Senin, 26 Januari 2009

Learning And Assesing Science Proces Skill

ASSESSING SCIENCE PROCESS SKILL
Oleh :
Herson Anwar
Abstrak
Tulisan ini bertujuan untuk: menggambarkan bagaimana mengukur/menilai ketrampilan proses sains yang dibelajarkan di sekolah/madrasah. Keterampilan proses sains adalah semua keterampilan yang diperlukan untuk memperoleh, mengembangkan dan menerapkan konsep-konsep, prinsip-prinsip, hukum-hukum, dan teori-teori sains baik berupa ketrampilan mental, dan fisik maupun ketrampilan sosial.
Penilaian ketrampilan proses sains mengacu pada sejauh mana siswa mengalami perubahan dalam kemampuan proses keilmuan yang terdiri atas ketrampilan proses dasar dan ketrampilan proses terintegrasi. Dalam tulisan ini lebih ditekankan pada ketrampilan proses dasar yakni; ketrampilan mengamati, menggolongkan, menghitung, meramalkan, menyimpulkan, mengkomunikasikan.
Dalam tulisan ini juga akan memberikan gambaran tentang tujuan pengajaran sains sebagai proses yakni untuk meningkatkan keterampilan berpikir siswa, sehingga siswa bukan hanya mampu dan terampil dalam bidang psikomotorik, melainkan juga bukan sekedar ahli menghafal, tetapi keseimbangan semua aspek baik kognitif, afektif maupun psikomotorik.

Kata kunci: mengukur/menilai dan ketrampilan proses sains


PENDAHULUAN
Sains adalah salah satu mata pelajaran utama dalam kurikulum pendidikan di Indonesia. Sains adalah mata pelajaran yang dianggap sulit oleh sebagian besar peserta didik, mulai dari jenjang Sekolah Dasar sampai Sekolah Menengah Atas, dan mutu pendidikan sains di Indonesia, ditinjau dari perolehan UN masih memprihatinkan. Semakin tinggi jenjang pendidikan, maka perolehan rata-rata UN sains siswa menjadi semakin kecil. Hal ini tentunya sangat memprihatinkan, walaupun telah banyak upaya yang dilakukan, baik oleh pemerintah, swasta maupun para guru. Upaya tersebut mencakup dana, waktu, tenaga, dan pikiran yang telah banyak dicurahkan untuk meningkatkan mutu pendidikan sains, namun belum memberikan hasil yang memuaskan.
Adakah hal yang salah dalam pendidikan sains kita? Apabila kita melihat fakta di lapangan; para siswa kita sangat pandai menghafal, tetapi kurang terampil dalam mengaplikasikan pengetahuan yang dimilikinya. Hal ini mungkin terkait dengan kecenderungan menggunakan hafalan sebagai wahana untuk menguasai ilmu pengetahuan, bukan kemampuan berpikir. Tampaknya pendidikan sains di Indonesia lebih menekankan pada abstract conceptualization dan kurang mengembangkan active experimentation, padahal seharusnya keduanya seimbang secara proporsional.
Bagi siswa pada jenjang pendidikan dasar, beberapa keterampilan proses dasar dimulai dengan keterampilan proses yang sederhana yaitu observasi atau pengamatan, perumusan masalah atau pertanyaan dan perumusan hipotesis.
Selain proses pembelajaran yang dipentingkan, faktor lain yang perlu mendapatkan perhatian adalah pengukuran/evaluasinya. Evaluasi merupakan alat ukur untuk menentukan apakah suatu tujuan sudah tercapai atau belum dan apakah proses belajar mengajar yang telah dilakukan sudah tepat atau belum. Dengan kata lain untuk meningkatkan mutu pendidikan dimulai dari sistem pengajarannya dan untuk mendapatkan informasi tentang efektifitas dan efisiensi sistem pengajaran yang telah dilakukan diperlukan sistem pengukuran/evaluasi yang baik.
Kenyataan selama ini alat ukur/evaluasi berupa soal-soal yang diujikan di tingkat sekolah/madrasah belum ada yang khusus menilai pelaksanaan ketrampilan proses sains. Soal-soal yang memuat ketrampilan proses selama ini hanya secara kebetulan dan tidak terorganisasi dengan baik, karena ketrampilan proses memang terintegrasi dalam setiap materi pelajaran. Dalam menghadapi ujian semester selama ini, soal biasanya dibuat secara cepat tanpa perencanaan. Proses analisis butir soal atau telaah untuk mengetahui apakah keberadaan soal-soal ujian yang ada telah memenuhi standar reliabilitas dan validitas atau tidak, jarang dilakukan. Rendahnya kemampuan guru dalam mengembangkan alat ukur ketrampilan proses merupakan salah satu hambatannya.
Berdasarkan uraian di atas, dalam tulisan ini difokuskan pada pembahasan mengenai “bagaimana mengukur/menilai keterampilan proses sains dalam pembelajaran sains di sekolah dasar/madrasah ibtidaiyah”


PEMBAHASAN
Cain and Evan (1990) mengemukakan bahwa agar sukses dalam pembelajaran sains, maka proses sains yang harus dikembangkan adalah sebagai berikut: (1) mengoservasi, (2) mengklasifikasi, (3) mengukur, (4) menggunakan hubungan spasial, (5) mengkomonikasikan, (6). memprediksi, (7) menginfrensi, (8) menyusun definisi operasional, (9) memformulasi hipotesis, (10) menginterpretasi data, (11) mengontrol variabel, dan (12) melakukan eksperimen. Tujuh jenis keterampilan pertama (1-7) merupakan ketrampilan proses dasar (basic skill), sedangkan lima terakhir (8-12) merupakan kemampuan terintegrasi.
Patta Bundu (2006: 22) membagi kertampilan proses sains mejadi dua kelompok,. Pertama, ketrampilan dasar yang meliputi; (a) observasi, (b) klasifikasi (c) komunikasi, (d) pengukuran, (e) prediksi, dan (f) penarikan kesimpulan. Kedua, ketrampilan terintegrasi yang meliputi; (a) mengidentifikasi variabel, (b) menyusun tabel data, (c) menyusun grafik, (d) menggambarkan hubungan antar variable, (e) memperoleh dan memproses data, (f) menganalisis investigasi, (g) menyusun hipotesis, (h) merumuskan variable secara opersional, (i) merancang investigasi, dan (i) melakukan eksperimen.
Rezba, et.al. (1995: 1) memberikan gambaran yang rinci keterkaitan antara keterampilan proses dasar dengan keterampilan proses terintegrasi, yakni enam ketrampilan proses dasar sains: mengamati (observing), mengelompokkan (classifying), mengukur (measuring), menyimpulkan (inferring), meramalkan (predicting), dan mengkomunikasikan (communicating).


PENILAIAN KETRAMPILAN PROSES SAINS
1. Konsep Dasar Penilaian
Brown, Bull, dan Pandelbury (1997) menyatakan bahwa "if you want to change about student learning then change the methods of assessment". Hal ini memberi pengertian bahwa kurikulum yang baik dan pembelajaran yang benar perlu didukung oleh sistem penilaian yang baik dan terencana. Seorang guru yang profesional harus menguasai kurikulum termasuk di dalamnya penguasaan materi, metode pengajaran, dan penilaian. Kelemahan salah satu dimensi ini maka hasil belajar tidak akan optimal (Surapranata, 2004).
Secara umum disepakati bahwa bahwa penilaian dalam konteks hasil belajar siswa di sekolah adalah satu proses pengumpulan fakta dan informasi serta dokumen siswa yang dapat dipercaya. Hasilnya dapat digunakan untuk perbaikan program pembelajaran atau membuat keputusan tertentu tentang hasil yang dicapai siswa pada jenjang pembelajaran tertentu.
Menurut Harlen (1996) tujuan penilaian di sekolah dapat direntang berdasarkan perbaikan program pembelajaran dan penggambaran hasil belajar secara kelompok. Keputusan didasarkan pada semua informasi yang dikumpulkan tentang penampilan siswa yang dibandingkan dengan kriteria yang diharapkan. Penetapan kriteria, dapat didasarkan pada acuan patokan (criterion-referenced), acuan norma (norm-referenced), dan acuan siswa (child-referenced).
Selanjutnya, konsep dasar penilaian yang perlu mendapat perhatian adalah keefektifan instrumen penilaian, yang menurut Burden dan Byrd (1999) terdiri atas tiga unsur utama yakni valid (validity), reliabel (reliability), dan praktis (practicality). Valid artinya instrumen dapat mengukur apa yang seharusnya diukur. Hanna (1991) mengemukakan bahwa "validity deals with the extend to which a measuring device measures what it purports to measure-. Meskipun banyak tipe validitas, guru pada umumnya paling banyak menggunakan validitas isi (content validity). Validitas isi berhubungan dengan tingkat keakuratan instrumen mengukur sampel tertentu dari tujuan-tujuan pembelajaran yang ditetapkan. Untuk menentukan validitas isi harus dianalisis tujuan-tujuan pembelajaran dan apakah butir-butir instrumen penilaian yang dikembangkan. sesuai dengan tujuan pembelajaran. Makin sesuai antara butir-butir instrumen, dengan tujuan pembelajaran makin valid instrumen tersebut, dan sebaiiknya.
Reliabel (reliability) adaiah kestabilan hasil penilaian. Makin konsisten hasil penilaian yang diperoleh, makin reliabel instrumen tersebut Perlu disadari bahwa semua alat penilaian mempunyai “tingkat kesalahan” (instrument error). Kesalahan dapat diakibatkan oleh bentuk instrumen (makin obyektif bentuk tes, makin reliabel instrumen tersebut). Dapat juga diakibatkan karena kesalahan dalam penggunaan instrumen (petunjuk pengerjaan yang tidak jelas atau bermakna ganda, dan pertanyaan yang diajukan terlalu sukar atau terlalu mudah). Selanjutnya, keberagaman jawaban siswa (misalnya, pengaruh motivasi, minat, dan emosi siswa) juga akan mempengaruhi rendahnya reliabilitas instrumen.
Praktis (practicality) berhubungan dengan kemudahan pelalasanaan penilaian, waktu yang dibutuhkan, tenaga yang digunakan untuk mengumpulkan data, dan kemudahan dalam rnenginterpretasi data yang terkumpul. Misalnya, satu bentuk tes uraian akan mudah disiapkan oleh guru tetapi waktu yang digunakan untuk memeriksa pekerjaan siswa mungkin menjadikan tes tersebut tidak praktis. Sebaliknya, bentuk tes obyektif relatif lebih mudah diperiksa tetapi memerlukan waktu yang lebih lama dalam menyiapkannya.

2. Bentuk Penilaian Ketrampilan Proses Sains
Apa yang dinilai dan bagaimana menilai? Pertanyaan singkat ini sangat perlu untuk dijawab jika ingin menilai ketrampilan proses sains siswa SD/MI. Kesalahan menilai akan menimbulkan pula kesalahan menarik kesimpulan.
Permasalahannya ialah bentuk penilaian yang bagaimana yang cocok untuk penilaian ketrampilan proses siswa. Pada dasarnya ada tiga jenis penilaian berdasarkan perbedaan tujuan dan perbedaan waktu pelaksanaannya yaitu penilaian diagnostik, penilaian formatif, dan penilaian sumatif (Linn & Grounlund, 1995). Pertama, penilaian diagnostik adalah penilaian yang merupakan titik awal untuk menentukan tingkat kompetensi siswa, mengidentifikasi siapa yang telah menguasai hasil belajar yang dipersyaratkan, dan menentukan siswa dalam kelompok kecil untuk pembelajaran khusus. Kedua, penilaian formatif adalah penilaian yang berlangsung selama pembelajaran berlangsung. Hasilnya digunakan untuk rnemonitor kemajuan belajar selama kegiatan pembelajaran dan memberikan umpan balik (feedback) secara berkesinambungan kepada siswa dan orang tua. Karena sifat penilaian formatif adalah untuk peningkatan/perbaikan proses pembelajaran bagi guru dan siswa maka harus diperhatikan frekuensi penggunaannya untuk umpan balik dalam kegiatan yang sedang berlangsung. Ketiga, penilaian sumatif adalah penilaian pada akhir unit pembelajaran yang berfungsi untuk (a) menentukan kemajuan kompetensi dan basil belajar yang dicapai siswa, (b) landasan untuk menentukan peringkat jika diperlukan, dan (c) membuat laporan kcberhasilan siswa kepada orang tua berupa raport atau transkrip nilai (Bloom, Madaus & Feasting, 1981).
Penilaian ketrampilan proses sains sama dengan penilaian hasil belajar pada umumnya yakni dari segi fungsinya dapat sebagai penilaian formatif, sumatif, dan diagnostik. Sedangkan dalam perakitan instrumen juga berpedoman pada kriteria instrumen yang baik yakni validitas, reliabilitas dan kepraktisan instrumen. Perbedaan dari produk Sains terletak pada fokus penilaian perbedaan dan bentuk instrumen yang digunakan.
Bentuk instrumen penilaian yang digunakan dapat bervariasi bergantung pada jenis ketrampilan proses apa yang akan direkam datanya. Seperti telah diuraikan bahwa penilaian hasil belajar siswa mempunyai banyak tujuan sehingga diperlukan pula berbagai bentuk instrumen.
Winkel (1996) mengemukakan empat metode yang dapat digunakan dalam Penilaian proses yaitu (a) membuat daftar pertanyaan – bisa berbentuk pilihan ganda atau skala penilaian, (b) observasi – menggunakan alat yang disesuaikan dengan apa yang akan diobservasi, (c) wawancara – menyangkut pengalaman siswa dalam proses belajar mengajar, dan (d) laporan tertulis – dibuat oleh siswa pada akhir suatu program pengajaran. Dalam "Just. Science Now" (2005) dikemukakan bahwa ketrampilan proses Sains dapat dinilai dalam bentuk penilaian wawancara (interview), proyek (projeck), penyelesaian tugas (performance task), portofolio (portofolios), daftar cek (check list), laporan tertulis (written report), pilihan ganda (Multiple choice), jawaban singkat (short answer), dan ujian esei (essay examination).

3. Strategi Penilaian Ketrampilan Proses Sains
Teknik pengumpulan informasi tentang hasil belajar siswa, ketrampilan, dan sikap dapat dikelompokkan dalam hal apa yang sedang dikerjakan kapan dan bagaimana informasi dikumpulkan. Siswa mungkin terlibat dalam hal: situasi kerja normal (termasuk pekerjaan tertulis dan praktik), tugas praktik khusus (termasuk tes), tugas tertulis khusus (termasuk tes), dan penilaian diri. Langkah-langkah yang perlu mendapat perhatian dalam penyusunan penilaian ketrampilan proses antara lain:
1. menentukan jenis ketrampilan proses yang akan dinilai
2. menentukan indikator-indikator jenis ketrampilan proses yang akan dinilai
3. menentukan dan mengembangkan instrurnen penilaian yang akan digunakan
4. validasi instrumen (validasi ahli atau uji coba di lapangan)
Beberapa kriteria penilaian proses Sains juga dikemukakan oleh Mason (1988), sebagai berikut:
1. Mengamati. Seorang siswa melakukan pengamatan jika: (a) mengenali sifat‑sifat sebuah obyek misalnya, warna, bentuk, rasa, dan ukurannya dengan menggunakan alat indera, (b) menyatakan sesuatu perubahan pada obyek atau peristiwa, (c) menyatakan persamaan dan perbedaan pada obyek atau peristiwa.
2. Mengklasifikasi. Seorang siswa melakukan klasifikasi jika: (a) mengelompok­kan obyek atau peristiwa berdasarkan ciri-ciri yang dimiliki, (b) menyusun obyek dan peristiwa secara logis.
3. Mengukur. Seorang siswa dikatakan mengukur apabila, (a) menggunakan alat ukur yang sesuai, (b) Menggunakan benda yang telah dikenal sebagai ukuran, (c) membuat garnbar-gambar berskala, (d) menggunakan teknik acak dan estimasi, (d) membuat grafik, (e) mencatat data secara detail.
4. Menarik kesimpulan. Seorang siswa menginfer jika, (a) menginterpretasi data yang dicatat, (b) merarnalkan peristiwa dan data, dan (c) berhipotesis dari data.
5. Melakukan eksperimen. Siswa bereksperimen jika, (a) merancang sebuah penelitian, (b) mengubah obyek untuk beberapa tujuan, dan membandingkan kondisi yang diubah dengan kondisi asli.
Langkah selanjutnya, adalah memilih alat ukur yang sesuai. Sering guru mengalami kesulitan dalam penyusunan alat penilaian ketrampilan proses meskipun jenis dan indikator telah tersedia. Hal ini diduga karena guru sudah sangat terbiasa hanya menguji aspek kognitif siswa.

4. Aplikasi Penilaian Ketrampilan Proses Sains
4.1 Mengamati (Observasi)
Observasi adalah ketrampilan proses dasar sains yang sangat penting untuk mengenal dunia luar yang menakjubkan. Kita mengamati setiap obyek dan fenomena alam melalui pancaindera: penglihatan, penciuman, pendengaran, pengecap, dan peraba. informasi yang diperoleh akan mengarah pada sikap ingin tahu, munculnya pertanyaan, dan penafsiran tentang lingkungan sekitar, yang mendorong anak untuk investigasi lebih jauh. Kemampuan mengamati adalah ketrampilan proses Sains yang paling dasar dan sangat penting untuk pengembangan ketrampilan proses yang lainnya seperti prediksi, klasifikasi, komunikasi, dan inferensi.

