keterampilan, atau perilaku. Ranah kognitif terutama adalah hasil yang diperolehhnya sedangkan ranah afektif dan psikomotoris diperoleh sebagai efek dari proses belajarnya, baik efek instruksional maupun efek nurturant atau efek samping yang tidak direncanakan dalam pembelajaran.
e) Kemampuan siswa untuk mengontrol atau menilai dan mengendalikan dirinya terutama dalam menilai hasil yang dicapainya maupun menilai dan mengendalikan proses dan usaha belajarnya. Ia tahu dan sadar bahwa tinggi-rendahnya hasil belajar yang dicapainya bergantung pada usaha dan motivasi belajar dirinya sendiri.
Oleh sebab itu, penilaian terhadap proses kegiatan pembelajaran tidak hanya bermanfaat bagi guru, tetapi juga bagi para siswa yang pada saatnya akan berpengaruh terhadap hasil belajar yang dicapainya.

2.1 Tujuan dan dimensi penilaian proses pembelajaran
Penilaian terhadap proses pembelajaran bertujuan agak berbeda dengan tujuan penilaian hasil belajar. Apabila penilaian hasil belajar lebih ditekankan pada derajat penguasaan tujuan pengajaran (instruksional) oleh para siswa, maka tujuan penilaian proses pembelajaran lebih diitekankan pada perbaikan dan pengoptimalan kegiatan pembelajaran itu sendiri, terutama efisiensi-keefektifan-produktivitasnya. Beberapa di antaranya adalah (a) efisiensi dan keefektifan pencapaian tujuan instruksional, (b) keefektifan dan relevansi bahan pengajaran, (c) produktivitas kegiatan pembelajaran, (d) keefektifan sumber dan sarana pengajaran, dan (e) keefektifan penilaian hasil dan proses belajar.
Sejalan dengan tujuan tersebut, dimensi penilaian proses pembelajaran berkenaan dengan komponen-komponen yang membentuk proses pembelajaran dan keterkaitan atau hubungan di antara komponen-komponen tersebut. Komponen pembelajaran sebagai dimensi penilaian proses pembelajaran setidak-tidaknya mencakup:
a. tujuan pembelajaran atau tujuan instruksional,
b. bahan pembelajaran,
c. kondisi siswa dan kegiatan belajarnya,
d. kondisi guru dan kegiatan mengajarnya,
e. alat dan sumber belajar yang digunakan,
f. teknik dan cara pelaksanaan penilaian.
Aspek-aspek yang dinilai dari komponen-komponen di atas dapat dijelaskan sebagai berikut:
Komponen tujuan peembelajaran/instruksional yang meliputi aspek-aspek ruang lingkup tujuan, abilitas yang terkandung di dalamnya, rumusan tujuan, tingkat kesulitan pencapaian tujuan, kesesuaian dengan kemampuan siswa, jumlah dan waktu yang tersedia untuk mencapainya, kesesuaiannya dengan kurikulum yang berlaku, keterlaksanaannya dalam pengajaran.
Komponen bahan pembelajaran yang meliputi ruang lingkupnya, kesesesuai dengan tujuan, tingkat kesulitan bahan, kemudahan memperoleh dan mempelajarinya, daya gunanya bagi siswa, keterlaksanaan sesuai deengan waktu yang tersedia, sumber-sumber untuk mempelajarinya, cara mempelajarinya, kesinambungan bahan, relevansi bahan dengan kebutuhan siswa, prasyarat mempelajarinya.
Komponen siswa yang meliputi kemampuan prasyarat, minat dan perhatian, motivasi, sikap, cara belajar, kebiasaan belajar, kesulitan belajar, fasilitas belajar yang dimiliki, hubungan sosial dengan teman sekelas, masalah belajar yang dihadapi, karakteristik dan kepribadian, kebutuhan belajar, identitas siswa dan keluarganya yang erat kaitannya deengan pendidikan di sekolah.
Komponen guru, yang meliputi penguasaan mata pelajaran, keterampilan mengajar, sikap keguruan, pengalaman mengajar, cara mengajar, cara menilai, kemauan mengembangkan profesinya, keterampilan berkomunikasi, kepribadian, kemauan dan kemampuan memberikan bantuan dan bimbingan kepada siswa, hubungan dengan siswa dan dengan rekan sejawatnya, penampilan dirinya, keterampilan lain yang diperlukan.
Komponen alat dan sumber belajar yang meliputi jenis alat dan jumlahnya, daya guna, kemudahan pengadaannya, kelengkapannya, manfaatnya bagi siswa dan guru, cara menggunakannya. Dalam alat dan sumber belajar ini termasuk media pembelajaran, alat peraga, buku sumber, laboratorium, dan perlengkapan belajar lainnya.
Komponen penilaian yang meliputi jenis alat penilaian yang digunaakan, isi dan rumusan pertanyaan, pemeriksaan dan interpretasinya, sistem penilaian yang digunakan, pelaksanaan penilaian, tindak lanjut hasil penilaian, pemanfaatan hasil penilaian, administrasi penilaian, tinggkat kesulitan soal, validitas dan reliabilitas soal penilaian, daya pembeda, frekuensi penilaian, dan perencanaan penilaian.
Komponen-komponen di atas saling berhubungan satu sama lain dan membentuk suatu sistem. Sebagai sistem sudah barang tentu setiap komponen memberikan iuran atau sumbangan bagi keberhasilan pembelajaran sesuai dengan fungsi masing-masing. Tujuan pembelajaran berfungsi dalam menentukan arah kegiatan pembelajaran sehingga dapat dijadikan patokan atau kriteria dalam menentukan keberhasilan pembelajaran. Bahan pembelajaran berfungsi memberi isi dan warna terhadap tujuan pembelajaran serta memberi petunjuk apa yang harus dilakukan oleh guru dan siswa. Siswa dan kegiatannya merupakan subjek sekaligus objek dalam pembelajaran. Guru dan kegiatannya sebagai arsitek dan sutradara sekaligus pelaku dalam pembelajaran. Dengan demikian, siswa dan guru menjadi prasyarat terrjadinya proses pembelajaran. Alat dan sumber pembelajaran berfungsi sebaagai penunjang dan daya dukung terjadinya keefektifan proses pembelajaran sehingga dapat mempermudah siswa belajar dan guru mengajar. Penilaian berfungsi sebagai alat untuk mengetahui efektif-tidaknya pembelajaran dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan sekaligus berfungsi sebagai bahan dalam memperbaiki tindakan pembelajaran selanjutnya.
Oleh sebab itu, penilaian setiap komponen bukan hanya keberadaannnya, tetapi juga keterkaitan aspek-aspek yang ada pada setiap komponen dan keterkaitan antarkomponen itu sendiri. Sebagai contoh, menilai aspek-aspek yang terdapat dalam komponen guru harus dilihat hubunggannya dengan komponen siswa, bahan, dan tujuan pembelajaran. Demikian pula menilai komponen penilaian tidak terpisahkan dari komponen tujuan, bahan, siswa, dan guru.
Penilaian terhadap proses pembelajaran menjadi tugas dan tangggung jawab guru, kepala sekolah, dan para pengawas dalam upayanya meningkatkan kualitas pendidikan, khususnya kegiatan pembelajaran, sekaligus dalam hubungannya dengan pembinaan para guru.
Setelah menentukan dimensi-dimensi penilaian proses, tahap berikutnya adalah menentukan kriteria, patokan, atau ukuran dalam penilaian proses pembelajaran. Kriteria ini penting sebagai tolok ukur keberhasilan proses pembelajaran. Telah dijelaskan di muka bahwa secara umum keberhasilan proses pembelajaran dapat dilihat dari efisiensi, keefekktifan, relevansi, dan produktivitas proses pembelajaran dalam mencapai tujuan-tujuan pembelajaran. Efisiensi berkenaan dengan pengorbanan yang relatif kecil untuk memperoleh hasil yang optimal. Keefektifan berkenaan dengan jalan, upaya, teknik, strategi yang digunakan dalam mencapai tujuan secara tepat dan cepat. Relevansi berkenaan dengan kesesuaian antara apa yang dilaksanakan dengan apa yang seharusnya diilaksanakan. Produktivitas berkenaan dengan pencapaian hasil, baik secara kualitatif maupun kuantitatif.

