Senin, 26 Januari 2009

Learning And Assesing Science Proces Skill

ASSESSING SCIENCE PROCESS SKILL
Oleh :
Herson Anwar
Abstrak
Tulisan ini bertujuan untuk: menggambarkan bagaimana mengukur/menilai ketrampilan proses sains yang dibelajarkan di sekolah/madrasah. Keterampilan proses sains adalah semua keterampilan yang diperlukan untuk memperoleh, mengembangkan dan menerapkan konsep-konsep, prinsip-prinsip, hukum-hukum, dan teori-teori sains baik berupa ketrampilan mental, dan fisik maupun ketrampilan sosial.
Penilaian ketrampilan proses sains mengacu pada sejauh mana siswa mengalami perubahan dalam kemampuan proses keilmuan yang terdiri atas ketrampilan proses dasar dan ketrampilan proses terintegrasi. Dalam tulisan ini lebih ditekankan pada ketrampilan proses dasar yakni; ketrampilan mengamati, menggolongkan, menghitung, meramalkan, menyimpulkan, mengkomunikasikan.
Dalam tulisan ini juga akan memberikan gambaran tentang tujuan pengajaran sains sebagai proses yakni untuk meningkatkan keterampilan berpikir siswa, sehingga siswa bukan hanya mampu dan terampil dalam bidang psikomotorik, melainkan juga bukan sekedar ahli menghafal, tetapi keseimbangan semua aspek baik kognitif, afektif maupun psikomotorik.

Kata kunci: mengukur/menilai dan ketrampilan proses sains


PENDAHULUAN
Sains adalah salah satu mata pelajaran utama dalam kurikulum pendidikan di Indonesia. Sains adalah mata pelajaran yang dianggap sulit oleh sebagian besar peserta didik, mulai dari jenjang Sekolah Dasar sampai Sekolah Menengah Atas, dan mutu pendidikan sains di Indonesia, ditinjau dari perolehan UN masih memprihatinkan. Semakin tinggi jenjang pendidikan, maka perolehan rata-rata UN sains siswa menjadi semakin kecil. Hal ini tentunya sangat memprihatinkan, walaupun telah banyak upaya yang dilakukan, baik oleh pemerintah, swasta maupun para guru. Upaya tersebut mencakup dana, waktu, tenaga, dan pikiran yang telah banyak dicurahkan untuk meningkatkan mutu pendidikan sains, namun belum memberikan hasil yang memuaskan.
Adakah hal yang salah dalam pendidikan sains kita? Apabila kita melihat fakta di lapangan; para siswa kita sangat pandai menghafal, tetapi kurang terampil dalam mengaplikasikan pengetahuan yang dimilikinya. Hal ini mungkin terkait dengan kecenderungan menggunakan hafalan sebagai wahana untuk menguasai ilmu pengetahuan, bukan kemampuan berpikir. Tampaknya pendidikan sains di Indonesia lebih menekankan pada abstract conceptualization dan kurang mengembangkan active experimentation, padahal seharusnya keduanya seimbang secara proporsional.
Bagi siswa pada jenjang pendidikan dasar, beberapa keterampilan proses dasar dimulai dengan keterampilan proses yang sederhana yaitu observasi atau pengamatan, perumusan masalah atau pertanyaan dan perumusan hipotesis.
Selain proses pembelajaran yang dipentingkan, faktor lain yang perlu mendapatkan perhatian adalah pengukuran/evaluasinya. Evaluasi merupakan alat ukur untuk menentukan apakah suatu tujuan sudah tercapai atau belum dan apakah proses belajar mengajar yang telah dilakukan sudah tepat atau belum. Dengan kata lain untuk meningkatkan mutu pendidikan dimulai dari sistem pengajarannya dan untuk mendapatkan informasi tentang efektifitas dan efisiensi sistem pengajaran yang telah dilakukan diperlukan sistem pengukuran/evaluasi yang baik.
Kenyataan selama ini alat ukur/evaluasi berupa soal-soal yang diujikan di tingkat sekolah/madrasah belum ada yang khusus menilai pelaksanaan ketrampilan proses sains. Soal-soal yang memuat ketrampilan proses selama ini hanya secara kebetulan dan tidak terorganisasi dengan baik, karena ketrampilan proses memang terintegrasi dalam setiap materi pelajaran. Dalam menghadapi ujian semester selama ini, soal biasanya dibuat secara cepat tanpa perencanaan. Proses analisis butir soal atau telaah untuk mengetahui apakah keberadaan soal-soal ujian yang ada telah memenuhi standar reliabilitas dan validitas atau tidak, jarang dilakukan. Rendahnya kemampuan guru dalam mengembangkan alat ukur ketrampilan proses merupakan salah satu hambatannya.
Berdasarkan uraian di atas, dalam tulisan ini difokuskan pada pembahasan mengenai “bagaimana mengukur/menilai keterampilan proses sains dalam pembelajaran sains di sekolah dasar/madrasah ibtidaiyah”