Pendengaran Penglihatan
(telinga) (mata)

OBSERVASI



Penciuman Pengecap Peraba
(hidung) (lidah) (kulit)

Setiap benda mempunyai ciri-ciri tertentu yang dapat diamati secara seksama, misalnya dari segi bentuk, ukuran, warna, bau, volume, susunan, bunyi, dan temperatur. Benda yang berbeda akan mempunyai ciri yang berbeda pula. Melalui pancaindera kita dapat mengenal karakteristik benda dengan melihat, meraba, mencium, mendengar, dan mengecap.
Rezba, et.al. (1995) menyarankan beberapa ide cemerlang yang dapat dilakukan untuk meningkatkan minat observasi siswa dalam pembelajaran Sains, diantaranya (1) membawa obyek yang menarik untuk diamati ke dalam kelas, misalnya bunga beraneka warna, buah yang berbagai rasa/bau, daun-daunan yang bermacam-macam bentuk, atau makanan ringan seperti kue-kue kering, (2) melakukan kegiatan­-kegiatan menarik seperti membuat es krim dan memasak kue (3) setetes air dapat menjadi sangat menarik dan menimbulkan berbagai pertanyaan untuk diamati lebih jauh, misalnya jika setetes air tersebut diletakkan pada kertas tissue atau pada kertas berlilin. Apa yang terjadi? Mengapa berbeda? Mengapa pada kertas berlilin plastik tetesan air tidak pecah? Apa yang terjadi jika kita melihat tulisan melalui setetes air tersebut?, dan (4) mengamati perubahan, misalnya mengamati sebatang paku yang dibungkus dengan kertas tisu yang lembab, perubahan pisang yang dikupas kulitnya, dan kegiatan lain yang sejenis.

4. 2 Mengelompokkan (Klasifikasi)
Untuk memahami secara menyeluruh sejumlah objek, peristiwa, dan makhluk hidup di sekeliling kita, sangat diperlukan adanya pengelompokan atau penggolongan yang teratur. Pengelompokan tersebut dapat dimulai dengan mengamati persamaan, perbedaan, dan keterkaitan antara satu obyek dengan yang lainnya. Penduduk suatu daerah dapat diklasifikasi berdasarkan jenis kelamin, umur, pekerjaan, penghasilan, dan sebagainya. Ada banyak sistem klasifikasi yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari, misalnya penggunaan “yellow page” (halaman kuning) pada koran atau tabloid tertentu, system Desimal Dewey untuk klasifikasi buku perpustakaan, atau pengaturan berbagai barang dalam supermarket, dan banyak lagi yang lainnya. Guru dapat juga mengelompokkan siswa sesuai tingkat pengetahuan yang dimiliki. Bahkan, klasifikasi merupakan ketrampilan proses Sains yang menjadi tumpuan pembentukan konsep.

4. 3 Menyimpulkan (Inferensi)
Kita akan mengenal lingkungan sekitar lebih baik jika kita dapat memahami dan menafsirkan kejadian-kejadian yang terjadi. Kita belajar mengenal pola setiap kejadian/peristiwa dan berharap pola tersebut akan terulang pada waktu yang akan datang. Disadari atau tidak, sebagian besar prilaku seseorang ditentukan oleh inferensi atau kesimpulan yang dibuatnya terhadap seseuatu. Hipotesis yang akan diuji kebenarannya juga disusun berdasarkan inferensi hasil penyelidikan sebelumnya. Guru membuat inferensi terhadap prestasi belajar siswa, bahkan belajar itu sendiri adalah sebuah inferensi yang dibuat berdasarkan perubahan­-perubahan tingkah laku siswa yang dapat diamati (Soetardjo, 1998).
Jika observasi adalah pengalaman yang diperoleh melalui salah satu alat indera atau lebih, maka inferensi adalah penafsiran atau penjelasan dari hasil observasi tersebut. Rezba, et.al. (1995) memberikan ilustrasi yang menarik, misalnya, Anda melihat melalui jendela dua orang laki-laki sedang membawa sebuah pesawat TV keluar dari rumah tetangga. Apa sesungguhnya yang terjadi? Kenyataan yang Anda amati adalah dua orang laki-laki sedang membawa pesawat TV keluar dari rumah tetangga. Pertanyaan untuk menjelaskan peristiwa tersebut akan muncul, mengapa kedua laki-laki tersebut sedang membawa TV? Ada beberapa penafsiran kesimpulan sementara (inferensi) yang dapat dikemukakan. Mungkin TV tersebut dibawa untuk diperbaiki. Pemiliknya mungkin telah membali pesawat TV yang baru dan menjual TV yang lama. TV tersebut mungkin sudah rusak dan akan dibawah ke pasar barang bekas, dan masih banyak kemungkinan penjelasan yang muncul. Setiap jawaban yang bersifat logis dari hasil observasi disebut dengan inferensi.
Kita menggunakan pengalaman-penglaman masa lalu untuk membentuk model mental terhadap dunia sekitar kita. Pengalaman baru hanya bermakna jika kita dapat menghubungkannya dengan pengertian yang telah dimiliki sebelumnya. Menginferensi berarti membangun hubungan antara apa yang diobservasi secara langsung dan apa yang telah diketahui dari pengalaman masa lampau.
INFERRING
What is already known by past experience
What is directly observed trhough the senses










Inferensi adalah suatu pernyataan yang didasari alasan logis dan untuk menjelaskan dan menafsirkan hasil observasi. Setiap inferensi harus selalu didasar­kan pada hasil observasi. Oleh sebab itu setiap melakukan inferensi perlu selalu diingat (1) lakukan sebanyak mungkin observasi terhadap obyek atau peristiwa, (2) hubungkan pengalaman-pengalaman masa lalu yang relevan dengan obyek atau peristiwa untuk mengintegrasikan informasi yang diperoleh dari hasil observasi, dan (3) bedakan pernyataan inferensi yang disusun dengan observasi dan prediksi, misalnya, “dari hasil yang saya amati saya simpulkan...” “dari hasil observasi dapat dijelaskan bahwa...”, “penjelasan yang mungkin sepanjang yang diamati...”.
Oleh karena inferensi didasarkan bukan saja pada hasil observasi tetapi juga pada basil observasi yang telah diketahui sebelumnya, maka inferensi akan diikuti oleh pengalaman baru yang dapat saja ditasirkan berbeda antara satu orang dengan orang lain. Setiap orang mengkonstruksi hasil belajarnya bergantung pada penga­laman masa lampau dan pengetahuan yang diperoleh sebelumnya. Akibatnya, tidak semua orang yang mempunyai pengalaman sama mengkonstruksi pengetahuan yang sama. Pada kondisi inilah muncul permasalahan.bagi seorang guru. Seorang siswa mempelajari sesuatu yang baru haruslah menghubungkan konsep baru tersebut dengan konsep yang telah terbentuk sebelumnya. Jika siswa tidak dapat menghubungkan konsep baru dengan pola pengetahuan yang sudah dimiliki maka proses belajar tidak akan terjadi. Peranan guru dalam hal ini adalah memfasilitasi proses pembelajaran dengan menghubungkan konsep-konsep baru dengan apa yang secara individual telah diketahui siswa.
Guru harus menemukan pengetahuan apa yang telah dimiliki siswa agar dapat menghubungkan pengetahuan lama dengan yang baru. Dengan menyiapkan situasi yang baik, guru dapat mengamati siswa yang memiliki pengetahuan siap tentang konsep yang baru dan mana yang tidak siap. Jika prasyarat pengetahuan yang diperlukan tidak nampak, maka guru harus mendesain kegiatan yang dapat menjadi­kan siswa menggunakan alat indera untuk mengamati konsep yang dipelajari semaksimal mungkin. Pengalaman ini akan membantu mereka mengkonstruksi lebih banyak pengetahuan.

4. 4 Memperkirakan (Prediksi)
Prediksi adalah satu perkiraan apa yang akan terjadi. Kemampuan mem­prediksi suatu kejadian akan menjadikan seseorang berinteraksi lebih baik dengan lingkungannya. Prediksi sangat erat kaitannya dengan observasi, klasifikasi, dan inferensi. Prediksi didasarkan pada observasi yang cermat dan inferensi yang akurat hasil observasi. Klasifikasi dilakukan untuk mengidentifikasi persamaan dan perbedaan yang terjadi pada satu obyek atau kejadian. Persamaan dan perbedaan yang diobservasi akan membentuk pola-pola tertentu yang memungkinkan untuk meprediksi apa yang akan terjadi berikutnya.
Para siswa perlu belajar mengajukan pertanyaan seperti, “jika hal ini terjadi, apa yang akan terjadi berikumya?” atau “apa yang akan terjadi jika hal ini saya lakukan?” Untuk membedakan antara observasi, inferensi, dan prediksi, perlu diingat definisi singkat ketiga ketrampilan proses ini.

Informasi diperoleh melalui alat indera observasi
Mengapa hasil observasi seperti itu inferensi
Apa yang akan terjadi kemudin prediksi

Perhatikanlah tiga penyataan berikut ini. Tentukan pernyataan mana yang termasuk observasi, inferensi, dan prediksi.
a. Sekitar 15 menit lagi hujan akan turun
b. Saya melihat awan tebal, dan udara terasa dingin
c. Awan mengandung titik-titik air menjadikan udara dingin

Jika dicermati berdasarkan definisi singkat yang telah dikemukakan di atas maka: Pernyataan (a) termasuk prediksi, suatu penyataan keadaan yang akan terjadi, (b) termasuk observasi, informasi yang diperoleh melalui alat indera, dan (c) termasuk inferensi, penjelasan tentang basil observasi. Nampak jelas perbedaan antara observasi, inferensi, dan prediksi, tetapi ketiganya mempunyai keterkaitan yang sangat erat. Pengalaman yang diperoleh melalui observasi dan inferensi yang dibuat dari hasil observasi akan membuat pola pemikiran yang digunakan untuk memperkirakan apa yang akan terjadi. Misalnya, pengalaman mengamati pelangi. Kita melihat pelangi berwarna-warni, terjadi hujan rintik-rintik ada matahari muncul yang bersebelahan dengan pelangi. Kita menyusun inferensi bahwa pelangi muncul jika hujan rintik-rintik dan matahari bersinar bertolak belakang dengan posisi pelangi. Hasil observasi dan inferensi ini akan membentuk model mental untuk memprediksi kejadian yang lama di masa yang akan datang. Jika hujan rintik-rintik dan matahari bersinar maka kemungkinan akan terbentuk pelangi.

PREDIKSI

INFERENSI

OBSERVASIPola hubungan antara observasi, inferensi, dan prediksi dapat digambarkan sebagai berikut.









PREDIKSI

INFERENSI

OBSERVASIPrediksi adalah perkiraan yang didasarkan pada pernyataan rasional dari hasil observasi yang cermat dan model mental yang dikonstruksi untuk menjelaskan apa yang telah diamati. Prediksi bukan sekedar perkiraan spekulasi tanpa alasan yang cukup kuat. Oleh karena prediksi perlu dukungan data hasil observasi yang rasional dan akurat maka prediksi perlu diuji secara berkelanjutan dan berulang kali. Jika hasil observasi yang baru tetap mendukung pola prediksi yang telah disusun maka kita akan lebih percaya pada prediksi yang telah dibuat. Namun sebaliknya, jika hasil observasi yang baru tidak mendukung prediksi semula, maka kita dapat menolak prediksi tersebut dan mengulangi lagi observasi yang dilakukan. Observasi yang baru akan mendorong penyusunan inferensi dan prediksi yang baru sehingga pola hubungan ketiga ketrampilan proses ini dapat digambarkan sebagai berikut.

PREDIKSI

INFERENSI

OBSERVASI





Jika data baru (observasi) dikumpulkan, teori (inferensi) disusun untuk menjelaskan apa yang telah diobservasi, dan memprediksi apa yang belum diobservasi. Dengan demikian, satu teori hanya dapat diterima dalam Sains jika melalui tiga tahapan pengujian berkelanjutan, yakni:
a. dapat menjelaskan apa yang telah diobservasi
b. dapat mempredikasi apa yang belum diobservasi
c. dapat diuji untuk observasi lebih lanjut dan dimodifikasi sesuai data baru yang ditemukan.

Ketiga ketrampilan proses Sains ini mendorong adanya perubahan ide dan revieu yang terus-menerus. Sains harus selalu dipandang tentatif, selalu mengarah kepada perubahan pada observasi yang baru sebagai hasil pengujian prediksi. Dalam kaitannya dengan pembelajaran Sains-SD di kelas, dapat didesain kegiatan untuk melatih ketrampilan proses memprediksi. Beberapa contoh dapat dikemuka­kan sebagai berikut:
1. Jaring-Jaring makanan.
Kucing,
burung
Belalang Tikus
Tanaman jagung

Pada jaring makanan sederhana ini siswa dapat dilatih memprediksi apa yang akan terjadi pada jaring makanan jika salah satu organisme pada rantai makanan itu diputus.
2. Pembakaran. Tutup beberapa batang lilin yang sedang menyala dengan gelas berbagai ukuran. Siswa dapat dilatih memprediksi dengan menentukan lilin mana yang akan menyala paling lama.
3. Bunyi. Isi botol minuman coca cola atau yang sejenisnya dengan air berbagai ukuran. Siswa memprediksi botol manakah yang akan berbunyi paling nyaring jika dipukul.
4. Penghantur listrik: konduktur dan isolator. Susunlah rangkaian listrik dengan menggunakan batu baterai, kabel, dan Uji beberapa Benda dengan menjadikan benda tersebut sebagai penghubung antara dua kabel pada rang­kaian listrik. Prediksi manakah benda yang besifat konduktor (jika diuji bohlam menyala) dan manakah yang bersifat isolator (jika diuji bohlam tidak menyala).


4. 5 Mengkomunikasikan (Komunikasi)
Ketrampilan komunikasi adalah ketrampilan proses yang sangat penting dalam pcmbelajaran Sains. Apa yang diperoleh melalui observasi, yang disimpulkan dari hasil observasi, dan apa yang diprediksi akan terjadi berdasarkan hasil observasi dan kesimpulan sementara perlu dikomunikasikan kepada orang lain. Untuk itu ketrampilan mengkomunikasikan apa yang telah dilakukan kepada orang lain perlu dikembangkan dan dilatih dengan baik. Beberapa metode komunikasi yang sering digunakan dalam pembelajaran Sains adalah grafik, diagram, peta, tabel, symbol, demonstrasi visual, dan presentasi (oral dan tulisan).
Agar dapat mengembangkan komunikasi yang baik maka para siswa perlu diberikan kesempatan untuk mempraktekkan komunikasi yang efektif kepada orang lain. Kesempatan ini perlu difasilitasi dengan baik karena pada saat menceritakan apa yang telah dipelajari, para siswa akan menemukan cara-cara baru untuk mengkonstruksi pemikiran mereka. Para siswa juga akan belajar bagaimana menyelesaikan perbedaan pendapat yang dapat diterima oleh orang lain. Berdiskusi sementara melakukan kegiatan Sains, merekam dan menyusun data hasil pengamatan, dan membandingkan hasil yang diperoleh adalah bentuk-bentuk kegiatan yang dapat membantu siswa mengembangkan komunikasi yang efektif.
Rezba, et.al, (1995:19) menggambarkan alat-alat bantu yang dapat dipilih dalam mengkomunikasikan hasil pengamatan dan pemikiran, seperti berikut ini.











Sumber: Learning and Assessing Science Process Skills.
Rezba. at.al dkk (1995: 19)

Ada banyak kegiatan yang dapat dilakukan dalam pembelajaran Sains untuk membantu para siswa mengembangkan ketrampilan proses komunikasi yang efektif.
1. Melatih membuat laporan tertulis.
Para siswa SD mungkin masih perlu banyak perbendaharaan kata untuk menyusun tulisan yang baik, tetapi menuliskan apa yang mereka peroleh dari kegiatan yang mereka lakukan sangat penting meskipun sangat sederhana. Mereka dapat menuliskan kalimat-kalimat sederhana, bahkan pada tingkat awal dapat dibantu dengan permulaan kalimat, misalnya, “kita sedang belajar...”, “kita melakukan...” “kita mengamati...”. Pada kelas V dan VI siswa sudah dapat menyampaikan laporan tertulis kesimpulan yang mereka peroleh dari kegiatan yang mereka lakukan.
2. Mengamati benda, situasi, atau peristiwa.
Siswa dapat mengamati peta suatu tempat dan membuat deskripsi peta tersebut. Mungkin pula siswa dapat ditugaskan mendeskripsikan tempat tinggal mereka, dan membuat petunjuk (denah) yang dapat digunakan untuk mencari alamat mereka.
3. Permainan.
Banyak permainan menarik dapat dilakukan untuk mengembang­kan kemampuan komunikasi. "Pesan Berantai" yang sering dilihat di TV dapat dipraktekkan. Pesan tertulis diberikan pada seorang siswa kemudian siswa tersebut membisikkan pesan tersebut ke teman di sampingnya, seterusnya pesan tersebut disampaikan secara berantai dan pada akhirnya siswa terakhir menyebutkan pesan tersebut dengan keras. Hasilnva sering menakjubkan karena pesan pertama yang ditulis guru sudak berbeda sama sekali dengan apa yang diungkapkan pada akhir permainan.
4. Iklan dan bentuk komunikasi yang lain.
Siswa dapat ditugaskan untuk mempelajari berbagai iklan dari beberapa sumber, TV, surat kabar, tabloid, atau majalah. Kemudian siswa mempresentasikan apa pesan yang mereka amati.
Masih banyak lagi kegiatan lain yang menarik dan mengembirakan siswa dalam melatih ketrampilan proses komunikasi. Perlu diperhatikan bahwa tercapainya komunikasi yang efektif maka (1) gunakan bahasa yang jelas, tidak bermakna ganda sehingga dapat dimengerti orang lain dengan baik (2) deskripsikan segala seuatu yang diamati selengkap mungkin, (3) gunakan metode komunikasi yang paling tepat berkaitan dengan obyek atau peristiwa yang diamati.