3. Pembelajaran IPA Berbantuan Animasi Komputer
3.1 Pengertian Pembelajaran Berbantuan Animasi Komputer
Komputer adalah mesin yang dirancang khusus untuk memanipulasi informasi yang diberi kode, mesin elektronik yang otomatis melakukan pekerjaan, perhitungan sederhana dan rumit. (Azhar Arsyad, 2006: 53). Menurut Oemar Hamalik (2005: 236) Komputer adalah suatu medium interaktif, dimana siswa memiliki kesempatan untuk berinteraksi dalam bentuk mempengaruhi atau mengubah urutan yang disajikan .
Seperti halnya dengan penggunaan sumber-sumber audio visual yang dapat meningkatkan motivasi, menyajikan informasi dan prakarsa melalui stimuli visual dan audio, komputer mempunyai nilai lebih karena dapat memberi pengalaman kinestetik kepada siswa melalui penggunaan keyboard komputer. Dalam kaitan membantu pembelajaran siswa, komputer dapat dimanfaatkan sebagai media yang dapat digunakan guru dalam membantu pembelajaran di kelas. Potensi media komputer dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan efektifitas proses pembelajaran. Jenis aplikasi teknologi berbantuan komputer dalam pembelajaran dikenal sebagai Computer Asissted Instruktion (CAI). Penggunaan komputer sebagai media pembelajaran mengikuti proses instruksional yaitu (1) merencanakan, mengatur, mengorganisasikan, dan menjadualkan pelajaran; (2) mengevaluasi siswa (tes); (3) mengumpulkan data mengenai siswa; (4) melakukan analisis statistik mengenai data pembelajaran; (5) membuat catatan perkembangan pembelajaran (kelompok atau perseorangan). (Azhar Arsyad, 2006: 96).
S. Nasution (2005 : 60) menjelaskan bahwa pengajaran dengan bantuan komputer atau Computer Assisted Instruction (CAI) adalah “pengajaran yang menggunakan komputer sebagai alat bantu”. Komputer itu dapat dilengkapi dengan tape recorder, earphones, layar televisi, dan sound serta dapat digunakan sebagai mesin belajar atau teaching machine.
Menurut Azhar Arsyad (2006: 32) bahwa ciri media pembelajaran berbantuan komputer adalah : (1) mereka dapat digunakan secara acak, nonsekuensial, atau secara linear, (2) mereka dapat digunakan berdasarkan keinginan siswa atau berdasarkan keinginan perancang/ pengembang sebagaimana direncanakannya, (3) biasanya gagasan-gagasan disajikan dalam gaya abstrak dengan kata, simbol, dan graftk, (4) prinsip-prinsip ilmu kognitif untuk mengembangkan media, (5) pembelajaran dapat berorientasi pada siswa dan melibatkan interaktivitas siswa yang tinggi.
Dari uraian tentang pendapat-pendapat di atas dapat disimpulkan yang dimaksud dengan kegiatan pembelajaran berbantuan komputer adalah kegiatan pembelajaran yang menggunakan komputer secara langsung sebagai alat bantu dalam penyampaian isi kegiatan pembelajaran.

3.2 Keunggulan dan Kelemahan Pembelajaran Berbantuan Animasi Komputer
3.2.1 Keunggulan
Menurut Azhar Arsyad (2006: 54) keunggulan komputer adalah : (1) komputer dapat mengakomodasi siswa yang lamban dalam menerima pelajaran, (2) komputer dapat merangsang siswa untuk mengerjakan latihan, melakukan kegiatan laboratorium atau stimulasi, (3) kendali berada ditangan siswa sehingga tingkat kecepatan belajar siswa dapat disesuaikan dengan tingkat penguasannya, (4) kemampuan merekam aktifitas siswa selama menggunakan suatu program pembelajaran secara perorangan dan perkembangan setiap siswa selalu dapat dipantau, (5) dapat berhubungan dengan, dan mengendalikan peralatan lain seperti compact disk, video tape, dan lain-lain dengan program pengendali dari komputer.
Menurut Kathleen Cotton (1991) keunggulan pembelajaran berbantuan komputer adalah :
The research base reviewed in preparation for this report indicates that:
- The use CAI as a supplement to conventional instruction produces higher achivement than use of convensional instruction alone.
- Research is inconclusive regarding the comparative effectiveness of convensional instruction alone and CAI alone.
- Computer-based education (CAI and othe computer applications) produce higther achievment than convensional instrucion alone.
(http://wwwnwrel.org/scpd/journal/vol4no3sirs/5/cu10.html
diambil tanggal 26 Agustus 2008).