PEMBAHASAN
Cain and Evan (1990) mengemukakan bahwa agar sukses dalam pembelajaran sains, maka proses sains yang harus dikembangkan adalah sebagai berikut: (1) mengoservasi, (2) mengklasifikasi, (3) mengukur, (4) menggunakan hubungan spasial, (5) mengkomonikasikan, (6). memprediksi, (7) menginfrensi, (8) menyusun definisi operasional, (9) memformulasi hipotesis, (10) menginterpretasi data, (11) mengontrol variabel, dan (12) melakukan eksperimen. Tujuh jenis keterampilan pertama (1-7) merupakan ketrampilan proses dasar (basic skill), sedangkan lima terakhir (8-12) merupakan kemampuan terintegrasi.
Patta Bundu (2006: 22) membagi kertampilan proses sains mejadi dua kelompok,. Pertama, ketrampilan dasar yang meliputi; (a) observasi, (b) klasifikasi (c) komunikasi, (d) pengukuran, (e) prediksi, dan (f) penarikan kesimpulan. Kedua, ketrampilan terintegrasi yang meliputi; (a) mengidentifikasi variabel, (b) menyusun tabel data, (c) menyusun grafik, (d) menggambarkan hubungan antar variable, (e) memperoleh dan memproses data, (f) menganalisis investigasi, (g) menyusun hipotesis, (h) merumuskan variable secara opersional, (i) merancang investigasi, dan (i) melakukan eksperimen.
Rezba, et.al. (1995: 1) memberikan gambaran yang rinci keterkaitan antara keterampilan proses dasar dengan keterampilan proses terintegrasi, yakni enam ketrampilan proses dasar sains: mengamati (observing), mengelompokkan (classifying), mengukur (measuring), menyimpulkan (inferring), meramalkan (predicting), dan mengkomunikasikan (communicating).


PENILAIAN KETRAMPILAN PROSES SAINS
1. Konsep Dasar Penilaian
Brown, Bull, dan Pandelbury (1997) menyatakan bahwa "if you want to change about student learning then change the methods of assessment". Hal ini memberi pengertian bahwa kurikulum yang baik dan pembelajaran yang benar perlu didukung oleh sistem penilaian yang baik dan terencana. Seorang guru yang profesional harus menguasai kurikulum termasuk di dalamnya penguasaan materi, metode pengajaran, dan penilaian. Kelemahan salah satu dimensi ini maka hasil belajar tidak akan optimal (Surapranata, 2004).
Secara umum disepakati bahwa bahwa penilaian dalam konteks hasil belajar siswa di sekolah adalah satu proses pengumpulan fakta dan informasi serta dokumen siswa yang dapat dipercaya. Hasilnya dapat digunakan untuk perbaikan program pembelajaran atau membuat keputusan tertentu tentang hasil yang dicapai siswa pada jenjang pembelajaran tertentu.
Menurut Harlen (1996) tujuan penilaian di sekolah dapat direntang berdasarkan perbaikan program pembelajaran dan penggambaran hasil belajar secara kelompok. Keputusan didasarkan pada semua informasi yang dikumpulkan tentang penampilan siswa yang dibandingkan dengan kriteria yang diharapkan. Penetapan kriteria, dapat didasarkan pada acuan patokan (criterion-referenced), acuan norma (norm-referenced), dan acuan siswa (child-referenced).
Selanjutnya, konsep dasar penilaian yang perlu mendapat perhatian adalah keefektifan instrumen penilaian, yang menurut Burden dan Byrd (1999) terdiri atas tiga unsur utama yakni valid (validity), reliabel (reliability), dan praktis (practicality). Valid artinya instrumen dapat mengukur apa yang seharusnya diukur. Hanna (1991) mengemukakan bahwa "validity deals with the extend to which a measuring device measures what it purports to measure-. Meskipun banyak tipe validitas, guru pada umumnya paling banyak menggunakan validitas isi (content validity). Validitas isi berhubungan dengan tingkat keakuratan instrumen mengukur sampel tertentu dari tujuan-tujuan pembelajaran yang ditetapkan. Untuk menentukan validitas isi harus dianalisis tujuan-tujuan pembelajaran dan apakah butir-butir instrumen penilaian yang dikembangkan. sesuai dengan tujuan pembelajaran. Makin sesuai antara butir-butir instrumen, dengan tujuan pembelajaran makin valid instrumen tersebut, dan sebaiiknya.
Reliabel (reliability) adaiah kestabilan hasil penilaian. Makin konsisten hasil penilaian yang diperoleh, makin reliabel instrumen tersebut Perlu disadari bahwa semua alat penilaian mempunyai “tingkat kesalahan” (instrument error). Kesalahan dapat diakibatkan oleh bentuk instrumen (makin obyektif bentuk tes, makin reliabel instrumen tersebut). Dapat juga diakibatkan karena kesalahan dalam penggunaan instrumen (petunjuk pengerjaan yang tidak jelas atau bermakna ganda, dan pertanyaan yang diajukan terlalu sukar atau terlalu mudah). Selanjutnya, keberagaman jawaban siswa (misalnya, pengaruh motivasi, minat, dan emosi siswa) juga akan mempengaruhi rendahnya reliabilitas instrumen.
Praktis (practicality) berhubungan dengan kemudahan pelalasanaan penilaian, waktu yang dibutuhkan, tenaga yang digunakan untuk mengumpulkan data, dan kemudahan dalam rnenginterpretasi data yang terkumpul. Misalnya, satu bentuk tes uraian akan mudah disiapkan oleh guru tetapi waktu yang digunakan untuk memeriksa pekerjaan siswa mungkin menjadikan tes tersebut tidak praktis. Sebaliknya, bentuk tes obyektif relatif lebih mudah diperiksa tetapi memerlukan waktu yang lebih lama dalam menyiapkannya.