Kesimpulan dan Saran
Kesimpulan
· Ketrampilan proses sains dapat dibagi menjadi 2 bagian kelompok yaitu; Pertama, ketrampilan dasar yang meliputi; (a) observasi, (b) klasifikasi (c) komunikasi, (d) pengukuran, (e) prediksi, dan (f) penarikan kesimpulan.
Kedua, ketrampilan terintegrasi yang meliputi; (a) mengidentifikasi variabel, (b) menyusun tabel data, (c) menyusun grafik, (d) menggambarkan hubungan antar variable, (e) memperoleh dan memproses data, (f) menganalisis investigasi, (g) menyusun hipotesis, (h) merumuskan variable secara opersional, (i) merancang investigasi, dan (i) melakukan eksperimen.
· Penilaian dalam konteks hasil belajar siswa di sekolah/madrasah adalah satu proses pengumpulan fakta dan informasi serta dokumen siswa yang dapat dipercaya. Hasilnya dapat digunakan untuk perbaikan program pembelajaran atau membuat keputusan tertentu tentang hasil yang dicapai siswa pada jenjang pembelajaran tertentu.
· Konsep dasar penilaian yang perlu mendapat perhatian adalah keefektifan instrumen penilaian, yang terdiri atas tiga unsur utama yakni valid (validity), reliabel (reliability), dan praktis (practicality)
· Penilaian ketrampilan proses sains sama dengan penilaian hasil belajar pada umumnya yakni dari segi fungsinya dapat sebagai penilaian formatif, sumatif, dan diagnostik. Sedangkan dalam perakitan instrumen juga berpedoman pada kriteria instrumen yang baik yakni validitas, reliabilitas dan kepraktisan instrumen. Perbedaan dari produk Sains terletak pada fokus penilaian perbedaan dan bentuk instrumen yang digunakan.

Saran
Tujuan pengajaran sains sebagai proses adalah untuk meningkatkan keterampilan berpikir siswa, sehingga siswa bukan hanya mampu dan terampil dalam bidang psikomotorik, melainkan juga bukan sekedar ahli menghafal. Pada keterampilan proses sains, guru tidak mengharapkan setiap siswa akan menjadi ilmuan, melainkan dapat mengemukakan ide bahwa memahami sains sebagian bergantung pada kemampuan memandang dan bergaul dengan alam menurut cara-cara seperti yang diperbuat oleh ilmuan.

Pembelajaran Sains Dengan Animasi

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Abad 21 dikenal sebagai abad globalisasi dan teknologi informasi. Informasi menjadi salah satu "sumber daya" yang penting dan merupakan faktor penentu dari kompetensi global. Keterbukaan mendorong mengalirnya teknologi baru dari Negara-negara maju. Di dalam proses ini peranan pendidikan sangat menentukan karena pendidikan mendorong terjadinya alih teknologi, adaptasi teknologi maupun penyebarannya.
Dalam menghadapi era globalisasi dirasakan adanya kebutuhan mendesak mengenai perbaikan kualitas sumber daya manusia (SDM) melalui pendidikan dan akses yang lebih baik terhadap ilmu pengetahuan. Dengan pengaruh teknologi dalam pendidikan dan pembelajaran, sejumlah besar sumber belajar telah tersedia bagi pebelajar. Akibatnya guru, instruktur, atau dosen bukan lagi satu-satunya sumber informasi.
Terkait dengan hal itu pemerintah telah mempercepat pencanangan Millenium Devolopment Goals, yang semula dicanangkan tahun 2020 dipercepat menjadi tahun 2015. Millenium Devolopment Goals adalah era pasar bebas atau era globalisasi, sebagai era persaingan mutu dan kualitas, siapa yang berkualitas akan maju dan mempertahankan eksistensinya. Oleh karena itu pembangunan sumber daya manusia (SDM) berkualitas merupakan suatu keniscayaan yang tidak dapat ditawar-tawar lagi. Hal tersebut mutlak diperlukan, karena akan menjadi penopang utama pembangunan nasional yang mandiri dan berkeadilan, good governance and clean governance; serta menjadi jalan keluar bagi bangsa Indonesia dari multidimensi krisis, kemiskinan, dan kesenjangan ekonomi.
Percepatan arus informasi dalam era globalisasi dewasa ini menuntut semua bidang kehidupan untuk menyesuaikan visi, misi, tujuan, dan strateginya agar sesuai dengan kebutuhan, dan tidak ketinggalan zaman. Penyesuaian tersebut secara tidak langsung mengubah tatanan dalam sistem makro dan mikro, demikian halnya dengan sistem pendidikan. Sistem pendidikan nasional senantiasa harus dikembangkan sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan yang terjadi baik lokal, nasional, maupun global.
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan mengamanatkan bahwa Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) jenjang pendidikan dasar dan menengah disusun oleh satuan pendidikan dengan mengacu pada Standar Isi (SI) dan Standar Kompetensi Lulusan (SKL), serta berpedoman pada panduan yang disusun oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BNSP).
Madrasah Ibtidaiyah sebagai satuan pendidikan dasar di lingkungan Departemen Agama perlu menyusun KTSP Madrasah Ibtidaiyah yang mengacu pada Standar Nasional Pendidikan, acuan yang digunakan menyusun KTSP MI ini meliputi; standar isi, dan standar kompetensi lulusan, serta berpedoman pada badan standar nasional pendidikan.
Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) IPA di SD/MI merupakan standar minimum yang secara nasional harus dicapai oleh peserta didik dan menjadi acuan dalam pengembangan kurikulum di setiap satuan pendidikan. Pencapaian SK dan KD didasarkan pada pemberdayaan peserta didik untuk membangun kemampuan, bekerja ilmiah, dan pengetahuan sendiri yang difasilitasi oleh guru.
Kurikulum Madrasah Ibtidaiyah untuk mata pelajaran IPA bertujuan membekali peserta didik memiliki kemampuan mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif, dan kesadaran tentang adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi dan masyarakat, mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah dan membuat putusan. (Khaerudin; 2007: 182). Ruang lingkup bahan kajian IPA di MI meliputi aspek-aspek berikut:
1) Makhluk hidup dan proses kehidupannya, yaitu manusia, hewan, tumbuhan, dan interaksinya.
2) Materi, sifat-sifat, dan kegunaannya meliputi: air, udara, tanah, dan batuan
3) Listrik, magnet, energi dan panas, gaya dan pesawat sederhana, cahaya dan bunyi, tata surya, dan benda-benda langit lainnya.
4) Kesehatan, makanan, penyakit, dan pencegahannya.
5) Sumber daya alam, kegunaan, pemeliharaan, dan pelestariannya. (Khaerudin; 2007: 182).

IPA berupaya membangkitkan minat manusia agar mau meningkatkan kecerdasan dan pemahamannya tentang alam seisinya yang penuh dengan rahasia, yang tak habis-habisnya. Dengan tersingkapnya tabir rahasia alam itu satu persatu, serta mengalirnya informasi yang dihasilkannya, jangkauan IPA semakin luas dan lahirlah sifat terapannya, yaitu teknologi adalah lebar. Namun dari waktu jarak tersebut semakin lama semakin sempit, sehingga semboyan “IPA hari ini adalah teknologi hari esok” merupakan semboyan yang berkali-kali dibuktikan oleh sejarah. Bahkan kini IPA dan teknologi manunggal menjadi budaya ilmu pengetahuan dan teknologi yang saling mengisi (komplementer), ibarat mata uang, yaitu satu sisinya mengandung hakikat IPA (the nature of Science) dan sisi yang lainnya mengandung makna teknologi (the meaning of technology) (Sumaji, 1998: 31-32).
Capaian kemajuan suatu bangsa biasanya diukur dengan tingkat kemajuan dan keberhasilan di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi yang dicapai oleh bangsa itu. Apalagi di masa yang akan datang (abad ke 22), kemajuan suatu bangsa sangat ditentukan oleh kemampuan sumber daya manusia yang dimiliki suatu bangsa dalam menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi.
Khusus untuk IPA di SD/MI hendaknya membuka kesempatan untuk memupuk rasa ingin tahu anak didik secara alamiah. Hal ini akan membantu mereka mengembangkan kemampuan bertanya dan mencari jawaban atas fenomena alam berdasarkan bukti serta mengembangkan cara berpikir sainstifik (ilmiah). Fokus program pembelajaran IPA di SD/MI hendaknya ditujukan untuk memupuk minat dan pengembangan anak didik terhadap dunia mereka di mana mereka hidup.
Ciri yang menonjol pada pendidikan IPA di Indonesia dan berbeda dengan Amerika ialah adanya nilai-nilai agama yang termasuk dalam kurikulum. Melalui pendidikan IPA anak didik didorong untuk dapat meningkatkan Iman dan Takwanya kepada Tuhan YME, pencipta alam semesta (Usman Samatowa, 2004: 2)
Secara umum, pembelajaran IPA di Indonesia saat ini belum berorientasi pada proses belajar, namun lebih mementingkan pada produk belajar, yakni pengetahuan. Interaksi guru dan siswa sekedar transfer pengetahuan dari seorang guru kepada siswa. Pendekatan yang digunakan dalam belajar masih menggunakan pendekatan konvensional, yaitu tekstual yang bersifat instant. Pendekatan konseptual dan kontekstual; yang menggunakan objek dan persoalan nyata dalam belajar, yang memerlukan kajian lebih dalam tetapi realistik, belum tersentuh.
Pembelajaran IPA dengan cara primordial seperti yang diilustrasikan di atas, menghasilkan peserta didik yang sekedar memperoleh hafalan pengetahuan yang tidak lengkap dan mudah dilupakan sehingga tidak bermanfaat bagi kehidupannya. Dengan demikian, pendidikan yang tekstual justru akan menjauhkan peserta didik dari realita, asing terhadap fakta, asing terhadap konteks pembelajaran dunia nyata, asing terhadap proses konseptualisasi, tidak mampu membuat konsep kehidupan, tidak mandiri dan lebih senang hidup tergantung dalam segala hal. Pendekatan tekstual dapat mengakibatkan keterpurukan dalam bidang sains dan tertinggal dengan bangsa barat dalam bidang ilmu dasar IPA dan teknologi.
Beberapa kelemahan pembelajaran IPA selama ini antara lain pembelajaran IPA yang diterapkan saat ini merupakan pembelajaran yang berorientasi pada disiplin ilmu. Materi yang diajarkan kepada peserta didik lebih bersifat abstrak dan jauh dari pengalaman peserta didik. Materi yang diajarkan kepada peserta didik pada dasarnya merupakan materi yang dipersiapkan untuk mengikuti pelajaran pada tahap berikutnya, konsekuensi dari hal ini adalah timbulnya kerugian bagi para peserta didik yang tidak mengikuti salah satu tahap tersebut (dalam arti tidak meneruskan ke jenjang yang lebih tinggi lagi); metode pembelajaran yang digunakan sekarang masih mengandalkan ceramah yang terkadang juga disertai dengan percobaan verifikasi laboratorium yang sudah jadi. Akibatnya peserta didik hanya pasif dan sulit untuk berkembang apalagi sampai pada tingkat mental dan emosionalnya.
Sampai saat ini pembelajaran IPA di sekolah/madrasah kurang dikaitkan dengan permasalahan yang dihadapi siswa dalam kehidupan sehari-hari. Pembelajaran IPA diharapkan dapat mempersiapkan peserta didik untuk mampu memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari. Banyak siswa yang masih beranggapan pelajaran IPA sulit dan kurang menarik. Hal tersebut disebabkan oleh pembelajaran IPA yang masih konvensional yaitu texbook oriented dan teacher centered. Dalam KTSP, kurikulum dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan multistrategi dan multimedia, sumber belajar dan teknologi yang memadai, dan memanfaatkan lingkungan sekitar sebagai sumber belajar (E. Mulyasa, 2006:248).
Menurut Direktorat TK dan SD (dalam Ibrahim Bafadal, 2006: 20) ada lima komponen yang menentukan mutu pendidikan, yaitu;
(1) Kegiatan belajar mengajar;
(2) Manajemen pendidikan yang efektif dan efisien;
(3) Buku dan sarana belajar yang memadai dan selalu dalam kondisi siap pakai;
(4) Fisik dan penampilan sekolah yang baik;
(5) Partisipasi aktif masyarakat.
Nana Sudjana (2006: 57) mengatakan bahwa penilaian terhadap proses pembelajaran bertujuan agak berbeda dengan tujuan penilaian hasil belajar. Apabila penilaian hasil belajar lebih ditekankan pada derajat penguasaan tujuan pengajaran (instruksional) oleh para siswa, maka tujuan penilaian proses pembelajaran lebih ditekankan pada perbaikan dan pengoptimalan kegiatan pembelajaran itu sendiri, terutama efisiensi-keefektifan-produktivitasnya.
Pata Bundu (2006: 3) mengatakan bahwa kelemahan pendidikan IPA diakibatkan oleh (1) masih banyak guru yang menekankan pembelajaran pada faktor ingatan, (2) sangat kurang pelaksanaan praktikum, dan (3) fokus penyajian dengan ceramah yang mengakibatkan penyajian sangat terbatas, tidak lebih dari mendengarkan dan menyalin. Sekaitan dengan hal tersebut, tujuan pembelajaran IPA yang diharapkan belum sepenuhnya tercapai, hal ini dapat dilihat dari perolehan hasil belajar siswa untuk mata pelajaran IPA masih rendah.
Dalam penerapan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, pembelajaran IPA diharapkan dapat berorientasi pada penguasaan konsep, proses dan sikap ilmiah IPA, maka siswa harus dilatih, dibimbing tentang prosedur untuk menemukan konsep IPA secara benar dengan ilmiah yang dilandasi dengan sikap ilmiah. Penggunan sumber pembelajaran khususnya media animasi berbantuan komputer dalam pembelajaran IPA menjadi salah satu media yang dapat digunakan dalam kegiatan pembelajara IPA di Madrasah Ibtidaiyah.
Sumber pembelajaran adalah segala sesuatu atau daya yang dapat dimanfaatkan oleh guru, baik secara terpisah maupun dalam bentuk gabungan untuk kepentingan pembelajaran dengan tujuan meningkatkan efektifitas dan efisiensi tujuan pembelajaran. Sedangkan media pendidikan adalah alat, metode dan teknik yang digunakan dalam rangka lebih mengefektifkan komunikasi dan interaksi antara guru dan siswa dalam proses pembelajaran. Oemar Hamalik, (1985:23). Gagne (1970) dalam bukunya Arief Sadiman, (1996:6), menyatakan bahwa media pendidikan berbagai jenis komponen dalam lingkungan siswa yang dapat merangsangnya untuk belajar. Media pendidikan juga diartikan sebagai media komunikasi yang dipakai dalam kegiatan belajar mengajar. Pendidikan mendewasakan manusia melalui upaya pembelajaran.
Secara implisit media pendidikan meliputi alat yang secara fisik digunakan untuk menyampaikan isi materi pengajaran, yang terdiri antara lain buku, tape recorder, kaset, video kamera, video recorder, film, slide, foto, gambar, grafik, televisi dan komputer. Gagne dan Briggs (1975) dalam Oemar Hamalik (2001:4).
Sebagai sumber pembelajaran IPA, media pendidikan diperlukan untuk membantu guru dalam menumbuhkan pemahaman siswa terhadap materi IPA. Sementara itu, seiring dengan pesatnya perkembangan media informasi dan komunikasi, baik perangkat keras (Hardware) maupun perangkat lunak (Software), akan membawa perubahan bergesernya peranan guru, termasuk guru IPA sebagai penyampai pesan/informasi. Guru tidak bisa lagi berperan sebagai satu-satunya sumber informasi bagi kegiatan pembelajaran para siswanya. Akan tetapi siswa dapat memperoleh informasi dari berbagai sumber, salah satunya adalah dari media animasi berbantuan komputer.
Animasi pembelajaran berbantuan komputer sebagai media pendidikan dan sumber pembelajaran IPA mengkondisikan siswa untuk belajar berpikir aktif serta mampu meningkatkan minat dan motivasi belajar siswa. Meskipun penggunaan media pembelajaran berbantuan animasi komputer tidak dapat menggantikan posisi guru dalam proses pembelajaran di kelas, akan tetapi dengan menggunakan media berbantuan animasi komputer dalam pembelajaran IPA penyampaian materi pelajaran akan lebih mudah, pembelajaran akan lebih menarik, dapat mengefektifkan waktu, kualitas hasil belajar dapat ditingkatkan, dapat membangkitkan sikap positif siswa terhadap apa yang mereka pelajari.
Berdasarkan observasi di lapangan khususnya pada pembelajaran IPA di MIN Kota Gorontalo, fenomena yang terjadi, guru kurang optimal dalam memanfaatkan sumber belajar, proses pembelajaran dengan menggunakan media animasi berbantuan komputer sudah digunakan tetapi kenyataannya hasil belajar IPA masih rendah. Hal ini dapat dilihat dari data Suplemen Buku Induk Siswa yang berisi daftar nilai atau prestasi siswa dengan nilai rata-rata kelas V MIN Kota Gorontalo, tahun pelajaran 2007-2008 sebanyak 43 siswa yakni 5,83 nilai rata-rata kelas untuk mata pelajaran IPA masih rendah.(Buku Suplemen MIN Kota Gorontalo)
Kendala lain yang ditemukan di lapangan antara lain: proses pembelajaran IPA di MIN Kota Gorontalo khususnya dalam pembelajaran IPA, masih lebih menitikberatkan pada ketuntasan materi ajar dan belum pada penguasaan belajar siswa. Pembelajaran IPA yang berorientasi pada proses IPA, produk IPA dan sikap ilmiah IPA belum sepenuhnya terlaksana, hal ini disebabkan oleh tuntutan akan terselesaikannya materi ajar sehingga guru mencari jalan keluar dengan memanfaatkan berbagai sumber belajar dan salah satunya dengan menggunakan media animasi berbantuan komputer.
Media animasi berbantuan komputer yang digunakan di MIN Kota Gorontalo adalah media animasi yang menggunakan program powerpoint, dalam penyampain materi pembelajaran guru telah merancang materi pembelajarannya dalam bentuk yang siap pakai, disamping itu media animasi dalam pembelajaran komputer juga dikolaborasi dengan materi-materi yang sudah tersedia dari CD pembelajaran yang yang beredar dipasaran.
Pertanyaan kemudian adalah hal yang salah dalam pendidikan IPA di MIN Kota Gorontalo? Apabila kita melihat fakta di lapangan tadi; guru lebih mementingkan ketercapaian ketuntasan materi, dan para siswa diajak untuk dapat menghafal materi yang diberikan. Hal ini mungkin terkait dengan kecenderungan menggunakan hafalan sebagai wahana untuk menguasai ilmu pengetahuan, bukan kemampuan berpikir. Tampaknya pendidikan IPA di MIN Kota Gorontalo lebih menekankan pada abstract conceptualization dan kurang mengembangkan active experimentation, padahal seharusnya keduanya seimbang secara proporsional.
Berdarkan pemaparan di atas peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian mengenai implementasi proses pembelajaran IPA di MIN Kota Gorontalo yang menggunakan media berbantuan animasi komputer sebagi salah satu sumber belajar. Ketertarikan ini berangkat dari keprihatinan akan kualitas pembelajaran IPA di MIN Kota Gorontalo yang cendrung nilainya kurang dari standar minimum ketuntasan belajar dan kemampuan siswa dalam ketrampilan berpikir.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian di atas, maka berbagai permasalahan yang ada di Madrasah Ibtidaiyah Negeri dapat diidentifikasikan sebagai berikut :
Guru belum secara profesional mencurahkan kemampuannya dalam melakukan proses pembelajaran menguasai seluruh komponen dan perangkat pembelajaran, media pembelajaran, analisis hasil pembelajaran untuk menumbuh kembangkan proses pembelajaran di kelas.
Guru belum secara proaktif terlibat dalam pengambilan kebijakan proses pembelajaran untuk mengembangkan bakat, kreatifitas kognitif, afektif dan psikomotor anak didik?
Guru kurang optimal dalam memanfaatkan sumber belajar, masih terfokus pada ketercapain dan ketuntasan materi ajar.
Pembelajaran IPA belum berorientasi pada ketrampilan proses, dan sikap ilmiah dan cendrung pada produk IPA.
Penilaian proses pembelajaran sering terabaikan dan kurang mendapat perhatian.
Hasil belajar IPA rendah sebagai akibat dari tujuan pembelajaran yang lebih menekankan pada ketuntasan materi ajar.
Proses pembelajaran dengan menggunaan media animasi berbantuan komputer masih berorientasi pada ketuntasan materi ajar, belum memperhatikan ketuntasan minimal capaian hasil belajar siswa.
Proses pembelajaran IPA masih lebih menekankan pada abstract conceptualization dan kurang mengembangkan active experimentation.