Menurut S. Nasution (2005: 60) komputer dapat dilengkapi sehingga memperluas fungsinya misalnya dengan tape recorder, earphones, proyektor untuk slide dan film, layar televisi, dan keyboard dapat digunakan scbagai mesin belajar atau teaching machine serta dapat memberi macam-macam bantuan seperti : (1) menyimpan bahan pelajaran yang dapat dimanfaatkan kapan saja diperlukan, (2) memberi informasi tentang berbagai referensi dan sumber-sumber serta alat audio visual yang tersedia, (3) memberi informasi tentang ruangan belajar siswa-siswa dan tenaga pengajar, (4) memberi informasi tentang hasil belajar siswa, (5) menyarankan kegiatan belajar yang diperlukan siswa, menilai kembali pekerjaan siswa pada waktunya, dan memberi tugas baru untuk dikerjakan.
Selanjutnya Rob Philips (1997: 27) mengemukakan bahwa penggunakan komputer dalam kegiatan pembelajaran adalah :
If interactive multimedia not suitet to transmission of information, which is better handled by books and lectures, then the question is raised, what is interactive multimedia goodfor?
- Material which is hard to visualize such as microscopic processes
- Material which is three-dimensional. which can't easily be conveyed wilh traditional two-dimentional media such as books and whitehoards.
- Dynamic processes, where it is important to understand the relationships of moving objects.
- Material which has a broad context, where a number of ideas need to be linked to from an understanding of the whole, not just the parts.
- Simulations of expensive, dangerous or complex processes, where understanding may be hindered by the mechanical details of perfoming the process, or where there is no possibility of using the real equipment.

Penggunaan media berbantuan komputer tidak hanya untuk kegiatan pembelajaran mandiri saja, tetapi juga dapat untuk menyelesaikan masalah secara kelompok. Hal ini dijelaskan oleh Neo&Neo (http://ifets.icee.org/periodical/ vol14/2001/neo.html, diambil tanggal 27 Agustus 2008), yaitu :
The multimedia project in this course enabled the students to exercises their creative and critical thinking skills in solving their design and development problems, work collatoratively to gain team-based experience, and to face the real-life situation of' problem-solving. this is a student-centered learning approach which allows them to construct their own knowledge and understanding, and determine their own learning goals. The role of the teacher, on the otlter hand, changes from the “sage on the stage” to a “guide on the side”, assisting the students in the construction of their knowledge.

Jadi dapat disimpulkan bahwa media berbantuan komputer dapat membuat peserta didik melatih kemampuan berpikir kritis dan kreatif dalam memecahkan suatu permasalahan secara individu maupun kelompok. Hal ini juga merupakan pendekatan “student-centered learning” yang membiarkan peserta didik mempunyai pola pikirnya sendiri dalarn mencapai tujuan belajarnya. Di satu sisi peran guru juga berubah dari pemain utama menjadi pendamping dalam suatu pembelajaran.

3.2.2 Kelemahan
Kelemahan utama komputer adalah benda mati maka kemampuan komputer untuk mengembangkan ranah afektif murid diragukan. Kelemahan lainnya apabila rancangan pembelajaran berbantuan kompurer kurang baik akan membuat siswa semakin frustasi untuk belajar. Dari segi guru kelemahan utama adalah apabila pembelajaran berbantuan komputer dijadikan materi pembelajaran utama dikhawatirkan guru hanya menjadi semacam administrator dari mesin sehingga mengabaikan tanggungjawab untuk tatap muka dengan siswa.
Menurut Azhar Arsyad (2006: 55) kelemahan komputer adalah : (1) meskipun harga perangkat keras komputer cenderung menurun (murah), pengembangan perangkat lunaknya masih relatif mahal, (2) untuk menggunakan komputer diperlukan pengetahuan dan ketrampilan khusus tentang komputer, (3) keragaman model komputer (perangkat keras) sering menyebabkan progam (software) yang tersedia untuk satu model tidak cocok (kompatibel) dengan model lainnya, (4) program yang tersedia saat ini belum memperhitungkan kreativitas siswa sehingga hal tersebut tentu tidak akan dapat mengembangkan kreativitas siswa, (5) komputer hanya efektif bila digunkan oleh seorang atau beberapa orang dalam kelompok.
Dari kelemahan komputer tersebut maka perlu cara untuk mengatasinya. Beberapa cara mengatasi kelemahan komputer untuk dipakai sebagai media pembelajaran adalah: (1) guru meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan tentang komputer, (2) sekolah mengusahakan untuk kerjasama dengan perusahaan komputer dalam hal keringanan harga, perancangan program yang merangsang kreatifitas siswa, dan (3) guru tidak boleh hanya mengandalkan komputer dalam melaksanakan tugas kegiatan pembelajaran.
Dari uraian tentang pendapat - pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa keunggulan pembelajaran dengan menggunakan media berbantuan komputer adalah merangsang siswa untuk belajar aktif dan kreatif dengan melakukan sendiri sesuai dengan petunjuk penggunaan produk. Kelemahan pembelajaran dengan menggunakan media berbantuan komputer adalah pengembangan perangkat lunak relatif mahal, kurang dapat mengembangkan ranah afektif siswa, dan belum dapat terjangkau oleh sekolah secara keseluruhan. Walaupun PBK terdapat kelernahan namun lebih banyak keunggulannya.