2. Bentuk Penilaian Ketrampilan Proses Sains
Apa yang dinilai dan bagaimana menilai? Pertanyaan singkat ini sangat perlu untuk dijawab jika ingin menilai ketrampilan proses sains siswa SD/MI. Kesalahan menilai akan menimbulkan pula kesalahan menarik kesimpulan.
Permasalahannya ialah bentuk penilaian yang bagaimana yang cocok untuk penilaian ketrampilan proses siswa. Pada dasarnya ada tiga jenis penilaian berdasarkan perbedaan tujuan dan perbedaan waktu pelaksanaannya yaitu penilaian diagnostik, penilaian formatif, dan penilaian sumatif (Linn & Grounlund, 1995). Pertama, penilaian diagnostik adalah penilaian yang merupakan titik awal untuk menentukan tingkat kompetensi siswa, mengidentifikasi siapa yang telah menguasai hasil belajar yang dipersyaratkan, dan menentukan siswa dalam kelompok kecil untuk pembelajaran khusus. Kedua, penilaian formatif adalah penilaian yang berlangsung selama pembelajaran berlangsung. Hasilnya digunakan untuk rnemonitor kemajuan belajar selama kegiatan pembelajaran dan memberikan umpan balik (feedback) secara berkesinambungan kepada siswa dan orang tua. Karena sifat penilaian formatif adalah untuk peningkatan/perbaikan proses pembelajaran bagi guru dan siswa maka harus diperhatikan frekuensi penggunaannya untuk umpan balik dalam kegiatan yang sedang berlangsung. Ketiga, penilaian sumatif adalah penilaian pada akhir unit pembelajaran yang berfungsi untuk (a) menentukan kemajuan kompetensi dan basil belajar yang dicapai siswa, (b) landasan untuk menentukan peringkat jika diperlukan, dan (c) membuat laporan kcberhasilan siswa kepada orang tua berupa raport atau transkrip nilai (Bloom, Madaus & Feasting, 1981).
Penilaian ketrampilan proses sains sama dengan penilaian hasil belajar pada umumnya yakni dari segi fungsinya dapat sebagai penilaian formatif, sumatif, dan diagnostik. Sedangkan dalam perakitan instrumen juga berpedoman pada kriteria instrumen yang baik yakni validitas, reliabilitas dan kepraktisan instrumen. Perbedaan dari produk Sains terletak pada fokus penilaian perbedaan dan bentuk instrumen yang digunakan.
Bentuk instrumen penilaian yang digunakan dapat bervariasi bergantung pada jenis ketrampilan proses apa yang akan direkam datanya. Seperti telah diuraikan bahwa penilaian hasil belajar siswa mempunyai banyak tujuan sehingga diperlukan pula berbagai bentuk instrumen.
Winkel (1996) mengemukakan empat metode yang dapat digunakan dalam Penilaian proses yaitu (a) membuat daftar pertanyaan – bisa berbentuk pilihan ganda atau skala penilaian, (b) observasi – menggunakan alat yang disesuaikan dengan apa yang akan diobservasi, (c) wawancara – menyangkut pengalaman siswa dalam proses belajar mengajar, dan (d) laporan tertulis – dibuat oleh siswa pada akhir suatu program pengajaran. Dalam "Just. Science Now" (2005) dikemukakan bahwa ketrampilan proses Sains dapat dinilai dalam bentuk penilaian wawancara (interview), proyek (projeck), penyelesaian tugas (performance task), portofolio (portofolios), daftar cek (check list), laporan tertulis (written report), pilihan ganda (Multiple choice), jawaban singkat (short answer), dan ujian esei (essay examination).