C. Pembatasan Masalah dan Fokus Penelitian
Yang menjadi fokus penelitian adalah impelementasi proses pembelajaran IPA dengan menggunakan media animasi berbantuan komputer di MIN Kota Gorontalo dengan melakukan beberapa pembatasan, yaitu :
1. Proses pembelajaran IPA dengan menggunakan media animasi berbantuan komputer di kelas V MIN Kota Gorontalo.
2. Pelaksanaan pembelajaran IPA yang akan diteliti adalah kegiatan pembelajaran cahaya dan sifat-sifatnya yang kegiatan pembelajarannya sudah menggunakan media animasi berbantuan komputer, dengan pertimbangan kegiatan pembelajaran tersebut akan dibelajarkan pada saat peneliti mengadaan penelitian di madrasah ibtidaiyah tersebut.

D. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah, identifikasi masalah dan pembatasan masalah, maka pokok masalah yang akan diangkat dalam penelitian ini adalah “bagaimana implementasi proses pembelajaran IPA menggunakan media animasi berbantuan komputer di MIN Kota Gorontalo”. Selanjutnya pokok masalah ini akan dijabarkan ke dalam sub-sub masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana proses pembelajaran IPA menggunakan media animasi berbantuan komputer di MIN Kota Gorontalo?.
2. Apakah proses pembelajaran IPA dengan menggunakan media animasi berbantuan komputer di MIN Kota Gorontalo dapat meningkatkan ketrampilan berpikir siswa?.
3. Apa faktor penghambat dan pendukung dalam proses pembelajaran IPA menggunakan media animasi berbantuan komputer di MIN Kota Gorontalo?.

E. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui lebih mendalam impelementasi proses pembelajaran IPA dengan menggunakan media animasi berbantuan komputer di MIN Kota Gorontalo.
2. Untuk mengetahui ketrampilan berpikir siswa dalam proses pembelajaran IPA dengan menggunakan media animasi berbantuan komputer di MIN Kota Gorontalo.
3. Untuk mengetahui faktor menghambat proses pembelajaran IPA dengan menggunakan media animasi berbantuan komputer di MIN Kota Gorontalo
4. Untuk mengetahui faktor pendukung proses pembelajaran IPA dengan menggunakan media animasi berbantuan komputer di MIN Kota Gorontalo


F. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan mempunyai manfaat bagi pemgembangan dan peningkatan kualitas pembelajaran dalam proses pembelajaran IPA di Madrasah Ibtidaiyah baik secara teoritis maupun praktis.
1. Secara Teoritis
Apabila terbukti bahwa implementasi media animasi berbantuan komputer dalam pembelajaran IPA dapat meningkatkan ketrampilan berpikir siswa, maka dapat dinyatakan bahwa:
Hasil penelitian ini dapat memberikan kejelasan teoritis dan pemahaman lebih mendalam tentang implementasi proses pembelajaran IPA dengan mengguna-kan media animasi berbantuan komputer, sehingga dapat memperkaya pengetahuan tentang proses pembelajaran IPA dan penggunaan media animasi berbantuan komputer.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menyempurnakan sekaligus mengkons-truksikan teori-teori yang berkaitan dengan pembelajaran IPA.
2. Secara Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi:
Siswa, hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai upaya mening-katkan minat dan motivasi belajar siswa khususnya pada mata pelajaran IPA.
Guru, hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu mengatasi permasalahan dalam pembelajaran IPA, memberikan wawasan, ketrampilan, dan pemahaman metodologis pembelajaran sehingga dapat meningkatkan pengetahuan guru.
Kepala Sekolah, sebagai masukan dalam memberbaiki dan meningkatkan kualitas pembelajaran secara intens, efektif, dan efisien, agar kualitas pembelajaran lebih dapat ditingkatkan.

















BAB II
LANDASAN TEORI

A. Kajian Teori
1. Pembelajaran IPA di SD/MI
1.1 Pengertian IPA
Hakikat Pendidikan IPA merupakan salah satu aspek pendidikan dengan menggunakan IPA sebagai alatnya untuk mencapai tujuan pendidikan IPA khususnya. Salah satu sasaran yang dapat dicapai melalui pendidikan IPA adalah pengertian IPA itu sendiri. Problemnya ialah bagaimana kita dapat mendidik siswa untuk mencapai sasaran dan tujuan pendidikan dengan menggunakan pengertian IPA.
IPA mempunyai objek yaitu benda-benda alam dan peristiwa-peristiwanya yang bersifat: 1) ada saling hubungan antara benda alam satu dengan yang lain, 2) ada saling hubungan antara benda dan peristiwa alam, dan 3) ada saling hubungan antara peristiwa satu dengan peristiwa yang lain, sehingga benda dan peristiwa alam itu bersifat integral. Perkembangan IPA sebagai ilmu pengetahuan mengalami tingkat tingkat sebagai berikut: 1) tingkat coba-coba dan kebetulan, dan sifatnya deskriptif, 2) tingkat perenungan, penggunaan logika, dan sifatnya otoriter dan teoritik, dan 3) tingkat pengamatan, pembuktian dan percobaan (eksperimental), dan sifatnya terbuka dan objektif.
Dengan dilandasi pengertian bahwa IPA adalah merupakan bangunan ilmu dan proses (“science is both a body of knowledge and a process”), siswa yang belajar IPA akan mengalami perkembangan dalam hal: 1) pengetahuannya, 2) sikapnya, 3) ketrampilannya, dan 4) cara berpikirnya. IPA selalu bertumpu pada metode ilmiah. Ini berarti bahwa kelebihan dan keterbatasan IPA sebagai suatu ilmu pengetahuan tetap berada dalam garis batas metode ilmiah (Sudjoko, 1983).
Beberapa definisi IPA adalah sehagai berikut:
1. IPA merupakan suatu cabang pengetahuan yang menyangkut fakta-fakta yang tersusun secara sistematis dan menunjukkan berlakunya hukum-hukum umum.
2. IPA merupakan pengetahuan yang didapatkan dengan jalan studi dan praktek.
3. Sains merupakan suatu cabang studi yang bersangkut paut dengan observasi dan klasifikasi fakta-fakta, terutama dengan disusunnya hukum-hukum umum.
Sementara itu, The Harper Encyclopedia of Science menyebutkan bahwa Sains Atau Ilmu Pengetahuan Alam itu adalah suatu pengetahuan dan pendapat yang tersusun dan ditunjang secara sistematis oleh bukti-bukti yang formal atau oleh hal-hal yang dapat diamati. (Subiyanto, 1988 :3).

1.2 Pembelajaran IPA di SD/MI
Pembelajaran IPA di sekolah dasar/madrasah ibtidaiyah dimulai dengan memahami karakteristik siswa termasuk di dalamnya perilaku sosial, karakteristik biologis, kesehatan fisik dan emosi, dan aspek-aspek lain yang mempengaruhi pola kehidupan siswa. Karakteristik-karakteristik ini harus mengakar dalam kegiatan pembelajaran IPA modern. Oleh karena itu, guru SD/MI harus dididik seprofesional mungkin untuk dapat menjadi guru yang professional. Guru sekolah dasar/madrasah ibtidaiyah harus diberi bekal pengetahuan bahwa siswa di SD/MI memiliki karakteristik yang berbeda dengan siswa di sekolah menengah. Hurd juga menyinggung tentang pentingnya melakukan science literacy dalam kegiatan pembelajaran IPA.
a. Karakteristik anak usia SD/MI
Pembelajaran IPA di SD/MI akan berhasil dengan baik apabila guru memahami perkembangan intelektual anak usia SD/MI. Usia anak SD/MI berkisar antara 7 tahun sampai dengan 12 tahun. Menurut Piaget perkembangan anak usia SD/MI tersebut termasuk dalam katagori operasional konkret. Pada usia operasional konkrit dicirikan dengan sistem pemikiran yang didasarkan pada aturan tertentu yang logis, hal tersebut dapat diterapkan dalam memecahkan persoalan-persoalan konkret yang dihadapi anak. Anak pada usia operasional konkrit sangat membutuhkan benda-benda konkret untuk menolong pengembangan intelektualnya. Anak SD/MI sudah mampu memahami tentang penggabungan (penambahan atau pengurangan), mampu mengurutkan, misalnya mengurutkan dari yang kecil sampai yang besar, yang pendek sampai yang panjang, Anak SD/MI juga sudah mampu menggolongkan dengan mengklasifikasikan berdasarkan bentuk luarnya saja, misalkan menggolongkan berdasarkan warna, bentuk persegi atau bulat, dan sebagainya. Pada akhir opera-sional konkret mereka dapat memahami tentang pembagian, mampu menganalisis dan melakukan sintesis sederhana.
Anak yang sedang belajar IPA, pada hakikatnya merupakan “ilmuan kecil”, sehingga semua kegiatan-kegiatan seperti (observasi, menggolong-golongkan, meng-hitung jumlah, mengukur, menghubung-hubungkan, merumuskan hipotesis, dan lain-lain yang termasuk dalam proses belajar IPA) dapat dilakukan atau dilatihkan pada diri anak. Namun perlu juga pertimbangan apakah kegiatan-kegiatan tadi mampu dilakukan oleh anak pada tingkat usia tertentu.
Woolfolk dan Nicolich (1984: 53) menjelaskan bahwa selama pertumbuhan dan perkembangan untuk mencapai kedewasaan pada diri anak, anak mengalami perkembangan mental yang menurut Piaget dibagi dalam empat tahap dengan ciri-ciri sebagai berikut;
Tahap pertama, sensory-motor (0-2 tahun). kemampuan anak masih terbatas pada “reflex bahavior” yang sederhana dan mengasimilasikan semua rangsangan (stimuli) yang datang dari luar otaknya.
Tahap kedua, pre-operational (2-7 tahun), perkembangan yang paling menonjol adalah perkembangan bahasa (berbicara). Egosentris behavior juga berkembang, sehingga anak tidak dapat melihat dan menerima pandangan orang lain.
Tahap ketiga, concrete operational (7-11 tahun), anak mulai mampu membuat keputusan-keputusan logik apabila menghadapi gagasan-gagasan yang tidak sesuai dengan gagasannya. Melalui interaksi sosial dengan teman-temannya, anak mulai mampu mengatasi egosentriknya dan dapat memahami pandangan-pandangan yang bertentangan dengan pandangannya sendiri. Pada tahapan ini anak akan dihadapkan pada pemahaman dan dunia nyata.
Tahap keempat, formal operational (11-15 tahun), pada tahap ini anak telah mampu melibatkan dirinya pada semua macam problem yang timbul pada waktu lampau, sekarang, dan yang akan datang, karena pada tahap ini anak telah dapat berpikir hipotesis-deduktif, berpikir rasional, berpikir abstrak, berpikir proporsional dan mampu mengevaluasi informasi. Pada tahap inilah usia perkembangan anak SD yang belajar IPA.
Dengan demikian, memperhatikan strukturisasi perkembangan mental anak menurut Piaget, makin tinggi usia anak makin lengkap pula macam kegiatan belajar IPA yang dapat dilakukannya. Namun pada kenyataannya perkembangan anak SD/MI masih banyak berada pada tahapan transisi antara concrete operational dengan formal operational.

b. Karakteristik Pengajaran IPA
Carin, (1980:2) mengungkapkan pengertian IPA mencakup tiga (3) komponen utama yaitu sikap, proses atau metode, dan hasil. Sikap meliputi keyakinan, nilai, pendapat, misalnya keputusan sampai cukup data terkumpul yang berhubungan dengan masalah, berusaha terus-menerus secara objektif. Proses atau metode meliputi beberapa cara dalam menyelesaikan masalah, misalnya membuat hipotesis, merancang dan mencatat hasil eksperimen, mengevaluasi data, mengukur dan lain-lain. Hasil/produk meliputi fakta, prinsip, hukum-hukum, teori-teori, misalnya prinsip ilmiah seperti logam ketika dipanaskan akan mengembang.
IPA yang dipelajari di SD/MI mempunyai berbagai pengertian sebagai berikut; (a) IPA sebagai suatu cabang pengetahuan yang menyangkut fakta-fakta yang tersusun secara sistematis dan menunjukkan berlakunya hukum-hukum umum; (b) IPA merupakan pengetahuan yang didapatkan dengan jalan studi dan praktik; (c) IPA merupakan suatu cabang studi yang bersangkut paut dengan observasi dan klasifikasi fakta-fakta, terutama dengan disusunnya hukum-hukum umum dengan induksi dan hipotesis. Sementara itu, The Harper Encyclopedia of Science menyebutkan bahwa ilmu pengetahuan itu adalah suatu pengetahuan dan pendapat yang tersusun dan ditunjang secara sistematis oleh bukti-bukti yang formal atau oleh hal-hal yang dapat diamati (Subiyanto, 1988:3).
Dibandingkan dengan mata pelajaran lainnya, mata pelajaran IPA adalah cukup praktis. Lebih khusus lagi, mata pelajaran ini memerlukan interaksi langsung dengan alam. Hal ini disebabkan karena siswa terlibat dalam mata pelajaran ini. Berbagai aktifitas (misalnya observasi, pengukuran, komunikasi, diskusi, percobaan baru untuk tes dan eksperimen, penelitian, pengolahan data, dan monitoring, pencatatan hasil, dan sebagainya) yang dilakukan antara di ruang kelas dan laboratorium.
Mata pelajaran IPA juga bersifat teori. Unsur-unsur yang termasuk dalam mata pelajaran IPA adalah tetap berpikir, argumentasi, penyampaian ide dan intuisi yang baik, mengolah hipotesis, rumusan teori, tes sampel, kreasi model, dan sebagainya. Berpikir dan tes penalaran hal yang penting, sepenting tes yang sebenarnya atau percobaan di laboratorium.
Menurut Mills (1979: 11) lazimnya setiap ilmu pengetahuan alam mempunyai objek dan permasalahan jelas, yakni benda-benda alam sebagai objek dan mengungkapkan materi benda tersebut sebagai permasalahannya. Dibandingkan dengan ilmu pengetauan yang lain, objek ilmu pengetahuan alam menampakkan gejala-gejala (struktural dan fungsional) yang dapat diindera, sehingga pada hampir sebagian besar gejala-gejala yang dipelajari oleh ilmu pengetahun alam memungkinkan untuk dilakukan observasi dan atau eksperimen.
Weisz (1969:6) mengungkapkan bahwa IPA selalu bertumpu pada metode ilmiah. Ini berarti bahwa kelebihan dan keterbatasan IPA sebagai suatu ilmu pengetauan berada dalam garis batas metode ilmiah. Jika metode ilmiah tidak dapat diterapkan untuk memecahkan masalah-masalah yang dihadapi, maka masalah itu tentu bukan termasuk dalam wilayah sains.