3.2.3 Format Penyajian Pembelajaran Komputer
Ada empat jenis format penyajian pembelajaran dengan bantuan komputer yaitu : (1) latihan dan praktek (2) tutorial, (3) simulasi, (4) pengajaran dengan instruksi komputer (computer managed instruction). (Oemar Hamalik 2005: 237). Menurut Azhar Arsyad (2006: 158) bahwa dilihat dari situasi belajar dimana komputer digunakan untuk tujuan menyajikan isi pelajaran, CAI bisa berbentuk tutorial, drills and practices, simulasi dan permainan instruksional.
Menurut Budi Setiyono (2006: 2) bahwa jenis aplikasi CAI adalah (1) latihan dan praktek (drills and practice), (2) penjelasan (tutorial), (3) diagnosis, (4) simulasi. Diagnosis adalah mengoreksi hasil evaluasi yang diberikan oleh pemakai setelah menjawab pertanyaan yang diajukan oleh siswa. Dari ketiga pendapat tersebut di atas dapat disimpulkan hahwa format pembelajaran komputer adalah tutorial, drill and practice, simulasi, dan permainan dalam kegiatan pembelajaran.
a. Tutorial
Menurut Azhar Arsyad (2006: 158) program pembelajaran tutorial dengan berbantuan komputer meniru sistem tutor yang dilakukan oleh guru atau instruktur. Inromasi atau pesan berupa suatu konsep disajikan di layar komputer dengan teks, gambar, atau grafis. Apabila siswa telah dapat membaca, menginterpretasi, dan menyerap konsep, komputer akan melanjutkan penyajian informasi atau konsep berikutnya dan jika jawaban salah, komputer dapat kembali ke informasi konsep sebelumnya atau pindah ke salah satu dari beberapa penyajian informasi konsep remedial. Perpindahan ke salah satu konsep remedial ditentukan oleh jenis kesalahan yang dibuat siswa.
Program tutorial, memperkenalkan materi pelajaran baru kepada siswa kemudian ditindaklanjuti dengan latihan dan praktek. Program ini menyediakan tes awal dan tes akhir berkenaan dengan rnateri pelajaran (Oemar Hamalik: 2005: 238)
b. Driil and Practice
Jenis latihan dan praktek sangat banyak digunakan di kelas, program-program menyajikan masalah-masalah dan siswa merespon dengan cara memilih diantara respon-respon yang tersedia. Komputer akan menunjukkan apakah respon itu benar atau salah.
c. Simulasi
Program simulasi dengan bantuan komputer mencoba untuk menyamai proses dinamis yang terjadi di dunia nyata, misalnya siswa menggunakan komputer untuk mensimulasikan menerbangkan pesawat terbang. Simulasi adalah suatu jenis aplikasi. Computer Assisted Instruction (CAI) dimana simulasi menyajikan suatu permainan yang sifatnya menghibur (Budi Setiyono: 2006: 3)
d. Permainan dalam kegiatan Pembelajaran
Program permainan yang dirancang dengan baik dapat memotivasi siswa dan meningkatkan pengetahuan dan keterampilannya. Permainan pembelajaran yang berhasll menggabungkan aksi-aksi permainan video dan keterampilan mengetik pada komputer.

B. Kajian Penelitian yang Relevan
Penelitian yang dilakukan oleh Dian Natal Kurnianto dengan judul Pengembangan Sumber Belajar Sains Berbantuan Komputer untuk Siswa Sekolah Dasar. Tesis Program pascasarjana Universitas Negeri Yogyakarta, 2005 menunjukkan bahwa ada hasil pembelajaran dengan menggunakan komputer sekolah dasar adalah baik dan sumber belajar berbantuan komputer yang peneliti kembangkan juga baik.
Penelitian yang dilakaukan oleh Literzet Sobri dengan judul Efektifitas Pembelajaran Fisika dengan Menggunakan Media Komputer, Media Audio Visual dan Sistem Konvensional terhadap Prestasi Belajar Fisika ditinjau dari Kemampuan Konkret dan Abstrak. Tesis Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta, 2004. Menunjukkan bahwa proses pembelajaran dengan menggunakan media komputer lebih efektif dari pada proses pembelajaran dengan menggunakan media audiovisual dan lebih efektif dari pada proses pembelajaran dengan sistem konvensional.
Penelitian yang dilakukan oleh Syahrial dengan judul Penggunaan Media Animasi Komputer untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep dan Keterampilan Proses Sains Siswa pada Pembelajaran Larutan Elektrolit dan Non Elektrolit. Tesis Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia, 2007. menunjukkan bahwa penggunaan media komputer dapat meningkatkan pemahaman konsep siswa dan dapat mengembangkan keterampilan proses sains siswa.

C. Kerangka Pikir
Pendidikan IPA merupakan mata pelajaran yang bersifat teoritis dan praktis, teoritis karena dalam pembelajaran mengandung konsep-konsep dan prinsip, sedangkan praktis artinya mengandung pembuktian-pembuktian melalui praktik di laboratorium maupun dengan menggunakan media pembelajaran.
Pembelajaran IPA tidak hanya berorientasi pada hasil belajar saja akan tetapi hasil belajar adalah merupakan hasil dari proses pembelajaran. Salah satu faktor penting yang menentukan keberhasilan peserta didik dalam proses pembelajaran adalah dengan menggunakan media animasi berbantuan komputer. Oleh karena dalam proses pembelajaran IPA fungsi media begitu penting untuk mengkongkritkan materi pembelajaran maka diperlukan suatu media pembelajaran, dalam hal ini lebih difokuskan pada media berbantuan animasi komputer sebagai menunjang proses pembelajaran.
Hal ini tentunya, memberikan manfaat bagi guru dan sekolah, terutama oleh siswa. Media pembelajaran berbantuan animasi komputer adalah media pembelajaran yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan dari pengirim ke penerima sehingga dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan minat serta perhatian siswa sehingga proses belajar terjadi.
Kemampuan seorang guru IPA dalam pembelajaran dengan menggunakan media berbantuan animasi komputer diharapkan dapat membantu meningkatkan kualitas proses pembelajaran dan meningkatkan prestasi belajar siswa, meningkatkan kemampuan siswa, meningkatkan daya serap siswa dalam proses pembelajaran sains.
Dengan demikian dalam mengimplementasi media animasi berbantuan komputer di Madrasah Ibtidaiyah Negeri Kota Gorontalo, maka proses pembelajaran IPA diharapkan dapat membuat siswa memahami konsep dan prinsip IPA secara langsung, dengan media pembelajaran berbantuan animasi komputer siswa akan lebih mudah memahami dan mengingat materi pelajaran yang diberikan, sehingga tujuan pembelajaran IPA dapat dengan mudah tercapai sesuai dengan standar kompetensi dan kompetensi dasar yang direncanakan dan siswa dapat lebih efektif dalam mengikuti kegiatan pembelajaran IPA melalui metode dan strategi yang disesuaikan dengan kegiatan pembelajaran. Keefektifan proses pembelajaran dengan menggunakan media pembelajaran berbantuan animasi komputer dapat diterapkan dengan benar, aktifitas siswa dalam proses pembelajaran akan berjalan dengan lancar dan hasil belajar siswa meningkat.
Pembelajaran IPA dengan menggunakan media berbantuan komputer di MIN Kota Gorontalo, diharapkan dapat diaplikasikan dengan maksimal, sehingga mengakibatkan proses pembelajaran dapat mencapai hasil belajar peserta didik sebagaimana yang diharapkan di atas.

D. Pertanyaan Penelitian
Dalam penelitian ini yang menjadi fokus penelitian adalah “bagaimana implementasi proses pembelajaran IPA menggunakan media animasi berbantuan komputer di MIN Kota Gorontalo”. Selanjutnya pokok masalah ini akan dijabarkan ke dalam sub-sub masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana proses pembelajaran IPA menggunakan media animasi berbantuan komputer di MIN Kota Gorontalo?.
2. Apakah proses pembelajaran IPA dengan menggunakan media animasi berbantuan komputer di MIN Kota Gorontalo dapat meningkatkan ketrampilan berpikir siswa?.
3. Apa faktor penghambat dan pendukung dalam proses pembelajaran IPA menggunakan media animasi berbantuan komputer di MIN Kota Gorontalo?.