3. Strategi Penilaian Ketrampilan Proses Sains
Teknik pengumpulan informasi tentang hasil belajar siswa, ketrampilan, dan sikap dapat dikelompokkan dalam hal apa yang sedang dikerjakan kapan dan bagaimana informasi dikumpulkan. Siswa mungkin terlibat dalam hal: situasi kerja normal (termasuk pekerjaan tertulis dan praktik), tugas praktik khusus (termasuk tes), tugas tertulis khusus (termasuk tes), dan penilaian diri. Langkah-langkah yang perlu mendapat perhatian dalam penyusunan penilaian ketrampilan proses antara lain:
1. menentukan jenis ketrampilan proses yang akan dinilai
2. menentukan indikator-indikator jenis ketrampilan proses yang akan dinilai
3. menentukan dan mengembangkan instrurnen penilaian yang akan digunakan
4. validasi instrumen (validasi ahli atau uji coba di lapangan)
Beberapa kriteria penilaian proses Sains juga dikemukakan oleh Mason (1988), sebagai berikut:
1. Mengamati. Seorang siswa melakukan pengamatan jika: (a) mengenali sifat‑sifat sebuah obyek misalnya, warna, bentuk, rasa, dan ukurannya dengan menggunakan alat indera, (b) menyatakan sesuatu perubahan pada obyek atau peristiwa, (c) menyatakan persamaan dan perbedaan pada obyek atau peristiwa.
2. Mengklasifikasi. Seorang siswa melakukan klasifikasi jika: (a) mengelompok­kan obyek atau peristiwa berdasarkan ciri-ciri yang dimiliki, (b) menyusun obyek dan peristiwa secara logis.
3. Mengukur. Seorang siswa dikatakan mengukur apabila, (a) menggunakan alat ukur yang sesuai, (b) Menggunakan benda yang telah dikenal sebagai ukuran, (c) membuat garnbar-gambar berskala, (d) menggunakan teknik acak dan estimasi, (d) membuat grafik, (e) mencatat data secara detail.
4. Menarik kesimpulan. Seorang siswa menginfer jika, (a) menginterpretasi data yang dicatat, (b) merarnalkan peristiwa dan data, dan (c) berhipotesis dari data.
5. Melakukan eksperimen. Siswa bereksperimen jika, (a) merancang sebuah penelitian, (b) mengubah obyek untuk beberapa tujuan, dan membandingkan kondisi yang diubah dengan kondisi asli.
Langkah selanjutnya, adalah memilih alat ukur yang sesuai. Sering guru mengalami kesulitan dalam penyusunan alat penilaian ketrampilan proses meskipun jenis dan indikator telah tersedia. Hal ini diduga karena guru sudah sangat terbiasa hanya menguji aspek kognitif siswa.

4. Aplikasi Penilaian Ketrampilan Proses Sains
4.1 Mengamati (Observasi)
Observasi adalah ketrampilan proses dasar sains yang sangat penting untuk mengenal dunia luar yang menakjubkan. Kita mengamati setiap obyek dan fenomena alam melalui pancaindera: penglihatan, penciuman, pendengaran, pengecap, dan peraba. informasi yang diperoleh akan mengarah pada sikap ingin tahu, munculnya pertanyaan, dan penafsiran tentang lingkungan sekitar, yang mendorong anak untuk investigasi lebih jauh. Kemampuan mengamati adalah ketrampilan proses Sains yang paling dasar dan sangat penting untuk pengembangan ketrampilan proses yang lainnya seperti prediksi, klasifikasi, komunikasi, dan inferensi.

Pendengaran Penglihatan
(telinga) (mata)

OBSERVASI



Penciuman Pengecap Peraba
(hidung) (lidah) (kulit)

Setiap benda mempunyai ciri-ciri tertentu yang dapat diamati secara seksama, misalnya dari segi bentuk, ukuran, warna, bau, volume, susunan, bunyi, dan temperatur. Benda yang berbeda akan mempunyai ciri yang berbeda pula. Melalui pancaindera kita dapat mengenal karakteristik benda dengan melihat, meraba, mencium, mendengar, dan mengecap.
Rezba, et.al. (1995) menyarankan beberapa ide cemerlang yang dapat dilakukan untuk meningkatkan minat observasi siswa dalam pembelajaran Sains, diantaranya (1) membawa obyek yang menarik untuk diamati ke dalam kelas, misalnya bunga beraneka warna, buah yang berbagai rasa/bau, daun-daunan yang bermacam-macam bentuk, atau makanan ringan seperti kue-kue kering, (2) melakukan kegiatan­-kegiatan menarik seperti membuat es krim dan memasak kue (3) setetes air dapat menjadi sangat menarik dan menimbulkan berbagai pertanyaan untuk diamati lebih jauh, misalnya jika setetes air tersebut diletakkan pada kertas tissue atau pada kertas berlilin. Apa yang terjadi? Mengapa berbeda? Mengapa pada kertas berlilin plastik tetesan air tidak pecah? Apa yang terjadi jika kita melihat tulisan melalui setetes air tersebut?, dan (4) mengamati perubahan, misalnya mengamati sebatang paku yang dibungkus dengan kertas tisu yang lembab, perubahan pisang yang dikupas kulitnya, dan kegiatan lain yang sejenis.