1.3 Fungsi Mata Pelajaran IPA di SD/MI
IPA sebagai alat pendidikan, karakteristik yang harus dimilliki oleh suatu mata pelajaran adalah kejelasan mengenai: objeknya, persoalannya, cara mempela-jarinya, konsep-konsepnya (pengertian-pengertiannya) dan perkembangannya (Wuryadi, 2007). Ilmu pengetahuan alam sebagai alat untuk mengem-bangkan pengetahuan, keterampilan, nilai-nilai dan sikap.
Sains sebagai alat untuk mengembangkan pengetahuan dari jenjang yang paling rendah ke jenjang yang paling tinggi yaitu pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis dan evaluasi. Ilmu pengetahuan sebagai alat untuk mengembangkan keterampilan yaitu keterampilan pemecahan masalah, mengevaluasi, berkomunikasi, membuat (gambar, skema, diagram), melakukan proses belajar (mengadakan riset, merencanakan, menggunakan sumher-sumber asli, merekam data, menyeleksi ide, membuat intisari bahan bacaan, menyusun laporan baik lisan maupun tulisan dan membaca bagan dan diagram dan sebagainya), IPA sebagai alat untuk mengembangkan nilai-nilai dan sikap, yaitu nilai soaial, nilai politik, ailai spritual dan nilai agama, nilai ekonomi, nilai estetika, nilai teoretik. (Sudjoko, 1983).
Pemberian mata pelajaran sains atau pendidikan sains bertujuan agar siswa memahami dan menguasai konsep-konsep IPA dan saling keterkaitannya, serta mampu menggunakan metode ilmiah untuk memecahkan masalah-masalah yang dihadapinya, sehingga lebih menyadari kebesaran dan kekuasaan Penciptanya. Sedangkan fungsi mata pelajaran IPA menurut Sumaji, dkk (1998 :35) antara lain ialah:
1. Memberi bekal pengetahuan dasar, baik untuk dapat melanjutkan kejenjang pendidikan lebih tinggi maupun untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-hari;
2. Mengembangkan keterampilan-keterampilan dalam memperoleh, mengem-bangkan, dan menerapkan konsep-konsep IPA;
3. Menanamkan sikap ilmiah dan melatih siswa dalam menggunakan metode ilmiah untuk memecahkan masalah yang dihadapinya;
4. Menyadarkan siswa akan keteraturan alam dan segala keindahannya, sehingga siswa terdorong untuk mencintai dan mengagungkan Penciptanya.
5. Memupuk daya kreatif dan inovatif siswa;
6. Membantu siswa memahami gagasan dan informasi baru dalam bidang IPTEK;
7. Memupuk serta mengembangkan minat siswa terhadap IPA.
Hakikat IPA secara filosofi mengandung aspek yaitu: produk, proses, dan sikap. Produk yang dimaksud adalah bahwa ilmu tersusun secara sistematis berupa: konsep, prinsip, dan teori. Proses mengandung pengertian sebagai cara menemukan ilmu dan mengembangkannya. Sedangkan sikap adalah bagaimana cara seseorang bertindak dalam memahami ilmu tersebut serta mengamalkannya. Subiyanto (1988: 3) mendefinisikan IPA adalah: (1) suatu cabang pengetahuan yang menyangkut fakta-fakta yang tersusun secara sistematis dan menunjuk berlakunya hukum-hukum; (2) pengetahuan yang didapat dengan jalan studi dan praktik; dan (3) suatu cabang ilmu yang bersangkut paut dengan observasi dan klasifikasi fakta-fakta, terutama dengan disusunnya hukum-hukum umum dengan induksi dan hipotesis. Menurut Depdiknas, IPA berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan proses pencarian. Mata pelajaran IPA merupakan ilmu yang lahir dan dikembangkan melalui langkah-langkah: observasi, perumusan masalah, pengujian hipotesis lewat eksperimen, pengujian kesimpulan, dan pengujian teori atau konsep. Menurut Sund and Leslie (1973: 458)
Science deals with phenomena of nature. The study of phenomena cannot be conducted effectively through abstract of theoretical discussion alone, although this may be necessary at lime. For most science students, a presence factual objects, models, or living specimens makes a phenomenon sufficiently concrete to be understood Science materials apparatus demonstration equipment as well as materials for experimentation are designed to fulfill this function.

Maksudnya adalah IPA berkaitan dengan fenomena alam. Studi tentang fenomena ini tidak dapat diadakan secara efektif melalui diskusi abstrak atau teori saja, meskipun hal ini mungkin perlu disetiap waktu. Bagi sebagian besar siswa sains kehadiran objek yang nyata, model, atau bahan percobaan yang hidup menjadi sebuah fenomena yang cukup konkrit untuk mudah dipahami. Materi IPA dan perlengkapan-perlengkapan demonstrasi seperti juga materi eksperimen didesain untuk memenuhi fungsi ini.
Sehingga dapat dinyatakan bahwa IPA merupakan suatu sains yang dalam mendapatkan dan mengembangkannya memerlukan suatu proses yang mana proses tersebut didapat dengan kegiatan praktikum atau observasi untuk selanjutnya dapat disusun secara sistematis. Mata pelajaran fisika, biologi, dan kimia merupakan mata pelajaran yang berdasarkan pada IPA. Seperti dikemukakan oleh Beiser (1962: v) “Science like physics, biology, and chemistry, involves the active of pursuit of knowledge, and it contains many elementy besides its basics consepts”. Depdikbud (1994: 5) mendefinisikan mata pelajaran IPA adalah program untuk menanamkan dan mengembangkan pengetahuan, keterampilan, sikap, dan nilai ilmiah pada siswa serta rasa mencintai dan menghargai kebesaran Tuhan Yang Maha Esa.
Berdasarkan pengertian IPA tersebut di atas, maka dapat disimpulkan bahwa hakikat IPA meliputi empat unsur utama yang utuh dan tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Keempat unsur utama tersebut adalah:
1. Sikap; rasa ingin tahu tentang benda, fenomena alam, makhluk hidup, serta hubungan sebab akibat yang menimbulkan masalah baru yang dapat dipecahkan melalui prosedur yang benar; sains bersifat open ended.
2. Proses; prosedur pemecahan masalah melalui metode ilmiah yang meliputi penyusunan hipotesis, perancangan eksperimen atau percobaan, evaluasi, pengukuran dan penarikan kesimpulan.
3. Produk; berupa fakta, prinsip, teori dan hukum.
4. Aplikasi; penerapan metode ilmiah dan konsep IPA dalam kehidupan sehari-hari.
Dalam pembelajaran IPA ke empat unsur itu diharapkan dapat muncul, sehingga peserta didik dapat mengalami proses pembelajaran secara utuh, memahami fenomena alam melalui kegiatan pemecahan masalah, metode ilmiah dan meniru ilmuwan bekerja dalam menemukan fakta baru.
Melalui kegiatan pembelajaran IPA dengan menggunakan media animasi berbantuan komputer diharapkan siswa dapat memperoleh pandangan yang luas tentang IPA untuk memecahkan masalah yang timbul dari penerapan ilmu pengetahuan, dan diterapkan dalam kehidupan sehari-harinya.


1.4 Prinsip Pembelajaran IPA di SD/MI
Prinsip pembelajaran IPA di SD/MI merupakan hal yang sangat penting dalam proses pembelajaran, yang dilakukan oleh guru dalam menerapkan mata pelajaran IPA yang diajarkan untuk meningkatkan pembelajaran di sekolah dasar/madrasah ibtidaiyah. Adapun beberapa prinsip pembelajaran IPA di SD/MI, seperti prinsip motivasi, prinsip latar, prinsip menemukan, prinsip belajar sambil melakukan (learning by doing), prinsip belajar sambil bermain, prinsip hubungan sosial.
Prinsip Motivasi: motivasi adalah daya dorong seseorang untuk melakukan sesuatu kegiatan. Motivasi ada yang berasal dari dalam atau intrinsik dan ada yang timbul akibat rangsangan dari luar atau ekstrinsik. Motivasi intrinsik akan mendorong rasa ingin tahu, keinginan mencoba, mandiri dan ingin maju.
2. Prinsip Latar: pada hakekatnya siswa telah memiliki pengetahuan awal. Oleh karena itu dalam pembelajaran guru perlu mengetahui pengetahuan, ketrampilan dan pengalaman apa yang telah dimiliki siswa sehingga kegiatan belajar mengajar tidak berawal dari suatu kekosongan.
3. Prinsip Menemukan: pada dasarnya siswa memiliki rasa ingin tahu yang besar sehingga potensial untuk mencari guna menemukan sesuatu. Oleh karena itu bila diberi kesempatan untuk mengembangkan potensi tersebut siswa akan merasa senang atau tidak bosan.
4. Prinsip belajar sambil melakukan (learning by doing): Pengalaman yang diperoleh melalui bekerja merupakan hasil belajar yang tidak mudah terlupakan. Oleh karena itu dalam proses belajar mengajar sebaiknya siswa diarahkan untuk melakukan kegiatan atau ”Learning by doing”
5. Prinsip belajar sambil bermain: bermain merupakan kegiatan yang dapat menimbulkan suasana gembira dan menyenangkan, sehingga akan dapat mendorong siswa untuk melibatkan diri dalam proses pembelajaran. Oleh karena itu dalam setiap pembelajaran perlu diciptakan suasana yang menyenangkan lewat kegiatan bermain yang kreatif.
6. Prinsip hubungan sosial: dalam beberapa hal kegiatan belajar akan lebih berhasil jika dikerjakan secara berkelompok. Dari kegiatan kelompok siswa tahu kekurangan dan kelebihannya sehingga tumbuh kesadaran perlunya interaksi dan kerja sama dengan orang lain.
Dari prinsip-prinsip tersebut di atas nampak bahwa semuanya dalam rangka menciptakan suasana pembelajaran yang membuat siswa senang sehingga mereka akan terlibat aktif dalam pembelajaran. Untuk menunjang penerapan prinsip-prinsip tersebut di atas guru dalam mengelola kegiatan pembelajaran perlu :
1. Menyajikan kegiatan yang beragam sehingga tidak membuat siswa jenuh.
2. Menggunakan sumber belajar yang bervariasi, disamping buku acuan.
3. Melakukan kerjasama dengan masyarakat, kantor-kantor, bank, dll, sebagai sumber informasi yang terkait dengan praktek kehidupan sehari-hari.
4. Memanfaatkan lingkungan sekitar sebagai sumber belajar, karena belajar akan bermakna apabila berhubungan langsung pada permasalahan lingkungan sekitar siswa.
5. Kreatif menghadirkan media pembelajaran dan alat bantu pembelajaran. Proses ini dapat memudahkan siswa untuk memahami kegiatan pembelajaran atau dapat menolong proses berpikir siswa dalam membangun konsep dan pengetahuannya.
6. Menciptakan suasana kelas yang menarik, misalnya pajangan hasil karya siswa dan benda-benda lain, peraga yang mendukung proses pembelajaran.

1.5 Ruang Lingkup Mata Pelajaran IPA di SD/MI
Ruang lingkup mata pelajaran IPA di madrasah ibtidaiyah sama kegiatan pembelajarannya dengan pelaksanaan pembelajaran yang ada di sekolah dasar yakni;
1) Makhluk hidup dan proses kehidupannya, yaitu manusia, hewan, tumbuhan, dan interaksinya.
2) Materi, sifat-sifat, dan kegunaannya meliputi: air, udara, tanah, dan batuan
3) Listrik, magnet, energi dan panas, gaya dan pesawat sederhana, cahaya dan bunyi, tata surya, dan benda-benda langit lainnya.
4) Kesehatan, makanan, penyakit, dan pencegahannya.
5) Sumber daya alam, kegunaan, pemeliharaan, dan pelestariannya.
Dalam silabus IPA/sains di Madrasah Ibtidaiyah kegiatan pembelajaran kelas V (lima), yakni;
1. Mengidentifikasi fungsi organ tubuh manusia dan hewan.
2. Memahami cara tumbuhan hijau membuat makanan.
3. Mengidentifikasi cara makhluk hidup menyesuaikan diri dengan lingkungan.
4. Memahami hubungan antara sifat bahan dengan penyusunannya dan perubah-an sifat benda.
5. Memahami hubungan antara gaya, gerak dan energi serta fungsinya.
6. Menerapkan sifat-sifat cahaya melalui kegiatan membuat suatu karya/model.
7. Memahami perubahan yang terjadi di alam dan hubungan dengan penggunaan sumber daya alam
Untuk memfokuskan penelitian ini, maka yang akan menjadi inti dari penelitian ini adalah kegiatan pembelajaran dengan menggunakan media animasi berbantuan komputer melalui kegiatan pembelajaran yang dibelajarkanpada semester genap kelas V MIN Kota Gorontalo. Hal ini dilakukan oleh karena kegiatan pembelajaran tersebut dilaksanakan pada saat penelitian berlangsung, dan juga mengingat efektifitas dan efisiensi baik dari segi dana dan waktu.

2. Proses Pembelajaran IPA Sebagai Objek Penilaian
Penilaian terhadap proses pembelajaran IPA kurang mendapat perhatian dibandingkan dengan penilaian hasil belajar IPA. Dalam hal ini pendidikan tidak berorientasi kepada hasil semata-mata, tetapi juga kepada proses. Oleh karenanya, penilaian terhadap hasil dan proses belajar harus dilaksanakan secara berkesinambungan. Penilaian terhadap hasil belajar semata-mata, tanpa menilai proses, cenderung melihat faktor siswa sebagai kambing hitam kegagalan pendidikan. Padahal tidak mustahil kegagalan siswa itu disebabkan oleh lemahnya proses pembelajaran di mana guru merupakan penanggung jawabnya. Di lain pihak, pendidikan dan pengajaran dikatakan berhasil apabila perubahan-perubahan yang tampak pada siswa harus merupakan akibat dari proses pembelajaran yang dialaminya. Setidak-tidaknya, apa yang dicapai oleh siswa merupakan akibat dari proses yang ditempuhnya melalui program dan kegiatan yang dirancang dan dilaksanakan oleh guru dalam proses kegiatan pembelajarn.
Menurut Nana Sudjana (2007: 56) Hasil belajar yang dicapai siswa melalui proses kegiatan pembelajaran yang optimal cenderung menunjukkan hasil yang berciri sebagai berikut:
a) Kepuasan dan kebanggaan yang dapat menumbuhkan motivasi belajar intrinsik pada diri siswa. Motivasi intrinsik adalah semangat juang untuk belajar yang tumbuh dari dalam diri siswa itu sendiri. Siswa tidak akan mengeluh dengan prestasi yang rendah, dan ia akan berjuang lebih keras untuk memperbaikinya. Sebaliknya, hasil belajar yang baik akan mendorong pula untuk meningkatkan, setidak-tidaknya mempertahankan, apa yang telah dicapainya.
b) Menambah keyakinan akan kemampuan dirinya. Artinya, ia tahu kemampuan dirinya dan percaya bahwa ia punya potensi yang tidak kalah dari orang lain apabila ia berusaha sebagaimana harusnya. Ia juga yakin tidak ada sesuatu yang tak dapat dicapai apabila ia berusaha sesuai dengan kesanggupannya.
c) Hasil belajar yang dicapainya bermakna bagi dirinya seperti akan tahan lama diingatnya, membentuk perilakunya, bermanfaat untuk mempelajari aspek lain, dapat digunakan sebagai alat untuk memmperoleh informasi dan pengetahuan lainnya, kemauan dan kemampuan untuk belajar sendiri, dan mengembangkan kreativitasnya.
d) Hasil belajar diperoleh siswa secara menyeluruh (komprehensif), yakni mencakup ranah kognitif, pengetahuan, atau wawasan; ranah afektif atau sikap dan apresiasi; serta ranah psikomotoris, keterampilan, atau perilaku. Ranah kognitif terutama adalah hasil yang diperolehhnya sedangkan ranah afektif dan psikomotoris diperoleh sebagai efek dari proses belajarnya, baik efek instruksional maupun efek nurturant atau efek samping yang tidak direncanakan dalam pembelajaran.
e) Kemampuan siswa untuk mengontrol atau menilai dan mengendalikan dirinya terutama dalam menilai hasil yang dicapainya maupun menilai dan mengendalikan proses dan usaha belajarnya. Ia tahu dan sadar bahwa tinggi-rendahnya hasil belajar yang dicapainya bergantung pada usaha dan motivasi belajar dirinya sendiri.
Oleh sebab itu, penilaian terhadap proses kegiatan pembelajaran tidak hanya bermanfaat bagi guru, tetapi juga bagi para siswa yang pada saatnya akan berpengaruh terhadap hasil belajar yang dicapainya.