BAB III
Metode Penelitian

A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis kualitatif. Menurut John W. Creswell yang dikutip oleh Hamid Patilima, penelitian kualitatif adalah ; “sebuah proses penyelidikan untuk memahami masalah sosial berdasarkan pada penciptaan gambar holistik yang dibentuk dengan kata-kata, melaporkan pandangan informan secara terperinci dan disusun dalam sebuah latar ilmiah”. Selanjutnya, Bogdan dan Taylor, mendefinisikan penelitian kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan pelaku yang diamati.
Secara spesifik, tesis ini menggunakan pendekatan kualitatif fenomenologis naturalistik karena memungkinkan penulis melakukan penghayatan/pemaknaan terhadap gejala-gejala/fenomena yang terjadi didalam suatu lembaga pendidikan, atau berusaha memahami dan menafsirkan makna suatu peristiwa interaksi tingkah laku antar para pengelola pendidikan dalam situasi penyelenggaraan pendidikan, baik menurut persfektif peneliti sendiri (etic) maupun dari sumber data (emic). Pemahaman fenomena ini dilaksanakan dalam situasi yang wajar dan natural (keaadaan tanpa disetting sebelumnya atau alami sebagaimana adanya).
Adapun gejala-gejala yang dimaknai peneliti meliputi keseluruhan situasi sosial yang diteliti yang mencakup aspek tempat (place), pelaku (actor) dan aktivitas (activity) yang beriteraksi secara holistik. Situasi sosial di sekolah berarti dalam kelas adalah ruang kelas, guru-siswa, serta aktivitas proses belajar mengajar. Dengan kata lain, mencakup seluruh pandangan, fikiran, sikap dan perasaan para subjek penelitian (para informan), dan juga meliputi data dokumen sekolah yang diobservasi. Gejala-gejala tersebut dipahami/dihayati sebagai satu kesatuan yang utuh, satu sama lain saling memilki keterkaitan, keterhubungan dan saling mempengaruhi, sehingga data yang diteliti bersifat holistik dan integralistik. Kemudian setelah dilakukan pencandraan, data yang telah terkumpul, peneliti dapat gambarkan (ceritakan) dalam bentuk uraian/kata-kata yang disusun menurut sistematika penelitian ilmiah.
Perhatian utama dalam penelitian ini adalah implementasi proses pembelajaran IPA dengan menggunakan media animasi berbantuan komputer kelas V MIN Kota Gorontalo. Dalam pemecahan masalah peneliti langsung menggunakan deskripsi, yaitu memaparkan gejala yang ada dan melaporkannya dengan kata-kata maupun simbol-simbol yang sesuai dengan gejala tersebut. Dengan penelitian ini peneliti berusaha mengungkap gejala yang ada dan menganalisis terhadap aspek yang ada mengenai implementasi proses pembelajaran IPA dengan menggunakan media animasi berbantuan komputer.

B. Tempat dan waktu penelitian
1. Tempat Penelitian
Dalam penelitian ini yang menjadi tempat atau lokasi penelitian adalah di Madrasah Ibtidaiyah Negeri Kota Gorontalo.
2. Waktu Penelitian
Waktu penelitian dimulai sejak pengajuan proposal sampai terselesaikannya penyusunan laporan, diprediksikan membutuhkan waktu selama 6 bulan, terhitung oktober 2008 – maret 2009
Penentuan ini mengikuti prosedur penelitian kualiatif, yang mana untuk menjaga keabsahan data diperlukan waktu penelitian yang cukup lama, namun meski demikian waktu penelitian dapat dilakukan secara singkat atau tidak lama jika data sudah dianggap memadai dan jenuh.

C. Subjek dan Objek Penelitian
- Subjek penelitian
Subjek penelitian ini adalah Guru dan siswa kelas V MIN Kota Gorontalo TP 2008/2009
- Objek Penelitian
Objek penelitian ini adalah implementasi media animasi berbantuan komputer serta keseluruhan situasi sosial. Situasi sosial tersebut, dinyatakan sebagai objek penelitian yang ingin difahami secara lebih mendalam “apa yang terjadi” di dalamnya, dalam hal ini kegiatan pembelajaran IPA. Pada situasi sosial atau objek penelitian ini peneliti dapat mengamati secara mendalam.
Subjek dan objek penelitian tersebut diambil dengan pertimbangan waktu, tenaga, dan dana. Disamping itu peneliti berasal dari daerah tersebut.

D. Teknik dan Instrumen Pengumpul Data
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan trianggulasi dengan berusaha menyeleksi fenomena yang relevan degan permasalahan penelitian, untuk teknik pengumpulan data yang digunakan adalah observasi awal, pengamatan, wawancara mendalam, dan dokumentasi. Metode yang dipakai dalam penelitian ini diuraikan sebagai berikut:
1. Observasi
Untuk mengawali membangun hubungan yang baik dengan subjek yang diteliti (rappot), peneliti melakukan observasi awal. Observasi awal diperlukan untuk memperoleh pengetahuan awal mengenai masalah yang akan diteliti juga guna memperoleh gambaran awal mengenai situasi dan kondisi tempat penelitian.
Disamping itu, kegiatan observasi yang dilakukan adalah mengamati gejala-gejala yang ada dalam kegiatan pembelajaran IPA khususnya kegiatan pembelajaran yang menggunakan media animasi berbantuan komputer. Dalam hal ini kegiatan pengamatan di komparasikan dengan melakukan wawancara, mendengarkan, merasakan, dan dalam batas-batas tertentu mengikuti kegiatan-kegiatan yang dilakukan dalam kegiatan pembelajaran tersebut.
2. Wawancara
Wawancara dalam penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pendapat/pandangan, sikap dan perasaan dari para subjek penelitian.
Wawancara dilakukan secara mendalam pada informan kunci (key informan), kemudian tahapam selanjutnya secara porpusive sampling, yang seperti snowball sampling). Jika informasi yang diteliti tidak ditemukan lagi pertentangan-pertentangan, variansi informasi atau signifikansi informasi untuk menambah informasi. Maka data dianggap pada taraf ketuntasan (mastery) atau jenuh (redundancy).
3. Dokumentasi
Teknik dokumenter merupakan cara untuk mengumpulkan data yang meliputi benda-benda tertulis yang berupa arsip-arsip, surat keputusan yang berhubungan dengan masalah yang diteliti.