4. 2 Mengelompokkan (Klasifikasi)
Untuk memahami secara menyeluruh sejumlah objek, peristiwa, dan makhluk hidup di sekeliling kita, sangat diperlukan adanya pengelompokan atau penggolongan yang teratur. Pengelompokan tersebut dapat dimulai dengan mengamati persamaan, perbedaan, dan keterkaitan antara satu obyek dengan yang lainnya. Penduduk suatu daerah dapat diklasifikasi berdasarkan jenis kelamin, umur, pekerjaan, penghasilan, dan sebagainya. Ada banyak sistem klasifikasi yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari, misalnya penggunaan “yellow page” (halaman kuning) pada koran atau tabloid tertentu, system Desimal Dewey untuk klasifikasi buku perpustakaan, atau pengaturan berbagai barang dalam supermarket, dan banyak lagi yang lainnya. Guru dapat juga mengelompokkan siswa sesuai tingkat pengetahuan yang dimiliki. Bahkan, klasifikasi merupakan ketrampilan proses Sains yang menjadi tumpuan pembentukan konsep.

4. 3 Menyimpulkan (Inferensi)
Kita akan mengenal lingkungan sekitar lebih baik jika kita dapat memahami dan menafsirkan kejadian-kejadian yang terjadi. Kita belajar mengenal pola setiap kejadian/peristiwa dan berharap pola tersebut akan terulang pada waktu yang akan datang. Disadari atau tidak, sebagian besar prilaku seseorang ditentukan oleh inferensi atau kesimpulan yang dibuatnya terhadap seseuatu. Hipotesis yang akan diuji kebenarannya juga disusun berdasarkan inferensi hasil penyelidikan sebelumnya. Guru membuat inferensi terhadap prestasi belajar siswa, bahkan belajar itu sendiri adalah sebuah inferensi yang dibuat berdasarkan perubahan­-perubahan tingkah laku siswa yang dapat diamati (Soetardjo, 1998).
Jika observasi adalah pengalaman yang diperoleh melalui salah satu alat indera atau lebih, maka inferensi adalah penafsiran atau penjelasan dari hasil observasi tersebut. Rezba, et.al. (1995) memberikan ilustrasi yang menarik, misalnya, Anda melihat melalui jendela dua orang laki-laki sedang membawa sebuah pesawat TV keluar dari rumah tetangga. Apa sesungguhnya yang terjadi? Kenyataan yang Anda amati adalah dua orang laki-laki sedang membawa pesawat TV keluar dari rumah tetangga. Pertanyaan untuk menjelaskan peristiwa tersebut akan muncul, mengapa kedua laki-laki tersebut sedang membawa TV? Ada beberapa penafsiran kesimpulan sementara (inferensi) yang dapat dikemukakan. Mungkin TV tersebut dibawa untuk diperbaiki. Pemiliknya mungkin telah membali pesawat TV yang baru dan menjual TV yang lama. TV tersebut mungkin sudah rusak dan akan dibawah ke pasar barang bekas, dan masih banyak kemungkinan penjelasan yang muncul. Setiap jawaban yang bersifat logis dari hasil observasi disebut dengan inferensi.
Kita menggunakan pengalaman-penglaman masa lalu untuk membentuk model mental terhadap dunia sekitar kita. Pengalaman baru hanya bermakna jika kita dapat menghubungkannya dengan pengertian yang telah dimiliki sebelumnya. Menginferensi berarti membangun hubungan antara apa yang diobservasi secara langsung dan apa yang telah diketahui dari pengalaman masa lampau.
INFERRING
What is already known by past experience
What is directly observed trhough the senses