2.1 Tujuan dan dimensi penilaian proses pembelajaran
Penilaian terhadap proses pembelajaran bertujuan agak berbeda dengan tujuan penilaian hasil belajar. Apabila penilaian hasil belajar lebih ditekankan pada derajat penguasaan tujuan pengajaran (instruksional) oleh para siswa, maka tujuan penilaian proses pembelajaran lebih diitekankan pada perbaikan dan pengoptimalan kegiatan pembelajaran itu sendiri, terutama efisiensi-keefektifan-produktivitasnya. Beberapa di antaranya adalah (a) efisiensi dan keefektifan pencapaian tujuan instruksional, (b) keefektifan dan relevansi bahan pengajaran, (c) produktivitas kegiatan pembelajaran, (d) keefektifan sumber dan sarana pengajaran, dan (e) keefektifan penilaian hasil dan proses belajar.
Sejalan dengan tujuan tersebut, dimensi penilaian proses pembelajaran berkenaan dengan komponen-komponen yang membentuk proses pembelajaran dan keterkaitan atau hubungan di antara komponen-komponen tersebut. Komponen pembelajaran sebagai dimensi penilaian proses pembelajaran setidak-tidaknya mencakup:
a. tujuan pembelajaran atau tujuan instruksional,
b. bahan pembelajaran,
c. kondisi siswa dan kegiatan belajarnya,
d. kondisi guru dan kegiatan mengajarnya,
e. alat dan sumber belajar yang digunakan,
f. teknik dan cara pelaksanaan penilaian.
Aspek-aspek yang dinilai dari komponen-komponen di atas dapat dijelaskan sebagai berikut:
Komponen tujuan peembelajaran/instruksional yang meliputi aspek-aspek ruang lingkup tujuan, abilitas yang terkandung di dalamnya, rumusan tujuan, tingkat kesulitan pencapaian tujuan, kesesuaian dengan kemampuan siswa, jumlah dan waktu yang tersedia untuk mencapainya, kesesuaiannya dengan kurikulum yang berlaku, keterlaksanaannya dalam pengajaran.
Komponen bahan pembelajaran yang meliputi ruang lingkupnya, kesesesuai dengan tujuan, tingkat kesulitan bahan, kemudahan memperoleh dan mempelajarinya, daya gunanya bagi siswa, keterlaksanaan sesuai deengan waktu yang tersedia, sumber-sumber untuk mempelajarinya, cara mempelajarinya, kesinambungan bahan, relevansi bahan dengan kebutuhan siswa, prasyarat mempelajarinya.
Komponen siswa yang meliputi kemampuan prasyarat, minat dan perhatian, motivasi, sikap, cara belajar, kebiasaan belajar, kesulitan belajar, fasilitas belajar yang dimiliki, hubungan sosial dengan teman sekelas, masalah belajar yang dihadapi, karakteristik dan kepribadian, kebutuhan belajar, identitas siswa dan keluarganya yang erat kaitannya deengan pendidikan di sekolah.
Komponen guru, yang meliputi penguasaan mata pelajaran, keterampilan mengajar, sikap keguruan, pengalaman mengajar, cara mengajar, cara menilai, kemauan mengembangkan profesinya, keterampilan berkomunikasi, kepribadian, kemauan dan kemampuan memberikan bantuan dan bimbingan kepada siswa, hubungan dengan siswa dan dengan rekan sejawatnya, penampilan dirinya, keterampilan lain yang diperlukan.
Komponen alat dan sumber belajar yang meliputi jenis alat dan jumlahnya, daya guna, kemudahan pengadaannya, kelengkapannya, manfaatnya bagi siswa dan guru, cara menggunakannya. Dalam alat dan sumber belajar ini termasuk media pembelajaran, alat peraga, buku sumber, laboratorium, dan perlengkapan belajar lainnya.
Komponen penilaian yang meliputi jenis alat penilaian yang digunaakan, isi dan rumusan pertanyaan, pemeriksaan dan interpretasinya, sistem penilaian yang digunakan, pelaksanaan penilaian, tindak lanjut hasil penilaian, pemanfaatan hasil penilaian, administrasi penilaian, tinggkat kesulitan soal, validitas dan reliabilitas soal penilaian, daya pembeda, frekuensi penilaian, dan perencanaan penilaian.
Komponen-komponen di atas saling berhubungan satu sama lain dan membentuk suatu sistem. Sebagai sistem sudah barang tentu setiap komponen memberikan iuran atau sumbangan bagi keberhasilan pembelajaran sesuai dengan fungsi masing-masing. Tujuan pembelajaran berfungsi dalam menentukan arah kegiatan pembelajaran sehingga dapat dijadikan patokan atau kriteria dalam menentukan keberhasilan pembelajaran. Bahan pembelajaran berfungsi memberi isi dan warna terhadap tujuan pembelajaran serta memberi petunjuk apa yang harus dilakukan oleh guru dan siswa. Siswa dan kegiatannya merupakan subjek sekaligus objek dalam pembelajaran. Guru dan kegiatannya sebagai arsitek dan sutradara sekaligus pelaku dalam pembelajaran. Dengan demikian, siswa dan guru menjadi prasyarat terrjadinya proses pembelajaran. Alat dan sumber pembelajaran berfungsi sebaagai penunjang dan daya dukung terjadinya keefektifan proses pembelajaran sehingga dapat mempermudah siswa belajar dan guru mengajar. Penilaian berfungsi sebagai alat untuk mengetahui efektif-tidaknya pembelajaran dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan sekaligus berfungsi sebagai bahan dalam memperbaiki tindakan pembelajaran selanjutnya.
Oleh sebab itu, penilaian setiap komponen bukan hanya keberadaannnya, tetapi juga keterkaitan aspek-aspek yang ada pada setiap komponen dan keterkaitan antarkomponen itu sendiri. Sebagai contoh, menilai aspek-aspek yang terdapat dalam komponen guru harus dilihat hubunggannya dengan komponen siswa, bahan, dan tujuan pembelajaran. Demikian pula menilai komponen penilaian tidak terpisahkan dari komponen tujuan, bahan, siswa, dan guru.
Penilaian terhadap proses pembelajaran menjadi tugas dan tangggung jawab guru, kepala sekolah, dan para pengawas dalam upayanya meningkatkan kualitas pendidikan, khususnya kegiatan pembelajaran, sekaligus dalam hubungannya dengan pembinaan para guru.
Setelah menentukan dimensi-dimensi penilaian proses, tahap berikutnya adalah menentukan kriteria, patokan, atau ukuran dalam penilaian proses pembelajaran. Kriteria ini penting sebagai tolok ukur keberhasilan proses pembelajaran. Telah dijelaskan di muka bahwa secara umum keberhasilan proses pembelajaran dapat dilihat dari efisiensi, keefekktifan, relevansi, dan produktivitas proses pembelajaran dalam mencapai tujuan-tujuan pembelajaran. Efisiensi berkenaan dengan pengorbanan yang relatif kecil untuk memperoleh hasil yang optimal. Keefektifan berkenaan dengan jalan, upaya, teknik, strategi yang digunakan dalam mencapai tujuan secara tepat dan cepat. Relevansi berkenaan dengan kesesuaian antara apa yang dilaksanakan dengan apa yang seharusnya diilaksanakan. Produktivitas berkenaan dengan pencapaian hasil, baik secara kualitatif maupun kuantitatif.

3. Pembelajaran IPA Berbantuan Animasi Komputer
3.1 Pengertian Pembelajaran Berbantuan Animasi Komputer
Komputer adalah mesin yang dirancang khusus untuk memanipulasi informasi yang diberi kode, mesin elektronik yang otomatis melakukan pekerjaan, perhitungan sederhana dan rumit. (Azhar Arsyad, 2006: 53). Menurut Oemar Hamalik (2005: 236) Komputer adalah suatu medium interaktif, dimana siswa memiliki kesempatan untuk berinteraksi dalam bentuk mempengaruhi atau mengubah urutan yang disajikan .
Seperti halnya dengan penggunaan sumber-sumber audio visual yang dapat meningkatkan motivasi, menyajikan informasi dan prakarsa melalui stimuli visual dan audio, komputer mempunyai nilai lebih karena dapat memberi pengalaman kinestetik kepada siswa melalui penggunaan keyboard komputer. Dalam kaitan membantu pembelajaran siswa, komputer dapat dimanfaatkan sebagai media yang dapat digunakan guru dalam membantu pembelajaran di kelas. Potensi media komputer dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan efektifitas proses pembelajaran. Jenis aplikasi teknologi berbantuan komputer dalam pembelajaran dikenal sebagai Computer Asissted Instruktion (CAI). Penggunaan komputer sebagai media pembelajaran mengikuti proses instruksional yaitu (1) merencanakan, mengatur, mengorganisasikan, dan menjadualkan pelajaran; (2) mengevaluasi siswa (tes); (3) mengumpulkan data mengenai siswa; (4) melakukan analisis statistik mengenai data pembelajaran; (5) membuat catatan perkembangan pembelajaran (kelompok atau perseorangan). (Azhar Arsyad, 2006: 96).
S. Nasution (2005 : 60) menjelaskan bahwa pengajaran dengan bantuan komputer atau Computer Assisted Instruction (CAI) adalah “pengajaran yang menggunakan komputer sebagai alat bantu”. Komputer itu dapat dilengkapi dengan tape recorder, earphones, layar televisi, dan sound serta dapat digunakan sebagai mesin belajar atau teaching machine.
Menurut Azhar Arsyad (2006: 32) bahwa ciri media pembelajaran berbantuan komputer adalah : (1) mereka dapat digunakan secara acak, nonsekuensial, atau secara linear, (2) mereka dapat digunakan berdasarkan keinginan siswa atau berdasarkan keinginan perancang/ pengembang sebagaimana direncanakannya, (3) biasanya gagasan-gagasan disajikan dalam gaya abstrak dengan kata, simbol, dan graftk, (4) prinsip-prinsip ilmu kognitif untuk mengembangkan media, (5) pembelajaran dapat berorientasi pada siswa dan melibatkan interaktivitas siswa yang tinggi.
Dari uraian tentang pendapat-pendapat di atas dapat disimpulkan yang dimaksud dengan kegiatan pembelajaran berbantuan komputer adalah kegiatan pembelajaran yang menggunakan komputer secara langsung sebagai alat bantu dalam penyampaian isi kegiatan pembelajaran.

3.2 Keunggulan dan Kelemahan Pembelajaran Berbantuan Animasi Komputer
3.2.1 Keunggulan
Menurut Azhar Arsyad (2006: 54) keunggulan komputer adalah : (1) komputer dapat mengakomodasi siswa yang lamban dalam menerima pelajaran, (2) komputer dapat merangsang siswa untuk mengerjakan latihan, melakukan kegiatan laboratorium atau stimulasi, (3) kendali berada ditangan siswa sehingga tingkat kecepatan belajar siswa dapat disesuaikan dengan tingkat penguasannya, (4) kemampuan merekam aktifitas siswa selama menggunakan suatu program pembelajaran secara perorangan dan perkembangan setiap siswa selalu dapat dipantau, (5) dapat berhubungan dengan, dan mengendalikan peralatan lain seperti compact disk, video tape, dan lain-lain dengan program pengendali dari komputer.
Menurut Kathleen Cotton (1991) keunggulan pembelajaran berbantuan komputer adalah :
The research base reviewed in preparation for this report indicates that:
- The use CAI as a supplement to conventional instruction produces higher achivement than use of convensional instruction alone.
- Research is inconclusive regarding the comparative effectiveness of convensional instruction alone and CAI alone.
- Computer-based education (CAI and othe computer applications) produce higther achievment than convensional instrucion alone.
(http://wwwnwrel.org/scpd/journal/vol4no3sirs/5/cu10.html
diambil tanggal 26 Agustus 2008).

Menurut S. Nasution (2005: 60) komputer dapat dilengkapi sehingga memperluas fungsinya misalnya dengan tape recorder, earphones, proyektor untuk slide dan film, layar televisi, dan keyboard dapat digunakan scbagai mesin belajar atau teaching machine serta dapat memberi macam-macam bantuan seperti : (1) menyimpan bahan pelajaran yang dapat dimanfaatkan kapan saja diperlukan, (2) memberi informasi tentang berbagai referensi dan sumber-sumber serta alat audio visual yang tersedia, (3) memberi informasi tentang ruangan belajar siswa-siswa dan tenaga pengajar, (4) memberi informasi tentang hasil belajar siswa, (5) menyarankan kegiatan belajar yang diperlukan siswa, menilai kembali pekerjaan siswa pada waktunya, dan memberi tugas baru untuk dikerjakan.
Selanjutnya Rob Philips (1997: 27) mengemukakan bahwa penggunakan komputer dalam kegiatan pembelajaran adalah :
If interactive multimedia not suitet to transmission of information, which is better handled by books and lectures, then the question is raised, what is interactive multimedia goodfor?
- Material which is hard to visualize such as microscopic processes
- Material which is three-dimensional. which can't easily be conveyed wilh traditional two-dimentional media such as books and whitehoards.
- Dynamic processes, where it is important to understand the relationships of moving objects.
- Material which has a broad context, where a number of ideas need to be linked to from an understanding of the whole, not just the parts.
- Simulations of expensive, dangerous or complex processes, where understanding may be hindered by the mechanical details of perfoming the process, or where there is no possibility of using the real equipment.

Penggunaan media berbantuan komputer tidak hanya untuk kegiatan pembelajaran mandiri saja, tetapi juga dapat untuk menyelesaikan masalah secara kelompok. Hal ini dijelaskan oleh Neo&Neo (http://ifets.icee.org/periodical/ vol14/2001/neo.html, diambil tanggal 27 Agustus 2008), yaitu :
The multimedia project in this course enabled the students to exercises their creative and critical thinking skills in solving their design and development problems, work collatoratively to gain team-based experience, and to face the real-life situation of' problem-solving. this is a student-centered learning approach which allows them to construct their own knowledge and understanding, and determine their own learning goals. The role of the teacher, on the otlter hand, changes from the “sage on the stage” to a “guide on the side”, assisting the students in the construction of their knowledge.

Jadi dapat disimpulkan bahwa media berbantuan komputer dapat membuat peserta didik melatih kemampuan berpikir kritis dan kreatif dalam memecahkan suatu permasalahan secara individu maupun kelompok. Hal ini juga merupakan pendekatan “student-centered learning” yang membiarkan peserta didik mempunyai pola pikirnya sendiri dalarn mencapai tujuan belajarnya. Di satu sisi peran guru juga berubah dari pemain utama menjadi pendamping dalam suatu pembelajaran.

3.2.2 Kelemahan
Kelemahan utama komputer adalah benda mati maka kemampuan komputer untuk mengembangkan ranah afektif murid diragukan. Kelemahan lainnya apabila rancangan pembelajaran berbantuan kompurer kurang baik akan membuat siswa semakin frustasi untuk belajar. Dari segi guru kelemahan utama adalah apabila pembelajaran berbantuan komputer dijadikan materi pembelajaran utama dikhawatirkan guru hanya menjadi semacam administrator dari mesin sehingga mengabaikan tanggungjawab untuk tatap muka dengan siswa.
Menurut Azhar Arsyad (2006: 55) kelemahan komputer adalah : (1) meskipun harga perangkat keras komputer cenderung menurun (murah), pengembangan perangkat lunaknya masih relatif mahal, (2) untuk menggunakan komputer diperlukan pengetahuan dan ketrampilan khusus tentang komputer, (3) keragaman model komputer (perangkat keras) sering menyebabkan progam (software) yang tersedia untuk satu model tidak cocok (kompatibel) dengan model lainnya, (4) program yang tersedia saat ini belum memperhitungkan kreativitas siswa sehingga hal tersebut tentu tidak akan dapat mengembangkan kreativitas siswa, (5) komputer hanya efektif bila digunkan oleh seorang atau beberapa orang dalam kelompok.
Dari kelemahan komputer tersebut maka perlu cara untuk mengatasinya. Beberapa cara mengatasi kelemahan komputer untuk dipakai sebagai media pembelajaran adalah: (1) guru meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan tentang komputer, (2) sekolah mengusahakan untuk kerjasama dengan perusahaan komputer dalam hal keringanan harga, perancangan program yang merangsang kreatifitas siswa, dan (3) guru tidak boleh hanya mengandalkan komputer dalam melaksanakan tugas kegiatan pembelajaran.
Dari uraian tentang pendapat - pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa keunggulan pembelajaran dengan menggunakan media berbantuan komputer adalah merangsang siswa untuk belajar aktif dan kreatif dengan melakukan sendiri sesuai dengan petunjuk penggunaan produk. Kelemahan pembelajaran dengan menggunakan media berbantuan komputer adalah pengembangan perangkat lunak relatif mahal, kurang dapat mengembangkan ranah afektif siswa, dan belum dapat terjangkau oleh sekolah secara keseluruhan. Walaupun PBK terdapat kelernahan namun lebih banyak keunggulannya.