E. Keabsahan Data
Untuk menetapkan keabsahan data diperlukan kriteria pemeriksaan data dengan dipandang dari kriteria derajat kepercayaan (credibility). Hal ini dilakukan untuk menjaga kredibilitas hasil penelitian yang dilakukan.
Untuk menjaga kredibilitas hasil penelitian ini dapat dilakukan validasi sebagai berikut: (1) trianggulasi, (2) member check, dan (3) pendapat para ahli.
1. Trianggulasi
Dalam konteks penelitian ini, proses triangulasi dengan menggunakan trianggulasi sumber, ini dapat dilaksanakan dengan cara: (1) membandingkan data hasil wawancara, (2) membandingkan apa yang dikatakan orang di depan umum dengan apa yang dikatakan secara pribadi, (3) membandingkan apa yang dikatakan orang-orang tentang situasi penelitian dengan apa yang dikatakannya sepanjang waktu, (4) membandingkan keadaan dan prespektif seseorang dengan berbagai pendapat lainnya, (5) membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen yang berkaitan.
2. Member Check
Member check dilakukan setelah membuat trasnkip wawancara atau setelah membuat catatan lapangan dari pengamatan, serta menelaah isi dokumen. Transkip wawancara dan telaah dokumen tersebut dideskripsikan, diinterpretasi-kan, untuk kemudian diberi pemaknaan secara tertulis. Langkah selanjutnya data tersebut dikembalikan kepada sumbernya untuk diperiksa kebenarannya, dan ditanggapi, kalau diperlukan peneliti bisa mengambil data tambahan baru untuk melengkapi data yang sudah terkumpul.
Pelaksanaan teknik member check ini dilakukan setelah data ditulis, diringkas, dan dibuat alur apabila berkaitan dengan proses penyelenggaraan aktivitas tertentu.

3. Pendapat Para Ahli
Validasi dalam bentuk pendapat para ahli dapat dilakukan dengan cara meminta pendapat para ahli atau pakar yang kompeten. Dalam konteks penelitian ini, peneliti menempatkan pembimbing sebagai ahli dan juga bisa para dosen senior di lingkungan Perguruan Tinggi, yang dimintai pendapatnya tentang hasil dan temuan peneliti.

F. Teknik Analisis Data
Data yang berupa hasil wawancara serta data yang berupa dokumentasi menggunakan model interaktif. Model ini digunakan mengingat data dari wawancara berupa data kualitatif. Dari hasil observasi yang berupa dokumen adalah data campuran antara kualitatif dan kuantitatif yaitu berupa angka-angka dan pernyataan, oleh karena itu analisis dilakukan melalui tiga alur kegiatan yaitu; reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan .
Kegiatan analisis dilakukan secara interaktif antara peneliti dengan subjek penelitian pada saat penelitian berlangsung sebagai suatu proses siklus. Proses ini merupakan proses analisys episodes. Analisis data merupakan proses yang terus menerus dengan pola-pola keteraturan, penjelasan-penjelasan, sedangkan proposisi muncul dari peneliti. Dalam siklus tersebut, aktivitas peneliti bergerak dengan komponen analisis dan pengumpulan data selama proses berlangsung. Kemudian peneliti bergerak diantara bagian reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Reduksi data dilakukan dengan mengklarifikasi data yang sejenis dan melakukan modifikasi. Penyajian data, dilakukan dengan mendeskrepsikan data yang sudah diklarifikasikan sesuai dengan pokok permasalahan. Penarikan kesimpulan sebenarnya sudah dilakukan bersama reduksi data dan penyajian data. Bila kesimpulan masih kurang mantap, peneliti melakukan pengumpulan data kembali untuk mencari pendukung pembuatan kesimpulan dan sekaligus pendalaman yang ditemukan dilokasi penelitian.
Kegiatan analisis data dalam penelitian ini dibagi menjadi tiga alur kegiatan yang terjadi secara bersamaan yaitu:
1. Reduksi data.
Reduksi data yakni proses pemilihan, pemusatan, perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan, dan transformasi data “kasar” yang muncul dari catatan-catatan tertulis dilapangan.
2. Penyajian data
Kegiatan analisis kedua dalam penelitian ini dibatasi pada “penyajian” sebagai sekumpulan informasi tersusun yang memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan.
3. Penarikan kesimpulan/verifikasi
Kegiatan analisis ketiga dalam penelitian ini adalah penarikan kesimpulan, dan verifikasi. Dari permulaan pengumpalan data, peneliti mencari arti benda-benda mencatat keterurutan, pola-pola, penjelasan, konfigurasi-konfigurasi yang mungkin, alur sebab akibat, dan proposisi.
DAFTAR PUSTAKA