Inferensi adalah suatu pernyataan yang didasari alasan logis dan untuk menjelaskan dan menafsirkan hasil observasi. Setiap inferensi harus selalu didasar­kan pada hasil observasi. Oleh sebab itu setiap melakukan inferensi perlu selalu diingat (1) lakukan sebanyak mungkin observasi terhadap obyek atau peristiwa, (2) hubungkan pengalaman-pengalaman masa lalu yang relevan dengan obyek atau peristiwa untuk mengintegrasikan informasi yang diperoleh dari hasil observasi, dan (3) bedakan pernyataan inferensi yang disusun dengan observasi dan prediksi, misalnya, “dari hasil yang saya amati saya simpulkan...” “dari hasil observasi dapat dijelaskan bahwa...”, “penjelasan yang mungkin sepanjang yang diamati...”.
Oleh karena inferensi didasarkan bukan saja pada hasil observasi tetapi juga pada basil observasi yang telah diketahui sebelumnya, maka inferensi akan diikuti oleh pengalaman baru yang dapat saja ditasirkan berbeda antara satu orang dengan orang lain. Setiap orang mengkonstruksi hasil belajarnya bergantung pada penga­laman masa lampau dan pengetahuan yang diperoleh sebelumnya. Akibatnya, tidak semua orang yang mempunyai pengalaman sama mengkonstruksi pengetahuan yang sama. Pada kondisi inilah muncul permasalahan.bagi seorang guru. Seorang siswa mempelajari sesuatu yang baru haruslah menghubungkan konsep baru tersebut dengan konsep yang telah terbentuk sebelumnya. Jika siswa tidak dapat menghubungkan konsep baru dengan pola pengetahuan yang sudah dimiliki maka proses belajar tidak akan terjadi. Peranan guru dalam hal ini adalah memfasilitasi proses pembelajaran dengan menghubungkan konsep-konsep baru dengan apa yang secara individual telah diketahui siswa.
Guru harus menemukan pengetahuan apa yang telah dimiliki siswa agar dapat menghubungkan pengetahuan lama dengan yang baru. Dengan menyiapkan situasi yang baik, guru dapat mengamati siswa yang memiliki pengetahuan siap tentang konsep yang baru dan mana yang tidak siap. Jika prasyarat pengetahuan yang diperlukan tidak nampak, maka guru harus mendesain kegiatan yang dapat menjadi­kan siswa menggunakan alat indera untuk mengamati konsep yang dipelajari semaksimal mungkin. Pengalaman ini akan membantu mereka mengkonstruksi lebih banyak pengetahuan.

4. 4 Memperkirakan (Prediksi)
Prediksi adalah satu perkiraan apa yang akan terjadi. Kemampuan mem­prediksi suatu kejadian akan menjadikan seseorang berinteraksi lebih baik dengan lingkungannya. Prediksi sangat erat kaitannya dengan observasi, klasifikasi, dan inferensi. Prediksi didasarkan pada observasi yang cermat dan inferensi yang akurat hasil observasi. Klasifikasi dilakukan untuk mengidentifikasi persamaan dan perbedaan yang terjadi pada satu obyek atau kejadian. Persamaan dan perbedaan yang diobservasi akan membentuk pola-pola tertentu yang memungkinkan untuk meprediksi apa yang akan terjadi berikutnya.
Para siswa perlu belajar mengajukan pertanyaan seperti, “jika hal ini terjadi, apa yang akan terjadi berikumya?” atau “apa yang akan terjadi jika hal ini saya lakukan?” Untuk membedakan antara observasi, inferensi, dan prediksi, perlu diingat definisi singkat ketiga ketrampilan proses ini.

Informasi diperoleh melalui alat indera observasi
Mengapa hasil observasi seperti itu inferensi
Apa yang akan terjadi kemudin prediksi

Perhatikanlah tiga penyataan berikut ini. Tentukan pernyataan mana yang termasuk observasi, inferensi, dan prediksi.
a. Sekitar 15 menit lagi hujan akan turun
b. Saya melihat awan tebal, dan udara terasa dingin
c. Awan mengandung titik-titik air menjadikan udara dingin

Jika dicermati berdasarkan definisi singkat yang telah dikemukakan di atas maka: Pernyataan (a) termasuk prediksi, suatu penyataan keadaan yang akan terjadi, (b) termasuk observasi, informasi yang diperoleh melalui alat indera, dan (c) termasuk inferensi, penjelasan tentang basil observasi. Nampak jelas perbedaan antara observasi, inferensi, dan prediksi, tetapi ketiganya mempunyai keterkaitan yang sangat erat. Pengalaman yang diperoleh melalui observasi dan inferensi yang dibuat dari hasil observasi akan membuat pola pemikiran yang digunakan untuk memperkirakan apa yang akan terjadi. Misalnya, pengalaman mengamati pelangi. Kita melihat pelangi berwarna-warni, terjadi hujan rintik-rintik ada matahari muncul yang bersebelahan dengan pelangi. Kita menyusun inferensi bahwa pelangi muncul jika hujan rintik-rintik dan matahari bersinar bertolak belakang dengan posisi pelangi. Hasil observasi dan inferensi ini akan membentuk model mental untuk memprediksi kejadian yang lama di masa yang akan datang. Jika hujan rintik-rintik dan matahari bersinar maka kemungkinan akan terbentuk pelangi.

PREDIKSI

INFERENSI

OBSERVASIPola hubungan antara observasi, inferensi, dan prediksi dapat digambarkan sebagai berikut.