3.2.3 Format Penyajian Pembelajaran Komputer
Ada empat jenis format penyajian pembelajaran dengan bantuan komputer yaitu : (1) latihan dan praktek (2) tutorial, (3) simulasi, (4) pengajaran dengan instruksi komputer (computer managed instruction). (Oemar Hamalik 2005: 237). Menurut Azhar Arsyad (2006: 158) bahwa dilihat dari situasi belajar dimana komputer digunakan untuk tujuan menyajikan isi pelajaran, CAI bisa berbentuk tutorial, drills and practices, simulasi dan permainan instruksional.
Menurut Budi Setiyono (2006: 2) bahwa jenis aplikasi CAI adalah (1) latihan dan praktek (drills and practice), (2) penjelasan (tutorial), (3) diagnosis, (4) simulasi. Diagnosis adalah mengoreksi hasil evaluasi yang diberikan oleh pemakai setelah menjawab pertanyaan yang diajukan oleh siswa. Dari ketiga pendapat tersebut di atas dapat disimpulkan hahwa format pembelajaran komputer adalah tutorial, drill and practice, simulasi, dan permainan dalam kegiatan pembelajaran.
a. Tutorial
Menurut Azhar Arsyad (2006: 158) program pembelajaran tutorial dengan berbantuan komputer meniru sistem tutor yang dilakukan oleh guru atau instruktur. Inromasi atau pesan berupa suatu konsep disajikan di layar komputer dengan teks, gambar, atau grafis. Apabila siswa telah dapat membaca, menginterpretasi, dan menyerap konsep, komputer akan melanjutkan penyajian informasi atau konsep berikutnya dan jika jawaban salah, komputer dapat kembali ke informasi konsep sebelumnya atau pindah ke salah satu dari beberapa penyajian informasi konsep remedial. Perpindahan ke salah satu konsep remedial ditentukan oleh jenis kesalahan yang dibuat siswa.
Program tutorial, memperkenalkan materi pelajaran baru kepada siswa kemudian ditindaklanjuti dengan latihan dan praktek. Program ini menyediakan tes awal dan tes akhir berkenaan dengan rnateri pelajaran (Oemar Hamalik: 2005: 238)
b. Driil and Practice
Jenis latihan dan praktek sangat banyak digunakan di kelas, program-program menyajikan masalah-masalah dan siswa merespon dengan cara memilih diantara respon-respon yang tersedia. Komputer akan menunjukkan apakah respon itu benar atau salah.
c. Simulasi
Program simulasi dengan bantuan komputer mencoba untuk menyamai proses dinamis yang terjadi di dunia nyata, misalnya siswa menggunakan komputer untuk mensimulasikan menerbangkan pesawat terbang. Simulasi adalah suatu jenis aplikasi. Computer Assisted Instruction (CAI) dimana simulasi menyajikan suatu permainan yang sifatnya menghibur (Budi Setiyono: 2006: 3)
d. Permainan dalam kegiatan Pembelajaran
Program permainan yang dirancang dengan baik dapat memotivasi siswa dan meningkatkan pengetahuan dan keterampilannya. Permainan pembelajaran yang berhasll menggabungkan aksi-aksi permainan video dan keterampilan mengetik pada komputer.

B. Kajian Penelitian yang Relevan
Penelitian yang dilakukan oleh Dian Natal Kurnianto dengan judul Pengembangan Sumber Belajar Sains Berbantuan Komputer untuk Siswa Sekolah Dasar. Tesis Program pascasarjana Universitas Negeri Yogyakarta, 2005 menunjukkan bahwa ada hasil pembelajaran dengan menggunakan komputer sekolah dasar adalah baik dan sumber belajar berbantuan komputer yang peneliti kembangkan juga baik.
Penelitian yang dilakaukan oleh Literzet Sobri dengan judul Efektifitas Pembelajaran Fisika dengan Menggunakan Media Komputer, Media Audio Visual dan Sistem Konvensional terhadap Prestasi Belajar Fisika ditinjau dari Kemampuan Konkret dan Abstrak. Tesis Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta, 2004. Menunjukkan bahwa proses pembelajaran dengan menggunakan media komputer lebih efektif dari pada proses pembelajaran dengan menggunakan media audiovisual dan lebih efektif dari pada proses pembelajaran dengan sistem konvensional.
Penelitian yang dilakukan oleh Syahrial dengan judul Penggunaan Media Animasi Komputer untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep dan Keterampilan Proses Sains Siswa pada Pembelajaran Larutan Elektrolit dan Non Elektrolit. Tesis Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia, 2007. menunjukkan bahwa penggunaan media komputer dapat meningkatkan pemahaman konsep siswa dan dapat mengembangkan keterampilan proses sains siswa.

C. Kerangka Pikir
Pendidikan IPA merupakan mata pelajaran yang bersifat teoritis dan praktis, teoritis karena dalam pembelajaran mengandung konsep-konsep dan prinsip, sedangkan praktis artinya mengandung pembuktian-pembuktian melalui praktik di laboratorium maupun dengan menggunakan media pembelajaran.
Pembelajaran IPA tidak hanya berorientasi pada hasil belajar saja akan tetapi hasil belajar adalah merupakan hasil dari proses pembelajaran. Salah satu faktor penting yang menentukan keberhasilan peserta didik dalam proses pembelajaran adalah dengan menggunakan media animasi berbantuan komputer. Oleh karena dalam proses pembelajaran IPA fungsi media begitu penting untuk mengkongkritkan materi pembelajaran maka diperlukan suatu media pembelajaran, dalam hal ini lebih difokuskan pada media berbantuan animasi komputer sebagai menunjang proses pembelajaran.
Hal ini tentunya, memberikan manfaat bagi guru dan sekolah, terutama oleh siswa. Media pembelajaran berbantuan animasi komputer adalah media pembelajaran yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan dari pengirim ke penerima sehingga dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan minat serta perhatian siswa sehingga proses belajar terjadi.
Kemampuan seorang guru IPA dalam pembelajaran dengan menggunakan media berbantuan animasi komputer diharapkan dapat membantu meningkatkan kualitas proses pembelajaran dan meningkatkan prestasi belajar siswa, meningkatkan kemampuan siswa, meningkatkan daya serap siswa dalam proses pembelajaran sains.
Dengan demikian dalam mengimplementasi media animasi berbantuan komputer di Madrasah Ibtidaiyah Negeri Kota Gorontalo, maka proses pembelajaran IPA diharapkan dapat membuat siswa memahami konsep dan prinsip IPA secara langsung, dengan media pembelajaran berbantuan animasi komputer siswa akan lebih mudah memahami dan mengingat materi pelajaran yang diberikan, sehingga tujuan pembelajaran IPA dapat dengan mudah tercapai sesuai dengan standar kompetensi dan kompetensi dasar yang direncanakan dan siswa dapat lebih efektif dalam mengikuti kegiatan pembelajaran IPA melalui metode dan strategi yang disesuaikan dengan kegiatan pembelajaran. Keefektifan proses pembelajaran dengan menggunakan media pembelajaran berbantuan animasi komputer dapat diterapkan dengan benar, aktifitas siswa dalam proses pembelajaran akan berjalan dengan lancar dan hasil belajar siswa meningkat.
Pembelajaran IPA dengan menggunakan media berbantuan komputer di MIN Kota Gorontalo, diharapkan dapat diaplikasikan dengan maksimal, sehingga mengakibatkan proses pembelajaran dapat mencapai hasil belajar peserta didik sebagaimana yang diharapkan di atas.

D. Pertanyaan Penelitian
Dalam penelitian ini yang menjadi fokus penelitian adalah “bagaimana implementasi proses pembelajaran IPA menggunakan media animasi berbantuan komputer di MIN Kota Gorontalo”. Selanjutnya pokok masalah ini akan dijabarkan ke dalam sub-sub masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana proses pembelajaran IPA menggunakan media animasi berbantuan komputer di MIN Kota Gorontalo?.
2. Apakah proses pembelajaran IPA dengan menggunakan media animasi berbantuan komputer di MIN Kota Gorontalo dapat meningkatkan ketrampilan berpikir siswa?.
3. Apa faktor penghambat dan pendukung dalam proses pembelajaran IPA menggunakan media animasi berbantuan komputer di MIN Kota Gorontalo?.




BAB III
Metode Penelitian

A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis kualitatif. Menurut John W. Creswell yang dikutip oleh Hamid Patilima, penelitian kualitatif adalah ; “sebuah proses penyelidikan untuk memahami masalah sosial berdasarkan pada penciptaan gambar holistik yang dibentuk dengan kata-kata, melaporkan pandangan informan secara terperinci dan disusun dalam sebuah latar ilmiah”. Selanjutnya, Bogdan dan Taylor, mendefinisikan penelitian kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan pelaku yang diamati.
Secara spesifik, tesis ini menggunakan pendekatan kualitatif fenomenologis naturalistik karena memungkinkan penulis melakukan penghayatan/pemaknaan terhadap gejala-gejala/fenomena yang terjadi didalam suatu lembaga pendidikan, atau berusaha memahami dan menafsirkan makna suatu peristiwa interaksi tingkah laku antar para pengelola pendidikan dalam situasi penyelenggaraan pendidikan, baik menurut persfektif peneliti sendiri (etic) maupun dari sumber data (emic). Pemahaman fenomena ini dilaksanakan dalam situasi yang wajar dan natural (keaadaan tanpa disetting sebelumnya atau alami sebagaimana adanya).
Adapun gejala-gejala yang dimaknai peneliti meliputi keseluruhan situasi sosial yang diteliti yang mencakup aspek tempat (place), pelaku (actor) dan aktivitas (activity) yang beriteraksi secara holistik. Situasi sosial di sekolah berarti dalam kelas adalah ruang kelas, guru-siswa, serta aktivitas proses belajar mengajar. Dengan kata lain, mencakup seluruh pandangan, fikiran, sikap dan perasaan para subjek penelitian (para informan), dan juga meliputi data dokumen sekolah yang diobservasi. Gejala-gejala tersebut dipahami/dihayati sebagai satu kesatuan yang utuh, satu sama lain saling memilki keterkaitan, keterhubungan dan saling mempengaruhi, sehingga data yang diteliti bersifat holistik dan integralistik. Kemudian setelah dilakukan pencandraan, data yang telah terkumpul, peneliti dapat gambarkan (ceritakan) dalam bentuk uraian/kata-kata yang disusun menurut sistematika penelitian ilmiah.
Perhatian utama dalam penelitian ini adalah implementasi proses pembelajaran IPA dengan menggunakan media animasi berbantuan komputer kelas V MIN Kota Gorontalo. Dalam pemecahan masalah peneliti langsung menggunakan deskripsi, yaitu memaparkan gejala yang ada dan melaporkannya dengan kata-kata maupun simbol-simbol yang sesuai dengan gejala tersebut. Dengan penelitian ini peneliti berusaha mengungkap gejala yang ada dan menganalisis terhadap aspek yang ada mengenai implementasi proses pembelajaran IPA dengan menggunakan media animasi berbantuan komputer.

B. Tempat dan waktu penelitian
1. Tempat Penelitian
Dalam penelitian ini yang menjadi tempat atau lokasi penelitian adalah di Madrasah Ibtidaiyah Negeri Kota Gorontalo.
2. Waktu Penelitian
Waktu penelitian dimulai sejak pengajuan proposal sampai terselesaikannya penyusunan laporan, diprediksikan membutuhkan waktu selama 6 bulan, terhitung oktober 2008 – maret 2009
Penentuan ini mengikuti prosedur penelitian kualiatif, yang mana untuk menjaga keabsahan data diperlukan waktu penelitian yang cukup lama, namun meski demikian waktu penelitian dapat dilakukan secara singkat atau tidak lama jika data sudah dianggap memadai dan jenuh.

C. Subjek dan Objek Penelitian
- Subjek penelitian
Subjek penelitian ini adalah Guru dan siswa kelas V MIN Kota Gorontalo TP 2008/2009
- Objek Penelitian
Objek penelitian ini adalah implementasi media animasi berbantuan komputer serta keseluruhan situasi sosial. Situasi sosial tersebut, dinyatakan sebagai objek penelitian yang ingin difahami secara lebih mendalam “apa yang terjadi” di dalamnya, dalam hal ini kegiatan pembelajaran IPA. Pada situasi sosial atau objek penelitian ini peneliti dapat mengamati secara mendalam.
Subjek dan objek penelitian tersebut diambil dengan pertimbangan waktu, tenaga, dan dana. Disamping itu peneliti berasal dari daerah tersebut.

D. Teknik dan Instrumen Pengumpul Data
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan trianggulasi dengan berusaha menyeleksi fenomena yang relevan degan permasalahan penelitian, untuk teknik pengumpulan data yang digunakan adalah observasi awal, pengamatan, wawancara mendalam, dan dokumentasi. Metode yang dipakai dalam penelitian ini diuraikan sebagai berikut:
1. Observasi
Untuk mengawali membangun hubungan yang baik dengan subjek yang diteliti (rappot), peneliti melakukan observasi awal. Observasi awal diperlukan untuk memperoleh pengetahuan awal mengenai masalah yang akan diteliti juga guna memperoleh gambaran awal mengenai situasi dan kondisi tempat penelitian.
Disamping itu, kegiatan observasi yang dilakukan adalah mengamati gejala-gejala yang ada dalam kegiatan pembelajaran IPA khususnya kegiatan pembelajaran yang menggunakan media animasi berbantuan komputer. Dalam hal ini kegiatan pengamatan di komparasikan dengan melakukan wawancara, mendengarkan, merasakan, dan dalam batas-batas tertentu mengikuti kegiatan-kegiatan yang dilakukan dalam kegiatan pembelajaran tersebut.
2. Wawancara
Wawancara dalam penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pendapat/pandangan, sikap dan perasaan dari para subjek penelitian.
Wawancara dilakukan secara mendalam pada informan kunci (key informan), kemudian tahapam selanjutnya secara porpusive sampling, yang seperti snowball sampling). Jika informasi yang diteliti tidak ditemukan lagi pertentangan-pertentangan, variansi informasi atau signifikansi informasi untuk menambah informasi. Maka data dianggap pada taraf ketuntasan (mastery) atau jenuh (redundancy).
3. Dokumentasi
Teknik dokumenter merupakan cara untuk mengumpulkan data yang meliputi benda-benda tertulis yang berupa arsip-arsip, surat keputusan yang berhubungan dengan masalah yang diteliti.

E. Keabsahan Data
Untuk menetapkan keabsahan data diperlukan kriteria pemeriksaan data dengan dipandang dari kriteria derajat kepercayaan (credibility). Hal ini dilakukan untuk menjaga kredibilitas hasil penelitian yang dilakukan.
Untuk menjaga kredibilitas hasil penelitian ini dapat dilakukan validasi sebagai berikut: (1) trianggulasi, (2) member check, dan (3) pendapat para ahli.
1. Trianggulasi
Dalam konteks penelitian ini, proses triangulasi dengan menggunakan trianggulasi sumber, ini dapat dilaksanakan dengan cara: (1) membandingkan data hasil wawancara, (2) membandingkan apa yang dikatakan orang di depan umum dengan apa yang dikatakan secara pribadi, (3) membandingkan apa yang dikatakan orang-orang tentang situasi penelitian dengan apa yang dikatakannya sepanjang waktu, (4) membandingkan keadaan dan prespektif seseorang dengan berbagai pendapat lainnya, (5) membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen yang berkaitan.
2. Member Check
Member check dilakukan setelah membuat trasnkip wawancara atau setelah membuat catatan lapangan dari pengamatan, serta menelaah isi dokumen. Transkip wawancara dan telaah dokumen tersebut dideskripsikan, diinterpretasi-kan, untuk kemudian diberi pemaknaan secara tertulis. Langkah selanjutnya data tersebut dikembalikan kepada sumbernya untuk diperiksa kebenarannya, dan ditanggapi, kalau diperlukan peneliti bisa mengambil data tambahan baru untuk melengkapi data yang sudah terkumpul.
Pelaksanaan teknik member check ini dilakukan setelah data ditulis, diringkas, dan dibuat alur apabila berkaitan dengan proses penyelenggaraan aktivitas tertentu.