Anselm Strauss dan Juliet Corbin (2007). Basics Of Qualitative Research Grounded Theory Procedures and Tekhniques. Terjemahan Muh. Shodiq & Imam Muttaqien. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Arief Sadiman. dkk. (1996), Media Pendidikan, Pengertian, Pengembangan dan Pemanfaatannya. Jakarta: Raja Grafindo Persada
Azhar Arsyad. (2006). Media Pembelajaran. Jakarta. PT Radja Grafindo Perkasa
Crain, William. (1980:2) Teories Of Devolepment, Concept and Aplications. 3rd Edition. Terjemahan: Yudi Santoso, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Dakir. 2004. Perencanaan dan Pengembangan Kurikulum. Jakarta, Rineka Cipta.
Depdiknas RI. 2003. UU RI Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, Jakarta, Biro Hukum dan Organisasi Sekjen Depdiknas.
Dewey, J. 1916. Democracy and education. New York: The Macmillan Company
Dian Natal Kurnianto. (2005). Pengembangan Sumber Belajar Sains Berbantuan Komputer untuk Siswa Sekolah Dasar. Tesis Magister, Tidak diterbitkan Yogyakarta: Program pascasarjana Universitas Negeri Yogyakarta
Djohar, 2006, Pengembangan pendidikan nasional, menyongsong masa depan, CV. Grafika Indah, Yogyakarta.
E. Mulyasa. (2002) Managemen Berbasis Sekolah, Bandung, PT. Remaja Rosdakarya.………(2006) Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, Bandung: Remaja Rosda Karya
Hamid Patilima. (2001). Metode Penelitian Kualitatif, Jakarta. PT Radja Grafindo Perkasa
Haryanto. (2007). Sains Untuk Sekolah Dasar Kelas V. Jakarta: Erlangga
Hilgrad E.R. (1948) Theories of Learning. New York, Apleton Century.
Ibrahim Bafadal, (2006). Manajemen Peningkatan Mutu Sekolah Dasar dari Sentralisasi menuju Desentralisasi. Jakarta: PT. Bumi Aksara
John M. Echols dan Hasan Shadily. (1998). Kamus Inggris – Indonesia, Jakarta, PT. Gramedia.
Kathleen, C. (1991). Computer Assisted Instruction. Diambil tanggal 26 Agustus 2008. http: //wwwnwrel.org
Khaerudin, dkk. (2007). Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Konsep dan Implementasinya di Madrasah, Yogyakarta: MDC semarang kerjasama dengan Pilar Media
Literzet Sobri. (2004). Efektifitas Pembelajaran Fisika dengan Menggunakan Media Komputer, Media Audio Visual dan Sistem Konvensional terhadap Prestasi Belajar Fisika ditinjau dari Kemampuan Konkret dan Abstrak. Tesis Magister, Tidak diterbitkan. Surakarta: Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret.
Miles & Huberman (1992). Qualitative Data Anayisis. Terjemahan Tjejep Rohindi Rohidi. Jakarta: UI-Press
Mills. C.A. (1979), Theaching science and the secondary school. Amerika. Meriil Publising Company
Mudhoffir, (1986). Prinsip-prinsip Pengelolaan Pusat Sumber Belajar, Bandung, Remadha Karya CV. Bandung.
Nana Sudjana & Ahmad Rivai. (2001). Media Pengajaran. Bandung, Sinar Baru Algensindo Offset.
Nana Sudjana. (2007). Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: PT Remaja Rosdakarya
S. Nasution. (2005). Teknologi Pendidikan. Bandung: Jemmars
Neo & Neo. (2001). Teaching Computer To Teach. , diambil tanggal 27 Agustus 2008. http://ifets.icee.org/periodical/ vol14/2001/neo.html
Oemar Hamalik. (1985). Media Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara
……….(2001). Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara.
Pata Bundu. (2006). Penilaian Keterampilan Proses Sains dan Sikap Ilmiah dalam Pembelajaran Sains – SD. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional
Ratna Willis Dahar. (1988). Teori-Teori Belajar. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
Rob Philiph (1997). Instructional media and Technology. diambil tanggal 26 Agustus 2008. http:// wwwnwrel.org
Spears. H, (1955). Principles of Teaching. New York, Printice Hall.
Sri Harmi. (2007). Jendela IPA untuk SD/MI Kelas V Jilid 2B. Solo: Tiga Serangkai.
Subiyanto. (1988). Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam. Jakarta : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
Sudjoko. (1983). Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
Sumaji, Dkk. (1998). Pendidikan Sains yang Humanis, Yogyakarta: Kanisius.
Sund, RB., & Trowbridge, L.W. (1973) Teaching science by inquiry in the secondary school 2nd ed. Colorado: Univercity of Northern
Syahrial. (2007). Penggunaan Media Animasi Komputer untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep dan Keterampilan Proses Sains Siswa pada Pembelajaran Larutan Elektrolit dan Non Elektrolit. Tesis Magister, Tidak diterbitkan. Bandung: Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia.
Tim Jurnal Pendidikan, 1992, Profesionalisasi Tenaga Kependidikan, Bandung, PT. Remaja Rosdakarya.
Tim Revisi PPs UNY. (2008). Pedoman Tesis dan Disertasi Program Pascasarjana UNY. Edisi Tahun 2008. Yogyakarta: Program Pascasarjana UNY.
Tim SEQIP. (2002). Buku IPA Guru Kelas V. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional (SEQIP)
Usman Samatowa. (2004). Bagaimana Membelajarkan Sains di Sekolah Dasar. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional, Dirjen Dikti Direktrorat Ketenagaan.
Walpole, Brenda. (1998). 175 Science Experiment to Amuze and Amaze Your Friend. New York Random House.
Weisz, S.F. (1969). Science and common sense. New Haven: Yale University Press
Witherington, (1982). Tehnik-tehnik Belajar Mengajar, Bandung, Jemmars
Woolfolk dan Nicolich (1984). Primary Science. The challengge of the Clevedon. Multilingual. LTD
Wuryadi. (2007). Materi Kuliah Filsafat Ilmu Mahasiswa PPS UNY Konsentrasi Sains. Yogyakarta, PPS UNY








Budi Setiyono. (2006)
Depdikbud (1994: 5)






















Teknik dan Analisis Data
Mendasar pada uraian tersebut, pelaksanaan trianggulasi sumber yang dilaksanakan dalam penelitian ini dapat diilustrasikan sebagai berikut: pada suatu ketika peneliti memperoleh data tentang visi dan misi madrasah dari seseorang guru senior. Sedangkan teknik yang digunakan untuk mengungkap data tersebut adalah dengan teknik wawancara. Dalam trianggulasi ini peneliti tidak berhenti dengan memperoleh data tersebut dari hasil wawancara dengan guru senior tersebut, tetapi data tersebut dilacak lagi dengan mengadakan observasi partisipan aktivitas para guru lainnya, untuk mengetahui seberapa jauh visi dan misi pesantren tersebut disosialisasikan oleh pimpinan madrasah kepada elemen yang ada di madrasah.
Proses trianggulasi tidak terhenti sampai di situ, tetapi peneliti mencoba melacak ke dokumen resmi yang ada di madrasah, apakah visi dan misi madrasah telah dirumuskan dalam bentuk tulisan. Bahkan wawancara pun dilakukan terhadap pengurus dan anggota komite madrasah.
Selanjutnya dari hasil proses trianggulasi terdapat data yang di dapat dari tangan pertama, ternyata sama dengan hasil wawancara dengan para guru, komite madrasah, dan bahkan sama pula dari hasil prilaku hasil pengamatan (observasi) dan dokumen tertulis yang terkait dengan hal itu, barulah seorang peneliti kualitatif meyakini bahwa “apa yang dikemukakkan itu merupakan data yang akurat dan terpercaya”.