PREDIKSI

INFERENSI

OBSERVASIPrediksi adalah perkiraan yang didasarkan pada pernyataan rasional dari hasil observasi yang cermat dan model mental yang dikonstruksi untuk menjelaskan apa yang telah diamati. Prediksi bukan sekedar perkiraan spekulasi tanpa alasan yang cukup kuat. Oleh karena prediksi perlu dukungan data hasil observasi yang rasional dan akurat maka prediksi perlu diuji secara berkelanjutan dan berulang kali. Jika hasil observasi yang baru tetap mendukung pola prediksi yang telah disusun maka kita akan lebih percaya pada prediksi yang telah dibuat. Namun sebaliknya, jika hasil observasi yang baru tidak mendukung prediksi semula, maka kita dapat menolak prediksi tersebut dan mengulangi lagi observasi yang dilakukan. Observasi yang baru akan mendorong penyusunan inferensi dan prediksi yang baru sehingga pola hubungan ketiga ketrampilan proses ini dapat digambarkan sebagai berikut.

PREDIKSI

INFERENSI

OBSERVASI





Jika data baru (observasi) dikumpulkan, teori (inferensi) disusun untuk menjelaskan apa yang telah diobservasi, dan memprediksi apa yang belum diobservasi. Dengan demikian, satu teori hanya dapat diterima dalam Sains jika melalui tiga tahapan pengujian berkelanjutan, yakni:
a. dapat menjelaskan apa yang telah diobservasi
b. dapat mempredikasi apa yang belum diobservasi
c. dapat diuji untuk observasi lebih lanjut dan dimodifikasi sesuai data baru yang ditemukan.

Ketiga ketrampilan proses Sains ini mendorong adanya perubahan ide dan revieu yang terus-menerus. Sains harus selalu dipandang tentatif, selalu mengarah kepada perubahan pada observasi yang baru sebagai hasil pengujian prediksi. Dalam kaitannya dengan pembelajaran Sains-SD di kelas, dapat didesain kegiatan untuk melatih ketrampilan proses memprediksi. Beberapa contoh dapat dikemuka­kan sebagai berikut:
1. Jaring-Jaring makanan.
Kucing,
burung
Belalang Tikus
Tanaman jagung

Pada jaring makanan sederhana ini siswa dapat dilatih memprediksi apa yang akan terjadi pada jaring makanan jika salah satu organisme pada rantai makanan itu diputus.
2. Pembakaran. Tutup beberapa batang lilin yang sedang menyala dengan gelas berbagai ukuran. Siswa dapat dilatih memprediksi dengan menentukan lilin mana yang akan menyala paling lama.
3. Bunyi. Isi botol minuman coca cola atau yang sejenisnya dengan air berbagai ukuran. Siswa memprediksi botol manakah yang akan berbunyi paling nyaring jika dipukul.
4. Penghantur listrik: konduktur dan isolator. Susunlah rangkaian listrik dengan menggunakan batu baterai, kabel, dan Uji beberapa Benda dengan menjadikan benda tersebut sebagai penghubung antara dua kabel pada rang­kaian listrik. Prediksi manakah benda yang besifat konduktor (jika diuji bohlam menyala) dan manakah yang bersifat isolator (jika diuji bohlam tidak menyala).


4. 5 Mengkomunikasikan (Komunikasi)
Ketrampilan komunikasi adalah ketrampilan proses yang sangat penting dalam pcmbelajaran Sains. Apa yang diperoleh melalui observasi, yang disimpulkan dari hasil observasi, dan apa yang diprediksi akan terjadi berdasarkan hasil observasi dan kesimpulan sementara perlu dikomunikasikan kepada orang lain. Untuk itu ketrampilan mengkomunikasikan apa yang telah dilakukan kepada orang lain perlu dikembangkan dan dilatih dengan baik. Beberapa metode komunikasi yang sering digunakan dalam pembelajaran Sains adalah grafik, diagram, peta, tabel, symbol, demonstrasi visual, dan presentasi (oral dan tulisan).
Agar dapat mengembangkan komunikasi yang baik maka para siswa perlu diberikan kesempatan untuk mempraktekkan komunikasi yang efektif kepada orang lain. Kesempatan ini perlu difasilitasi dengan baik karena pada saat menceritakan apa yang telah dipelajari, para siswa akan menemukan cara-cara baru untuk mengkonstruksi pemikiran mereka. Para siswa juga akan belajar bagaimana menyelesaikan perbedaan pendapat yang dapat diterima oleh orang lain. Berdiskusi sementara melakukan kegiatan Sains, merekam dan menyusun data hasil pengamatan, dan membandingkan hasil yang diperoleh adalah bentuk-bentuk kegiatan yang dapat membantu siswa mengembangkan komunikasi yang efektif.
Rezba, et.al, (1995:19) menggambarkan alat-alat bantu yang dapat dipilih dalam mengkomunikasikan hasil pengamatan dan pemikiran, seperti berikut ini.