3. Pendapat Para Ahli
Validasi dalam bentuk pendapat para ahli dapat dilakukan dengan cara meminta pendapat para ahli atau pakar yang kompeten. Dalam konteks penelitian ini, peneliti menempatkan pembimbing sebagai ahli dan juga bisa para dosen senior di lingkungan Perguruan Tinggi, yang dimintai pendapatnya tentang hasil dan temuan peneliti.

F. Teknik Analisis Data
Data yang berupa hasil wawancara serta data yang berupa dokumentasi menggunakan model interaktif. Model ini digunakan mengingat data dari wawancara berupa data kualitatif. Dari hasil observasi yang berupa dokumen adalah data campuran antara kualitatif dan kuantitatif yaitu berupa angka-angka dan pernyataan, oleh karena itu analisis dilakukan melalui tiga alur kegiatan yaitu; reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan .
Kegiatan analisis dilakukan secara interaktif antara peneliti dengan subjek penelitian pada saat penelitian berlangsung sebagai suatu proses siklus. Proses ini merupakan proses analisys episodes. Analisis data merupakan proses yang terus menerus dengan pola-pola keteraturan, penjelasan-penjelasan, sedangkan proposisi muncul dari peneliti. Dalam siklus tersebut, aktivitas peneliti bergerak dengan komponen analisis dan pengumpulan data selama proses berlangsung. Kemudian peneliti bergerak diantara bagian reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Reduksi data dilakukan dengan mengklarifikasi data yang sejenis dan melakukan modifikasi. Penyajian data, dilakukan dengan mendeskrepsikan data yang sudah diklarifikasikan sesuai dengan pokok permasalahan. Penarikan kesimpulan sebenarnya sudah dilakukan bersama reduksi data dan penyajian data. Bila kesimpulan masih kurang mantap, peneliti melakukan pengumpulan data kembali untuk mencari pendukung pembuatan kesimpulan dan sekaligus pendalaman yang ditemukan dilokasi penelitian.
Kegiatan analisis data dalam penelitian ini dibagi menjadi tiga alur kegiatan yang terjadi secara bersamaan yaitu:
1. Reduksi data.
Reduksi data yakni proses pemilihan, pemusatan, perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan, dan transformasi data “kasar” yang muncul dari catatan-catatan tertulis dilapangan.
2. Penyajian data
Kegiatan analisis kedua dalam penelitian ini dibatasi pada “penyajian” sebagai sekumpulan informasi tersusun yang memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan.
3. Penarikan kesimpulan/verifikasi
Kegiatan analisis ketiga dalam penelitian ini adalah penarikan kesimpulan, dan verifikasi. Dari permulaan pengumpalan data, peneliti mencari arti benda-benda mencatat keterurutan, pola-pola, penjelasan, konfigurasi-konfigurasi yang mungkin, alur sebab akibat, dan proposisi.
DAFTAR PUSTAKA

Anselm Strauss dan Juliet Corbin (2007). Basics Of Qualitative Research Grounded Theory Procedures and Tekhniques. Terjemahan Muh. Shodiq & Imam Muttaqien. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Arief Sadiman. dkk. (1996), Media Pendidikan, Pengertian, Pengembangan dan Pemanfaatannya. Jakarta: Raja Grafindo Persada
Azhar Arsyad. (2006). Media Pembelajaran. Jakarta. PT Radja Grafindo Perkasa
Crain, William. (1980:2) Teories Of Devolepment, Concept and Aplications. 3rd Edition. Terjemahan: Yudi Santoso, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Dakir. 2004. Perencanaan dan Pengembangan Kurikulum. Jakarta, Rineka Cipta.
Depdiknas RI. 2003. UU RI Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, Jakarta, Biro Hukum dan Organisasi Sekjen Depdiknas.
Dewey, J. 1916. Democracy and education. New York: The Macmillan Company
Dian Natal Kurnianto. (2005). Pengembangan Sumber Belajar Sains Berbantuan Komputer untuk Siswa Sekolah Dasar. Tesis Magister, Tidak diterbitkan Yogyakarta: Program pascasarjana Universitas Negeri Yogyakarta
Djohar, 2006, Pengembangan pendidikan nasional, menyongsong masa depan, CV. Grafika Indah, Yogyakarta.
E. Mulyasa. (2002) Managemen Berbasis Sekolah, Bandung, PT. Remaja Rosdakarya.………(2006) Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, Bandung: Remaja Rosda Karya
Hamid Patilima. (2001). Metode Penelitian Kualitatif, Jakarta. PT Radja Grafindo Perkasa
Haryanto. (2007). Sains Untuk Sekolah Dasar Kelas V. Jakarta: Erlangga
Hilgrad E.R. (1948) Theories of Learning. New York, Apleton Century.
Ibrahim Bafadal, (2006). Manajemen Peningkatan Mutu Sekolah Dasar dari Sentralisasi menuju Desentralisasi. Jakarta: PT. Bumi Aksara
John M. Echols dan Hasan Shadily. (1998). Kamus Inggris – Indonesia, Jakarta, PT. Gramedia.
Kathleen, C. (1991). Computer Assisted Instruction. Diambil tanggal 26 Agustus 2008. http: //wwwnwrel.org
Khaerudin, dkk. (2007). Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Konsep dan Implementasinya di Madrasah, Yogyakarta: MDC semarang kerjasama dengan Pilar Media
Literzet Sobri. (2004). Efektifitas Pembelajaran Fisika dengan Menggunakan Media Komputer, Media Audio Visual dan Sistem Konvensional terhadap Prestasi Belajar Fisika ditinjau dari Kemampuan Konkret dan Abstrak. Tesis Magister, Tidak diterbitkan. Surakarta: Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret.
Miles & Huberman (1992). Qualitative Data Anayisis. Terjemahan Tjejep Rohindi Rohidi. Jakarta: UI-Press
Mills. C.A. (1979), Theaching science and the secondary school. Amerika. Meriil Publising Company
Mudhoffir, (1986). Prinsip-prinsip Pengelolaan Pusat Sumber Belajar, Bandung, Remadha Karya CV. Bandung.
Nana Sudjana & Ahmad Rivai. (2001). Media Pengajaran. Bandung, Sinar Baru Algensindo Offset.
Nana Sudjana. (2007). Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: PT Remaja Rosdakarya
S. Nasution. (2005). Teknologi Pendidikan. Bandung: Jemmars
Neo & Neo. (2001). Teaching Computer To Teach. , diambil tanggal 27 Agustus 2008. http://ifets.icee.org/periodical/ vol14/2001/neo.html
Oemar Hamalik. (1985). Media Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara
……….(2001). Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara.
Pata Bundu. (2006). Penilaian Keterampilan Proses Sains dan Sikap Ilmiah dalam Pembelajaran Sains – SD. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional
Ratna Willis Dahar. (1988). Teori-Teori Belajar. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
Rob Philiph (1997). Instructional media and Technology. diambil tanggal 26 Agustus 2008. http:// wwwnwrel.org
Spears. H, (1955). Principles of Teaching. New York, Printice Hall.
Sri Harmi. (2007). Jendela IPA untuk SD/MI Kelas V Jilid 2B. Solo: Tiga Serangkai.
Subiyanto. (1988). Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam. Jakarta : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
Sudjoko. (1983). Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
Sumaji, Dkk. (1998). Pendidikan Sains yang Humanis, Yogyakarta: Kanisius.
Sund, RB., & Trowbridge, L.W. (1973) Teaching science by inquiry in the secondary school 2nd ed. Colorado: Univercity of Northern
Syahrial. (2007). Penggunaan Media Animasi Komputer untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep dan Keterampilan Proses Sains Siswa pada Pembelajaran Larutan Elektrolit dan Non Elektrolit. Tesis Magister, Tidak diterbitkan. Bandung: Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia.
Tim Jurnal Pendidikan, 1992, Profesionalisasi Tenaga Kependidikan, Bandung, PT. Remaja Rosdakarya.
Tim Revisi PPs UNY. (2008). Pedoman Tesis dan Disertasi Program Pascasarjana UNY. Edisi Tahun 2008. Yogyakarta: Program Pascasarjana UNY.
Tim SEQIP. (2002). Buku IPA Guru Kelas V. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional (SEQIP)
Usman Samatowa. (2004). Bagaimana Membelajarkan Sains di Sekolah Dasar. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional, Dirjen Dikti Direktrorat Ketenagaan.
Walpole, Brenda. (1998). 175 Science Experiment to Amuze and Amaze Your Friend. New York Random House.
Weisz, S.F. (1969). Science and common sense. New Haven: Yale University Press
Witherington, (1982). Tehnik-tehnik Belajar Mengajar, Bandung, Jemmars
Woolfolk dan Nicolich (1984). Primary Science. The challengge of the Clevedon. Multilingual. LTD
Wuryadi. (2007). Materi Kuliah Filsafat Ilmu Mahasiswa PPS UNY Konsentrasi Sains. Yogyakarta, PPS UNY








Budi Setiyono. (2006)
Depdikbud (1994: 5)






















Teknik dan Analisis Data
Mendasar pada uraian tersebut, pelaksanaan trianggulasi sumber yang dilaksanakan dalam penelitian ini dapat diilustrasikan sebagai berikut: pada suatu ketika peneliti memperoleh data tentang visi dan misi madrasah dari seseorang guru senior. Sedangkan teknik yang digunakan untuk mengungkap data tersebut adalah dengan teknik wawancara. Dalam trianggulasi ini peneliti tidak berhenti dengan memperoleh data tersebut dari hasil wawancara dengan guru senior tersebut, tetapi data tersebut dilacak lagi dengan mengadakan observasi partisipan aktivitas para guru lainnya, untuk mengetahui seberapa jauh visi dan misi pesantren tersebut disosialisasikan oleh pimpinan madrasah kepada elemen yang ada di madrasah.
Proses trianggulasi tidak terhenti sampai di situ, tetapi peneliti mencoba melacak ke dokumen resmi yang ada di madrasah, apakah visi dan misi madrasah telah dirumuskan dalam bentuk tulisan. Bahkan wawancara pun dilakukan terhadap pengurus dan anggota komite madrasah.
Selanjutnya dari hasil proses trianggulasi terdapat data yang di dapat dari tangan pertama, ternyata sama dengan hasil wawancara dengan para guru, komite madrasah, dan bahkan sama pula dari hasil prilaku hasil pengamatan (observasi) dan dokumen tertulis yang terkait dengan hal itu, barulah seorang peneliti kualitatif meyakini bahwa “apa yang dikemukakkan itu merupakan data yang akurat dan terpercaya”.


Penilaian Hasil Belajar

Beberapa kriteria yang bisa digunakan dalam menilai proses pembelajaran antara lain adalah sebagai berikut:
a) Konsistensi kegiatan pembelajaran dengan kurikulum
Kurikulum adalah program pembelajaran yang telah ditentukan sebagai acuan apa yang seharusnya dilaksanakan. Keberhasilan proses pembelajaran dilihat sejauh mana acuan tersebut dilaksanakan secara nyata dalam bentuk dan aspek-aspek:
- tujuan-tujuan pembelajaran,
- bahan pembelajaran yang diberikan,
- jenis kegiatan yang dilaksanakan,
- cara melaksanakan setiap jenis kegiatan,
- peralatan yang digunakan untuk masing-masing kegiatan, dan
- penilaian yang digunakan untuk setiap tujuan.
b) Keterlaksanaannya oleh guru
Dalam hal ini adalah sejauh mana kegiatan dan program yang telah direncanakan dapat dilaksanakan oleh guru tanpa mengalami hambatan dan kesulitan yang berarti. Dengan demikian, apa yang direncanakan dapat diwujudkan sebagaimana harusnya. Keterlaksanaan ini dapat dilihat dalam hal:
- mengondisikan kegiatan belajar siswa;
- menyiapkan alat, sumber, dan perlengkapan belajar;
- waktu yang disediakan untuk kegiatan pembelajaran;
- memberikan bantuan dan bimbingan belajar kepada siswa;
- melaksanakan penilaian proses dan hasil belajar siswa;
- menggeneralisasikan hasil pembelajaran saat itu dan tindak lannjut untuk kegiatan pembelajaran berikutnya.
c) Keterlaksanaannya oleh siswa
Dalam hal ini dinilai sejauh mana siswa melakukan kegiatan belajar sesuai dengan program yang te1ah ditentukan guru tanpa mengalami hambatan dan kesulitan yang berarti. Keterlaksanaan oleh siswa dapat diliihat dalam hal;
- memahami dan mengikuti petunjuk yang diberikan guru
- semua siswa turut serta melakukan kegiatan belajar
- tugas-tugas belajar dapat diselesaikan sebagaimana mestinya
- memanfaatkan semua sumber belajar yang disediakan guru
- mengusai tujuan-tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan guru
d) Motivasi belajar siswa
Keberhasilan proses pembelajaran dapat dilihat dalam motivasi belajar yang ditunjukan oleh para siswa pada saat melaksanakan kegiatan pembelajaran. Hal ini dapat dilihat dalam hal;
- minat dan perhatian siswa terhadap pelajaran
- semangat siswa untuk melakukan tugas-tugas belajarnya
- tanggung jawab siswa dalam mengerjakan tugas-tugas belajarnya
- reaksi yang ditunjukan siswa terhadap stimulus yang diberikan guru
- rasa senang dan puas dalam mengerjakan tugas yang diberikan
e) Keaktifan para siswa dalam kegiatan belajar
Penilaian proses pembelajaran terutama adalah melihat sejauh mana keaktifan siswa dalam mengikuti proses pembelajaran. Keaktifan sisswa dapat dilihat dalam hal:
- turut serta dalam melaksanakan tugas belajarnya,
- terlibat dalam pemecahan masalah,
- bertanya kepada siswa lain atau kepada guru apabila tidak memahami persoalan yang dihadapinya,
- berusaha mencari berbagai informasi yang diperlukan untuk pemecahan masalah,
- melaksanakan diskusi kelompok sesuai dengan petunjuk guru,
- menilai kemampuan dirinya dan hasil-hasil yang diperolehnya,
- melatih diri dalam memecahkan soal atau masalah yang sejenis, kesempatan menggunakan atau menerapkan apa yang telah diperolehnya dalam menyelesaikan tugas atau persoalan yang dihadapinya.
f) Interaksi guru-siswa
Interaksi guru-siswa berkenaan dengan komunikasi atau hubungan timbal-balik atau hubugan dua arah antara siswa dan guru dan atau siswa dengan siswa dalam melakukan kegiatan pembelajaran. Hal ini dapat dilihat dalam:
- tanya jawab atau dialog antara guru dengan siswa atau antara siswa dengan siswa;
- bantuan guru terhadap siswa yang mengalami kesulitan belajar, baik secara individual maupun secara kelompok;
- dapatnya guru dan siswa tertentu dijadikan sumber belajar; senantiasa beradanya guru dalam situasi belajar-mengajar sebagai faasilitator belajar;
- tampilnya guru sebagai pemberi jalan ke luar manakala siswa menghadapi jalan buntu dalam tugas belajarnya;
- adanya kesempatan mendapat umpan balik secara berkesinambunggan dari hasil belajar yang diperoleh siswa.
g) Kemampuan atau keterampilan guru mengajar
Keterampilan atau kemampuan guru mengajar merupakan puncak keahhlian guru yang profesional sebab merupakan penerapan semua kemampuan yang telah dimilikinya dalam hal bahan pembelajaran, komunikasi dengan siswa, metode mengajar, dll. Beberapa indikator dalam menilai kemampuan ini antara lain adalah:
- menguasai bahan pelajaran yang disampaikan kepada siswa,
- terampil berkomunikasi dengan siswa,
- menguasai kelas sehingga dapat mengendalikan kegiatan siswa,
- terampil menggunakan berbagai alat dan sumber belajar,
- terampil mengajukan pertanyaan, baik lisan maupun tulisan.
h) Kualitas hasil belajar yang dicapai oleh siswa
Salah satu keberhasilan proses pembelajaran dilihat dari hasil belajar yang dicapai oleh siswa. Dalam hal ini aspek yang dilihat antara lain adalah:
- perubahan pengetahuan, sikap, dan perilaku siswa setelah menyelesaikan pengalaman belajarnya;
- kualitas dan kuantitas penguasaan tujuan instruksional oleh para siswa;
- jumlah siswa yang dapat mencapai tujuan instruksional minimal 75 dari jumlah (instruksional) yang harus dicapai;
- hasil belajar tahan lama diingat dan dapat digunakan sebagai dasar dalam mempelajari bahan berikutnya.

Kriteria yang telah dijelaskan di atas paling tidak dapat dijadikan peganggan oleh para penilai proses pembelajaran agar upaya memperbaiki proses pembelajaran dapat ditentukan lebih lanjut. Dari kriteria tersebut penilai dapat melihat bagian-bagian mana yang telah dicapai dan bagian-bagian mana yang belum dicapai untuk kemudian dilakukan tindakan dan upaya memperbaikinya.
Sekalipun kriteria tersebut masih umum sifatnya, para penilai dapat dengan mudah mengembangkan dan menjabarkannya lebih lanjut sesuai dengan bidang studi atau mata pelajaran yang diberikan atau diajarkannnya. Hal ini penting mengingat setiap mata pelajaran atau bidang studi memiliki beberapa karakteristik tertentu, baik dalam hal tujuan, bahan, metode mempelajarinya, maupun sistem penilaiannya.