Penilaian Hasil Belajar

Beberapa kriteria yang bisa digunakan dalam menilai proses pembelajaran antara lain adalah sebagai berikut:
a) Konsistensi kegiatan pembelajaran dengan kurikulum
Kurikulum adalah program pembelajaran yang telah ditentukan sebagai acuan apa yang seharusnya dilaksanakan. Keberhasilan proses pembelajaran dilihat sejauh mana acuan tersebut dilaksanakan secara nyata dalam bentuk dan aspek-aspek:
- tujuan-tujuan pembelajaran,
- bahan pembelajaran yang diberikan,
- jenis kegiatan yang dilaksanakan,
- cara melaksanakan setiap jenis kegiatan,
- peralatan yang digunakan untuk masing-masing kegiatan, dan
- penilaian yang digunakan untuk setiap tujuan.
b) Keterlaksanaannya oleh guru
Dalam hal ini adalah sejauh mana kegiatan dan program yang telah direncanakan dapat dilaksanakan oleh guru tanpa mengalami hambatan dan kesulitan yang berarti. Dengan demikian, apa yang direncanakan dapat diwujudkan sebagaimana harusnya. Keterlaksanaan ini dapat dilihat dalam hal:
- mengondisikan kegiatan belajar siswa;
- menyiapkan alat, sumber, dan perlengkapan belajar;
- waktu yang disediakan untuk kegiatan pembelajaran;
- memberikan bantuan dan bimbingan belajar kepada siswa;
- melaksanakan penilaian proses dan hasil belajar siswa;
- menggeneralisasikan hasil pembelajaran saat itu dan tindak lannjut untuk kegiatan pembelajaran berikutnya.
c) Keterlaksanaannya oleh siswa
Dalam hal ini dinilai sejauh mana siswa melakukan kegiatan belajar sesuai dengan program yang te1ah ditentukan guru tanpa mengalami hambatan dan kesulitan yang berarti. Keterlaksanaan oleh siswa dapat diliihat dalam hal;
- memahami dan mengikuti petunjuk yang diberikan guru
- semua siswa turut serta melakukan kegiatan belajar
- tugas-tugas belajar dapat diselesaikan sebagaimana mestinya
- memanfaatkan semua sumber belajar yang disediakan guru
- mengusai tujuan-tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan guru
d) Motivasi belajar siswa
Keberhasilan proses pembelajaran dapat dilihat dalam motivasi belajar yang ditunjukan oleh para siswa pada saat melaksanakan kegiatan pembelajaran. Hal ini dapat dilihat dalam hal;
- minat dan perhatian siswa terhadap pelajaran
- semangat siswa untuk melakukan tugas-tugas belajarnya
- tanggung jawab siswa dalam mengerjakan tugas-tugas belajarnya
- reaksi yang ditunjukan siswa terhadap stimulus yang diberikan guru
- rasa senang dan puas dalam mengerjakan tugas yang diberikan
e) Keaktifan para siswa dalam kegiatan belajar
Penilaian proses pembelajaran terutama adalah melihat sejauh mana keaktifan siswa dalam mengikuti proses pembelajaran. Keaktifan sisswa dapat dilihat dalam hal:
- turut serta dalam melaksanakan tugas belajarnya,
- terlibat dalam pemecahan masalah,
- bertanya kepada siswa lain atau kepada guru apabila tidak memahami persoalan yang dihadapinya,
- berusaha mencari berbagai informasi yang diperlukan untuk pemecahan masalah,
- melaksanakan diskusi kelompok sesuai dengan petunjuk guru,
- menilai kemampuan dirinya dan hasil-hasil yang diperolehnya,
- melatih diri dalam memecahkan soal atau masalah yang sejenis, kesempatan menggunakan atau menerapkan apa yang telah diperolehnya dalam menyelesaikan tugas atau persoalan yang dihadapinya.
f) Interaksi guru-siswa
Interaksi guru-siswa berkenaan dengan komunikasi atau hubungan timbal-balik atau hubugan dua arah antara siswa dan guru dan atau siswa dengan siswa dalam melakukan kegiatan pembelajaran. Hal ini dapat dilihat dalam:
- tanya jawab atau dialog antara guru dengan siswa atau antara siswa dengan siswa;
- bantuan guru terhadap siswa yang mengalami kesulitan belajar, baik secara individual maupun secara kelompok;
- dapatnya guru dan siswa tertentu dijadikan sumber belajar; senantiasa beradanya guru dalam situasi belajar-mengajar sebagai faasilitator belajar;
- tampilnya guru sebagai pemberi jalan ke luar manakala siswa menghadapi jalan buntu dalam tugas belajarnya;
- adanya kesempatan mendapat umpan balik secara berkesinambunggan dari hasil belajar yang diperoleh siswa.
g) Kemampuan atau keterampilan guru mengajar
Keterampilan atau kemampuan guru mengajar merupakan puncak keahhlian guru yang profesional sebab merupakan penerapan semua kemampuan yang telah dimilikinya dalam hal bahan pembelajaran, komunikasi dengan siswa, metode mengajar, dll. Beberapa indikator dalam menilai kemampuan ini antara lain adalah:
- menguasai bahan pelajaran yang disampaikan kepada siswa,
- terampil berkomunikasi dengan siswa,
- menguasai kelas sehingga dapat mengendalikan kegiatan siswa,
- terampil menggunakan berbagai alat dan sumber belajar,
- terampil mengajukan pertanyaan, baik lisan maupun tulisan.
h) Kualitas hasil belajar yang dicapai oleh siswa
Salah satu keberhasilan proses pembelajaran dilihat dari hasil belajar yang dicapai oleh siswa. Dalam hal ini aspek yang dilihat antara lain adalah:
- perubahan pengetahuan, sikap, dan perilaku siswa setelah menyelesaikan pengalaman belajarnya;
- kualitas dan kuantitas penguasaan tujuan instruksional oleh para siswa;
- jumlah siswa yang dapat mencapai tujuan instruksional minimal 75 dari jumlah (instruksional) yang harus dicapai;
- hasil belajar tahan lama diingat dan dapat digunakan sebagai dasar dalam mempelajari bahan berikutnya.

Kriteria yang telah dijelaskan di atas paling tidak dapat dijadikan peganggan oleh para penilai proses pembelajaran agar upaya memperbaiki proses pembelajaran dapat ditentukan lebih lanjut. Dari kriteria tersebut penilai dapat melihat bagian-bagian mana yang telah dicapai dan bagian-bagian mana yang belum dicapai untuk kemudian dilakukan tindakan dan upaya memperbaikinya.
Sekalipun kriteria tersebut masih umum sifatnya, para penilai dapat dengan mudah mengembangkan dan menjabarkannya lebih lanjut sesuai dengan bidang studi atau mata pelajaran yang diberikan atau diajarkannnya. Hal ini penting mengingat setiap mata pelajaran atau bidang studi memiliki beberapa karakteristik tertentu, baik dalam hal tujuan, bahan, metode mempelajarinya, maupun sistem penilaiannya.

2 komentar:

  1. pa khabar, mana tulisan yang lain. ditunggu ya

    BalasHapus
  2. one of ispiration wraiting my thesis , thank youn so much

    BalasHapus