Sumber: Learning and Assessing Science Process Skills.
Rezba. at.al dkk (1995: 19)

Ada banyak kegiatan yang dapat dilakukan dalam pembelajaran Sains untuk membantu para siswa mengembangkan ketrampilan proses komunikasi yang efektif.
1. Melatih membuat laporan tertulis.
Para siswa SD mungkin masih perlu banyak perbendaharaan kata untuk menyusun tulisan yang baik, tetapi menuliskan apa yang mereka peroleh dari kegiatan yang mereka lakukan sangat penting meskipun sangat sederhana. Mereka dapat menuliskan kalimat-kalimat sederhana, bahkan pada tingkat awal dapat dibantu dengan permulaan kalimat, misalnya, “kita sedang belajar...”, “kita melakukan...” “kita mengamati...”. Pada kelas V dan VI siswa sudah dapat menyampaikan laporan tertulis kesimpulan yang mereka peroleh dari kegiatan yang mereka lakukan.
2. Mengamati benda, situasi, atau peristiwa.
Siswa dapat mengamati peta suatu tempat dan membuat deskripsi peta tersebut. Mungkin pula siswa dapat ditugaskan mendeskripsikan tempat tinggal mereka, dan membuat petunjuk (denah) yang dapat digunakan untuk mencari alamat mereka.
3. Permainan.
Banyak permainan menarik dapat dilakukan untuk mengembang­kan kemampuan komunikasi. "Pesan Berantai" yang sering dilihat di TV dapat dipraktekkan. Pesan tertulis diberikan pada seorang siswa kemudian siswa tersebut membisikkan pesan tersebut ke teman di sampingnya, seterusnya pesan tersebut disampaikan secara berantai dan pada akhirnya siswa terakhir menyebutkan pesan tersebut dengan keras. Hasilnva sering menakjubkan karena pesan pertama yang ditulis guru sudak berbeda sama sekali dengan apa yang diungkapkan pada akhir permainan.
4. Iklan dan bentuk komunikasi yang lain.
Siswa dapat ditugaskan untuk mempelajari berbagai iklan dari beberapa sumber, TV, surat kabar, tabloid, atau majalah. Kemudian siswa mempresentasikan apa pesan yang mereka amati.
Masih banyak lagi kegiatan lain yang menarik dan mengembirakan siswa dalam melatih ketrampilan proses komunikasi. Perlu diperhatikan bahwa tercapainya komunikasi yang efektif maka (1) gunakan bahasa yang jelas, tidak bermakna ganda sehingga dapat dimengerti orang lain dengan baik (2) deskripsikan segala seuatu yang diamati selengkap mungkin, (3) gunakan metode komunikasi yang paling tepat berkaitan dengan obyek atau peristiwa yang diamati.

Kesimpulan dan Saran
Kesimpulan
· Ketrampilan proses sains dapat dibagi menjadi 2 bagian kelompok yaitu; Pertama, ketrampilan dasar yang meliputi; (a) observasi, (b) klasifikasi (c) komunikasi, (d) pengukuran, (e) prediksi, dan (f) penarikan kesimpulan.
Kedua, ketrampilan terintegrasi yang meliputi; (a) mengidentifikasi variabel, (b) menyusun tabel data, (c) menyusun grafik, (d) menggambarkan hubungan antar variable, (e) memperoleh dan memproses data, (f) menganalisis investigasi, (g) menyusun hipotesis, (h) merumuskan variable secara opersional, (i) merancang investigasi, dan (i) melakukan eksperimen.
· Penilaian dalam konteks hasil belajar siswa di sekolah/madrasah adalah satu proses pengumpulan fakta dan informasi serta dokumen siswa yang dapat dipercaya. Hasilnya dapat digunakan untuk perbaikan program pembelajaran atau membuat keputusan tertentu tentang hasil yang dicapai siswa pada jenjang pembelajaran tertentu.
· Konsep dasar penilaian yang perlu mendapat perhatian adalah keefektifan instrumen penilaian, yang terdiri atas tiga unsur utama yakni valid (validity), reliabel (reliability), dan praktis (practicality)
· Penilaian ketrampilan proses sains sama dengan penilaian hasil belajar pada umumnya yakni dari segi fungsinya dapat sebagai penilaian formatif, sumatif, dan diagnostik. Sedangkan dalam perakitan instrumen juga berpedoman pada kriteria instrumen yang baik yakni validitas, reliabilitas dan kepraktisan instrumen. Perbedaan dari produk Sains terletak pada fokus penilaian perbedaan dan bentuk instrumen yang digunakan.

Saran
Tujuan pengajaran sains sebagai proses adalah untuk meningkatkan keterampilan berpikir siswa, sehingga siswa bukan hanya mampu dan terampil dalam bidang psikomotorik, melainkan juga bukan sekedar ahli menghafal. Pada keterampilan proses sains, guru tidak mengharapkan setiap siswa akan menjadi ilmuan, melainkan dapat mengemukakan ide bahwa memahami sains sebagian bergantung pada kemampuan memandang dan bergaul dengan alam menurut cara-cara seperti yang diperbuat oleh ilmuan.

1 komentar: